"Aku tidak mendengar!" tukas Senja cepat.
"Kenapa? Kamu tidak yakin akan dibaca?"
"Bukan, saat itu aku sedang naik gunung bersama teman-temanku. Mana ada siaran radio." Senja tertawa lepas.
"Lalu, email kedua? Kamu mendengar saat dibacakan?" tanya Dewa dengan wajah bingung.
"Nggak! Aku sedang berada di luar negeri karena pekerjaan."
"Kamu tidak penasaran apakah email mu akan dibaca atau tidak?"
"Tidak! Saat itu aku hanya ingin menuliskan sebuah cerita tentang pertemuanku dengan seorang laki-laki yang sangat menarik." Senja tersenyum lebar.
Dia memang tidak berharap emailnya akan dibaca. Siaran radio itu pun baru satu kali didengarnya, ketika dia sedang terbaring sakit. Senja suka dengan suara penyiarnya yang dalam. Setelah mendengar siaran itu, Senja tidak pernah sempat mendengar lagi. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
"Kenapa baru kali ini kamu tanyakan?"
"Karena setiap kita bertemu, kamu tidak pernah menyinggung cerita ini. Kamu tidak pernah mengatakan perasaanmu ketika mendengar email mu dibacakan."
"Saat itu aku nyaris menulis bahwa aku sudah jatuh cinta pada laki-laki yang  aku lihat di ruang tunggu bandara, tetapi aku menahan jari-jariku untuk menuliskannya. Kamu tahu butuh waktu 3 menit untuk jatuh cinta padamu. Aku menghitungnya di dalam hati." katanya pelan, nyaris berbisik.