Misalkan aku tak berambisi untuk membuka silabus, niscaya, hingga saat ini aku tak punya standar pegangan dasar.
Aku memiliki prinsip standar pribadi bila sudah bersangkutan dengan ilmu pengetahuan teknologi. Paling tidak, aku bukan penganut paham "anut grubyuk" ramai-ramai. Dan prinsip standar pribadi itu, aku menyebutnya "Pegangan Dasar".
Dengan konsep "Pegangan Dasar" minimal aku bisa melakukan eksplorasi, di setiap bibit bakat mana yang akan kupilih untuk ditumbuh-kembangkan. Tentunya di wilayah non akademik yaitu UKM.
Alasanku memilih wilayah non akademik dilatar belakangi karena "silabus". Jelas sekali tertulis di semester dua, mata kuliah bahasa C++, Pascal dan Pengenalan Pemorgraman Berbasis Mikrokontrol. "Gila meeen"
Dilema betul diriku ini yang notabennya anak STM solder menyolder. Dan gaptek soal komputer, lengkap sudah penderitaan. Belum lagi ada berita "breaking news" yang katanya matkul dilaksanakan di Lab. Komputer. Bersiap-siaplah jiwa yang gelisah, selangkah lagi, masuk kandang macan.
Apa yang bisa diharapkan dari pengenalan, buat folder, copy folder, paste folder, kemudian, hapus folder. Puncaknya hanya mengenal Ms. Word dan Paint. Hal seperti ini dibawa kekampus untuk bekal program-memrogram. Ampun sudah. The end.
Mau tak mau, aku harus memikirkan cara cepat mahir teknik lari sprint, demi untuk mengejar ketertinggalan di bidang IPTEK, minimal aku ngimbangi ketika face to face dengan komputer.
Nah, di sinilah pilihan non akademik yang kutuju. Yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Dakwah Islamiyah atau populer dikenal dengan sebutan UKM LDI. Kelak akan kutulis kenapa UKM tersebut bernama LDI yang menyerupai organisasi islam bernama LDII. Apakah berbeda sodara-sodara...?Â
Tentu, beda.
Tunggu di catatan cerpen berikutnya. Tapi, sedikit kisi-kisi, terbentuknya UKM LDI bermula dari gejolak para mahasiswa tahun 80an, yang berontak karena cemas UTS dilaksanakan saat magrib memanggil. Dan tentunya topik ini tak akan kuberi panggung di sini, tunggu tanggal tayangnya, Hii..hi..hii...
Nah...
Di tahun angkatan 2000, ada satu mahasiswa paling menonjol di ITN, memiliki kecerdasan IQ di atas rata-rata umumnya.Â
Pertanyaanya kenapa pilih ITN swasta...? Seharusnya negeri dong.Â
Sik..bentar..bentar..tenang...
Restu Bapaknya hanya memberikan untuk ke ITN Malang, bukan Gadjah Mada, yang menjadi target Paijo kala itu. Sejarah singkatnya aku ingat-ingat lupa, jadi takut salah kaprah, mending skip semua aja.
Dari cerita singkat di atas, aku yakin bagi yang sudah mengikuti catatan cerpenku dari "Pasukan Mobat-mabit" tentu sudah bisa tahu, alasanku kenapa memilih UKM LDI.
Ya, tak lain dan tak bukan karena si Paijo ini memiliki kecerdasan tingkat dewa untuk komputer. Sejak masih duduk di bangku SD kelas 3 kurang lebih 10 tahun usianya dari tahun kelahiran 1980, sudah bisa service komputer saat masih menggunakan disket sebesar gajah, belum lagi ilmunya di bidang pemrograman. Bapaknya ahli di bidang itu.
Aku yang lahir di tahun 1985, tentu masih menangi disket kecil. Kalau yang lahir tahun 1995, sudah nggak kenal. Kenalnya Flashdisk.
Ilmu Paijo ini yang aku sampai ngemis-ngemis saat itu, aku perlu teknik dasar-dasarnya agar tak sia-sia masuk kandang macan.
Oh ya, lupa...
Judulnya kok "Catatan Manis dari Pluralisme," nggak sinkron blas sama isinya.
Begini...
Selama aku mengenyam bangku pendidikan dasar komputer di UKM LDI. Paijo yang mendidikku dengan "Susah Payah", mengenalkanku ilmu-ilmu dasar dan pemrograman.
Sehingga mampu mengantarkan pada sebuah kehidupan di tanah Kanjeng Sunan Giri, aku datang ke Gresik hanya bermodal keahlian dari UKM LDI yang ditanamkan Paijo. Sehingga mampu berkembang di bidang gambar arsitektur dan mechanical engineering autocad. Sedang aku sejatinya jurusan elektronika. heeemm...nggak masuk.
Buah manis pluralisme itu yang aku petik dari UKM LDI, kini betul-betul kurasakan, hingga mampu mencukupi kehidupan keluargaku.
Paijo tak pernah memaksakanku untuk memiliki paham tertentu. Justru sebaliknya, Paijo bilang, bila aku NU ya jadilah NU yang baik. Tapi bila aku ini Muhammadiyah, ya jadilah Muhammdiyah yang baik. Sederhanakan...
Paham apapun itu boleh menjadi jadi diri, tetapi tidak untuk memaksa saling klaim kebenaran selama di UKM LDI.Â
Paijo sendiri, orang paling berani dan lantang menyuarakan sebuah kalimat kepada penghuni UKM LDI "bila ada anggota yang hanya singgah kemudian koar-koar dengan memaksa mengkotak-kotak pada suatu paham tertentu, maka silahkan angkat kaki, pergi jauh-jauh dari UKM LDI."
Pluralisme akan tetap menjadi langkah kongkrit di UKM LDI, untuk bekal membangun anggota, bukan hanya dari segi akhlak, tetapi juga membangun anggota menjadi melek teknologi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H