Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli Kasar

Sedang menjalin hubungan baik dengan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pitutur di Ujung Kelulusan

7 Oktober 2021   09:12 Diperbarui: 7 Oktober 2021   09:19 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Selain Paijo, aku pun memiliki berbagai teman, baik dari beberapa kampus seperti Brawijaya, UM, UNMER, bahkan hingga IKIP Budi Utomo. Itupun tak lepas karena jasa-jasa dari Paijo. Secara langsung aku memang tak dikenalkannya, tetapi dari ilmu yang kudapat dari Paijo itu yang mampu membuatku mengenal beberapa elemen mahasiswa dari kampus tersebut. Di kesempatan tertentu aku sangat percaya dengan guneman orang tua jawa yang lebih menekankan pada istilah tutur tinular ataupun getu' tular dibeberapa aspek tertentu. Aku sendiri mencoba mengGatukkan ilmu dari Paijo dengan guneman tersebut untuk menjalin hubungan persahabatan.

Walhasil, di saat tertentu pula mereka sering mengundangku untuk sebuah pelatihan mandiri, seperti belajar bersama (sinau bareng) yang berkaitan dengan perkomputeran. Dan tak kupungkiri, dari mereka ada yang bahkan memberiku salam tempel ataupun makan gratis hingga yang lebih ekstrim, terutama jika diundang teman untuk datang kepelosok desanya untuk memberikan pelatihan, biasanya saat selesai pertemuan membawakanku beberapa hasil kebun hingga buah-buahan. 

Itulah kenapa bila aku sudah menyebut nama Paijo, andaikanku memiliki daya dorong yang kuat, pastilah akan kuantar dia hingga sundul langit. Ada beberapa tips cara melatih otak untuk berpikir ala Paijo dan itu masih terekam jelas melalui pita ingatanku,

"Kemeng jo sikilku mar bal-balan..."

"Wis ngiro aku cak"

"Profesi baru ta jo...?"

"Opo iku cak..."

"Peramal" jawabku,

"Ngowos cak, kene nyelang cangkemmu, ta suwek-suwek ndek kene"

Aku pun tersenyum mendengar gumaman konco kentel ku ini kalau sudah muntab,

"Cak..."

"Heemm..." timpalku,

"Aku wis arep lulus, minimal riko kudu siap keterampilan..."

Sepertinya sudah mulai serius arah pembicaraan, batinku.

"Yo... pingin siap jo, cuma aku sungkan, bayar gawe opo ilmu mu ben iso ta duweni"

"Mbayar'o karo mikir cak..."

"Sik... Sik..., Sik jo...."

Kutempelkan kedua telunjuk tangan menempel pada samping kepala dekat pelipisi mata dengan mata terpejam,

"Yo ra ngunu-ngunu banget cak... dobol..., di jak serius malah lulahloloh"

Akupun memulai serius dengan kaki bersila,

"Ngene luh jo... opo kowe wis ikhlas. Ilmu mu, larang regane jo, utowo iso ta enggo sandang pangan koyo ngopo jasa mu nang aku"

Tarikan napasnya masih ku ingat waktu itu,

"Mikir'o... mulai saiki latihan mikir'o"

"Jo, kadang kala aku yo mikir... yo pingin jo, tapi, ta pikir manih, jeneng'e wong ki bedo kapasitas, la dipekso'o kaya' ngopo utek ku panggah kemeng"

Ku lihat mulutnya menyedu kopi yang masih hangat itu kemudian ngedikan,

"Cak..., duwe open-open kewan nang ndesa mu"

"Duwe jo..."

"Kewan opo iku cak...?"

"Weduss..."

Wajahnya terkejut,

"Aseem... biasa'e cak la ngomong wedus, ra usah ngeGas"

Aku sengaja mencairkan suasana,

"Luh kan iso ngguyu toh... heu... heu..."

Paijo memulai diskusi dengan senyuman,

"Dipakani opo wedus mu...?"

"Yo suket lah, mosok yo biskuat"

"Suket'e tuku opo ngarit...?"

"Yo ngarit lah jo, lalar gawe ta, suket akeh kok tuku"

Sambil mesam-mesem Paijo mulai terlihat serius,

"Kemeng ra tanganmu la dienggo ngarit"

"Yo ora la jo, wis biasa nang ndesaku ki ngarit suket kanggo wedus'e"

"Saiki la wis kuliah tur wis suwi ra ngarit, kiro-kiro ngarit manih kemeng ra tangan mu cak..."

"Yo iso ugo kemeng jo"

Dengan mengangkat jari telunjuknya ke kepala,

"Yo iku utek mu cak, saiki kuliah'i kanggo mikir, utek mu enggo'en mikir, ben biasa mene lulus ra gampang kemeng. La ora ma'latih kawitan saiki, yo wis pancet ngunu ae utek mu, kemeng, sitik-sitik sambat kemeng. Podo karo riko ngarit kuwi maeng"

Tanpa sengaja aku tertegun mendengar guneman Paijo kali ini, dan aku tak mampu berkata banyak, hingga Paijo menawarkan ku sebuah perkumpulan,

"Piye cak, wis siap melu aku..."

"Lah nangdi toh jo..."

"Masuk unit PUK,"

"Acara opo manih iku jo"

"Persatuan Utek Kemeng" jawab paijo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun