Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Vila di Pinggir Pantai (1)

17 Oktober 2020   03:09 Diperbarui: 17 Oktober 2020   03:38 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi vila di pantai - foto: Free-Photos/pixabay.com

Badai Salju

Belum satu menit duduk di ruang tunggu, setelah melewati security control, tiba-tiba ada pengumuman. Penumpang yang akan terbang ke Frankfurt agar menuju meja petugas.

Ya ampun, ternyata semua penumpang harus mengambil kembali semua bagasi. Pesawat dari bandara Stuttgart ke Frankfurt dibatalkan. Sebagai gantinya kami harus naik kereta api cepat.

"Keburu nih?"

Suamiku bertanya ke seorang petugas maskapai penerbangan Jerman yang menangani masalah ini.

"Kein Problem. Kami sudah memberitahu bahwa penumpang dari Stuttgart harus ditunggu." Jawaban yang melegakan.

Ribetnya pengalihan perjalanan ini. Tiga koper besar dan satu koper kecil harus kami pindahkan. Sementara itu, kami berdua tidak membawa jaket musim dingin, hanya ditemani sweater seadanya.

Siapa yang niat untuk membawa jaket winter ke negara tropis. Tapi untungnya untuk putri kami telah kusiapkan. Anak-anak gampang sakit kalau kedinginan.

Tak kusangka, liburan musim dingin kali ini harus dilakukan di tengah badai salju yang parah. Kumpul keluarga besar di Pulau Dewata ini telah kami rencanakan lebih dari setahun lalu. Jarak yang berjauhan membuat kami, yang berasal dari keluarga besar, takbisa sering berjumpa.

***

Frankfurt airport

Saat berjalan menuju meja check-in, terlihat di bandara sangat sibuk. Di beberapa sudut berjajar tempat tidur lipat.  Memang, lantaran badai yang takbiasa ini banyak penerbangan dibatalkan dan penumpang terpaksa menginap di bandara.

"Maaf, pesawat telah berangkat," ucap petugas yang melayani.

Pingin kuobrak-abrik meja kerjanya. 

"Tadi kata petugas di Stuttgart pasti ditunggu."

"Maaf, keadaan kali ini betul-betul di luar kendali."

Lelaki berseragam itu berkata dengan nada memohon pengertian.

Selama aku tinggal di negara ini, belum pernah ada badai salju separah ini. Bukan hanya penerbangan yang kacau beberapa hari terakhir ini, lalu lintas darat pun lumpuh.

Tak jauh dari kami terlihat penumpang yang memarahi seorang petugas maskapai penerbangan. Omelan yang terpaksa ditelannya, suka taksuka.

Setengah putus asa dan pasrah kami menuju pintu keluar bandara sesuai arahan petugas tadi, bergabung dengan penumpang lainnya. Malam mulai larut, kelelahan mulai merambati pikiran. Putriku mulai ngantuk dan butuh tempat untuk rebahan.

Bus yang membawa kami menuju hotel yang disediakan maskapai terlihat penuh. Entahlah, ke mana saja tujuan penumpang yang lain. Semua orang memilih diam. Sepertinya, inilah cara terbaik menenangkan diri dari kegusaran dan kacaunya penerbangan kami.

***

Selamat datang di villa

Meskipun sedikit capek setelah perjalanan panjang, tapi masih beberapa kilometer lagi yang harus dilalui. Tujuan kami adalah bagian utara pulau Dewata. Mobil jemputan telah menunggu untuk mengantarkan kami ke tempat tujuan. 

Vila cantik dengan gaya bangunan tradisional menyambut kedatangan kami yang tertunda sehari. Ada tiga bangunan terpisah, vila utama, dengan kolam renang di depannya. Satu bangunan lebih dekat ke arah pantai, mirip dua rumah mungil yang berdempet. Yang ketiga dekat gerbang masuk, beratap ijuk yang cantik. Di lantai atas adalah kamar tidur, di bawah terdapat meja kerja dan rak arsip.

***

Amnesia

Tidak ada rencana kami ke mana-mana, hanya menikmati hari kumpul bersama keluarga. Kebahagiaan apalagi yang bisa mengalahkan waktu bersama saudara kandung yang tinggal berjauhan. Sebab itulah kami pilih vila di pinggir pantai dengan kolam renang, layanan tukang masak, tenaga kebersihan, dan mobil beserta supir yang tinggal tak jauh dari vila.

Selesai sarapan kami bersantai di teras yang menghubungkan ruang makan terbuka dengan kolam renang. Sebagian bermain di air. Aku sedang di dapur saat suamiku mengambil sesuatu, tiba-tiba kulihat putri kami bersiap menaiki pelampung.

Secepat kilat suamiku berlari. Malangnya, teras basah, ia terpelanting. Lantai di bawah kepalanya berdarah. Kakak iparku membantu dan menuntunnya ke kursi pantai yang tersedia di teras.

Aku ambil alih putriku yang berada di gendongan adikku, menenangkannya, bersyukur dia tidak masuk ke air. Lantas aku duduk di samping suami yang shock dan menahan sakit. Oh mein Gott, suamiku amnesia.

**bersambung**

-------

Hennie Triana Oberst - DE.16102020

--dari kisah pribadi--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun