"Dia nggak mau aku kunjungi." Suaranya agak tersendat, seperti ada batu di tenggorokannya.
"Sebentar lagi salju turun. Kau bisa menghabiskan waktu sering-sering dengannya." Richard tersenyum mendengar ucapanku.
"Iya, kamu benar. Yuk, aku antar. Sudah mulai gelap."
Tadi Richard memang berjanji memberiku tumpangan di mobilnya. Tiga kilometer melanjutkan jogging di tengah kegelapan dan udara yang mulai dingin bukan kesukaanku.
"Dua minggu lagi, kalau ada waktu, kuajak kamu ke festival wine di desa sebelah." Richard berkata saat mobilnya berhenti di depan tempat tinggalku.
"Ya, terima kasih. Kukabari kamu nanti," ujarku sambil menutup pintu mobil.
***
Malam ini aku tidak makan lagi. Kudapan tadi cukup membuat perutku sesak. Lebih baik mandi dan pergi tidur lebih cepat.
Kuletakkan secangkir teh jahe lemon di samping meja tempat tidur. Di pikiranku masih dipenuhi tentang Richard. Apakah karena dia menghadirkan bayang-bayang Joe?
Lantas, di mana rumah Cecilia. Dari mana asalnya si putri salju misterius itu.
Suara Blue melantunkan "Breathe Easy". Aku pun terlelap.Â