Dari kejauhan terlihat dia tersenyum senang. Dua orang lelaki paruh baya terlihat di antara barisan pohon-pohon anggur yang telah dipanen. Warna-warni daun musim gugur membuat bukit ini terlihat indah seperti lukisan.
"Aku tadi sempat membuat ini." Richard menghidangkan secangkir kopi susu panas dan sepotong Apfelstrudel dengan saus vanila.
"Terima kasih. Hmmm, pasti enak sekali." Kukipas-kipaskan telapak tangan ke arah hidung, menikmati aromanya.
"Terima kasih." Richard tersenyum senang.
"Kamu tinggal di sini, Ricard?" Maksudku rumah mungil di tengah kebun anggur ini.
"Iya, sesekali saja. Biasanya saat winter, aku suka di sini."
"Ya, pasti indah sekali pemandangan musim dingin dari atas bukit ini."Â
Richard mengangguk dengan mata berbinar, membenarkan perkataanku. "Cecilia biasanya juga datang saat winter, ketika salju turun."
Hampir tersedak aku mendengar perkataannya. Siapa Cecilia, gumamku dalam hati.
"Dia wanita yang datang dari arah Kapel di puncak bukit. Entah kenapa aku mencintainya. Sayangnya, dia hanya datang saat salju turun. Karena itulah aku bahagia jika salju turun setiap hari." Richard berkata seperti mengerti pikiranku.
"Kamu nggak pernah main ke rumahnya?"Â