"Pamit, Pak. Terima kasih."
"Silakan. Hati-hati mengemudi, Mas!"
Bapak itu betul. Sejauh mata memandang, hanya makam yang terlihat. Berderet rapi di bawah pepohonan rindang di beberapa tempat. Tidak ada tanda-tanda ada tempat jualan, apalagi bangunan cafe.
"Piring dan cangkir sudah dikembalikan, Mel?" Tak sabar aku bertanya setelah berada di jalan raya. Tidak mungkin kami berdua bermimpi. Kejadian ini  sama-sama kami rasakan.
"Belum, tuh ada di belakang." Melva berusaha menjangkau piring dan cangkir di lantai mobil bagian belakang.
"Lho, kok nggak ada ya. Pintu mobil kan terkunci." Melva berkata lirih dengan suara bergetar. Tangannya mengangsurkan segumpal jerami yang teronggok di karpet mobil.
Badanku menggigil, tanganku berkeringat. Rumah Melva masih 40 menit perjalanan lagi.
Ponselku berdering. Wajah Anisa dan Niko tampak di layar.
-------
Hennie Triana Oberst
De, 14.08.2021