Mohon tunggu...
Henny S
Henny S Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

penulis yang sangat suka minum kopi dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pergilah Ayah, Aku Membencimu!

13 September 2024   11:47 Diperbarui: 13 September 2024   11:58 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku ndak suka!" Kali ini, aku meninggikan suaraku, sesuatu yang selama ini tidak pernah aku lakukan kepada ibuk. Setelah itu, ada penyesalan karena telah melakukannya. Aku melihat ibuk dengan rasa penyesalan yang dalam. Ingin rasanya memeluk ibuk, tetapi aku menahannya. Aku melihat raut wajah ibuk berubah menjadi sedih. "Maafkan aku, Buk," kataku dalam hati.

"Ibuk tidak memaksa kamu untuk bertemu ayahmu, Ibuk hanya minta diantarkan bertemu ayahmu, lalu seperti biasa kamu tinggalkan Ibuk di rumah nenek." Ibuk merendahkan nada suaranya, memohon pengertianku. Aku menghela napas, sebenarnya aku merasa lelah harus berbantah dengan ibuk. Namun, aku ingin membuka jalan pikirannya dan membuat ibuk mengerti bahwa dia juga harus memahami perasaanku. 

Sampai sekarang ayah telah membuatku tidak percaya dengan laki-laki. Aku selalu menolak setiap ada laki-laki yang memintaku menjadi kekasih. Mereka menjuluki diriku "perempuan dingin". Aku tak peduli. Sampai kapan pun, aku bertekad tidak akan pernah menikah. Lebih baik hidup sendiri daripada menikah dan ternyata mendapatkan laki-laki yang salah seperti ayah.

Aku meradang, "Buat apa Ibuk masih mau mengurus ayah, setelah bertahun-tahun meninggalkan Ibuk. Lalu, tiba-tiba dia datang menangis di kaki Ibuk mengakui salahnya, setelah badannya menjadi renta dan sakit-sakitan. Di mana perempuan yang sudah merebut Ayah dari Ibuk?" Aku melampiaskan semua yang ada di dalam hati. Aku marah kepada ibuk yang terlalu sabar dan nrimo.

"Kamu tahu kenapa ibuk tidak pernah bisa membenci ayahmu? Karena ada kamu di dalam hidup ibuk. Kamu adalah bagian dari diriku dan ayahmu." Ibuk menangis, dan siang ini aku merasa muak melihat air mata itu. Aku mencengkeram tepian meja dengan sangat kuat hingga kuku-kuku di jari tanganku memutih. Aku merasa geram, "Sampai kapan Ibuk akan  mengurus Ayah? Sampai Ayah mati?" Aku tetap tidak mengerti dengan jalan pikiran ibuk.

Ibuk hanya mengangguk, "Aku sudah berjanji di hadapan Tuhan bahwa akan setia dalam suka dan duka, dalam sakit dan senang sampai kematian memisahkan kami," ujar ibuk dengan disertai isak tangis.

Akhirnya, aku tetap mengantarkan ibuk bertemu ayah kemudian meninggalkannya di rumah nenek. Hingga sore menjelang, ibuk akan berjalan kembali ke rumah.

***

Sore itu, kulihat ibuk menangis di kamarnya. Aku datang mendekat.

"Aku sudah selesai menunaikan janjiku. Pergilah, lihatlah ayahmu!" kata Ibuk sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Aku masih belum mengerti dengan maksud ibuk. Aku hanya berdiri mematung. Kalau pembicaraan ini masih tentang ayah, aku merasa lebih baik pergi saja.

"Seruni, pergilah ke rumah nenek. Lihatlah ayahmu," pinta Ibuk sekali lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun