Lukas bagiku hanya seorang sahabat. Aku bahkan sering dijadikan tempat curhatnya.
***
Senin pagi, Bu Susi, guru Musik kami memasuki kelas. Matanya merah dan sembab, terlihat beliau barusan menangis.Â
Wajah Lukas pucat. Bu Susi menyampaikan pengumuman bahwa Bima telah berpulang kemarin sore, lantaran kecelakaan di jalan raya yang menimpanya.
"Nina. Duh, gimana nih. Mulutku jahat sekali ya."
Lukas bicara dengan suara gemetar dan ada air mata menggenang.
Ya, aku masih ingat kata-kata candaannya tiga bulan yang lalu.
"Penuhi janjimu, Lukas!"
Aku menenangkan dia sambil berbisik.
"Yuk, kita harus siap-siap berangkat menuju rumah duka sekarang."
Aku tepuk bahu Lukas yang terduduk lemas.