Menurutnya, di daerah itu banyak laki-laki pekerja pendatang dari negara Asia Selatan. Bahaya, begitu menurutnya.
“Kenapa tidak menginap di hotel ini saja?”
“Mahal,” jawab saya sambil tertawa.
Saya putuskan mencari hotel ke arah yang berbeda dari arah yang ditunjuk pakcik itu.
“Nanti kalau tidak ada yang lebih baik, saya kembali lagi ke sini.”
Pakcik yang baik itu mengangguk dan berpesan agar hati-hati.
Tetapi sekitar 15 menit saya kembali lagi. Lelah dan sedikit takut juga setelah diwanti-wanti tadi.
Pakcik itu menyambut dan terlihat tersenyum lega, kemudian mempersilakan saya untuk masuk ke hotel mereka. Malam itu saya bisa tidur nyenyak.
Pagi-pagi sekali saya harus kembali ke bandara, walaupun saya tidak yakin akan terbang pagi itu. Tetapi lebih baik menunggu di bandara daripada berlama-lama di downtown.
Firasat saya betul, saya tidak bisa terbang. Tetapi saya tidak terlalu khawatir, karena saya bertemu dengan employee yang stranded juga. Mengejutkan, ada sekitar 100 orang yang tertahan di Hongkong. Kabar baiknya, penerbangan sore akan menampung penumpang lebih banyak.
“Hey, are you still in Hongkong?” tiba-tiba seorang petugas maskapai menyapa saya dengan wajah heran. Pria ini yang melayani saat check-in pertama, beberapa hari lalu.