"Aku serius!"
Roni menaikkan pundak.
Sesaat, Honda Legenda itu melaju pelan kemudian senyap.
Dua minggu lagi jadwal kuliah sudah mulai aktif. Tiga hari ini ramai mahasiswa dari luar pulau Jawa sudah banyak berdatangan. Kondisi seperti ini tentu sangat baik bagi kesehatan dompetku yang bersumber dari secangkir kopi.
Aku punya gerobak kopi dengan desain minimalis. Tidak besar hanya berukuran 80x80 cm dengan tinggi meja 1 meter sejajar perut, disertai atap melengkung yang ditopang 4 besi hollow setinggi 1 meter. Memiliki gagang dorong yang dapat dilipat serta 2 laci dilengkapi kunci. Semua kerangka terbuat dari besi dengan aksen kayu.
Gerobak kopi itu sebenarnya hasil dari usaha Roni demi menghadangku dari cuti kuliah. Dulu sempat terlintas setelah berakhir semester dua aku berencana ambil cuti. Dari awal bapak memang sudah mewanti. Ia hanya bisa bantu hingga semeter dua. Setelahnya, tidak tahu. Sebab kebutuhan dua adikku juga tidak sedikit. Namun, rencana itu kemudian gagal total ketika Roni datang menjengukku di desa.
Roni yang saat itu masih asisten dosen tiba-tiba saja datang dengan khas dandanan seperti orang hendak mendaki. Mula-mula Roni mendekatiku, kemudian menyapa dengan suara pelan.
"Bro... Ayo, ikut aku lagi?"
"Proyek!!!" sahutku singkat.
"Jangka panjang," timpal Roni.
"Apa yang bisa kubantu?"