Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Catatan Kecil untuk Menteri Agama yang Baru, Fachrul Razi

26 Oktober 2019   04:19 Diperbarui: 26 Oktober 2019   06:25 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalih yang kerap dipakai adalah itu untuk umat yang seagama dengannya. Akan tetapi, sudah tidak dapat dikatakan demikian, sebab video itu telah menjadi tontonan publik saat itu diunggah ke Youtube dengan pengaturan penontonnya adalah publik.

Karena publik, maka siapa pun bisa menonton itu termasuk penganut agama yang Kitab Sucinya sedang dibahas di situ. Timbullah pertanyaan: "Loh, kok begitu?" atau protes: "Tidak seperti itu!", dan sebagainya.

Kolom-kolom komentar pun menjadi medan perdebatan netizen yang saling membenarkan diri dan saling menertawakan bahkan saling menghujat. Video-video itu kemudian disebarluaskan melalui aplikasi percakapan (Messenger, Whatsapp, dll) dengan keterangan atau kalimat provokatif.

Fatalnya lagi, video-video itu dipotong dengan menayangkan bagian tertentu saja yang diyakini bisa langsung mempengaruhi emosi orang yang agamanya dibahas di video itu.

Video-video seperti itu tidak menyejukkan hati penganut agama yang Kitab Sucinya dipreteli pemahamannya oleh orang-orang yang tidak berkompeten atau tidak lagi berkompeten bicara tentang hal itu.

Ini bukan hal ecek-ecek. Jika hal ini terus saja dilakukan, maka itu seperti merawat bara. Di situ tidak ada mediator. Tidak ada wasit. Media sosial bak arena para gladiator atau ring bagi para petinju yang bertinju tanpa wasit, yang keluar dari situ dengan rasa tidak puas bahkan kemarahan.

Membawa rasa itu ke alam nyata. Mengendap di hati dan pikiran bagaikan magma di perut gunung berapi. Hingga akhirnya, hanya karena perkara kecil bisa menjadi momentum memuntahkan magma kebencian itu menjadi lahar yang menghancurkan kesatuan dan persatuan bangsa ini.

Aktivitas penajaman polarisasi bukan hanya politik tetapi juga agama yang ikut mengasah intoleransi bebas berlangsung di media sosial lewat berbagai status atau postingan atau lewat tulisan-tulisan dan tayangan-tayangan di berbagai media yang dibagikan di media sosial.

Oleh sebab itu, saya berharap, kiranya Menteri Agama yang baru memberi perhatian akan hal ini, karena setiap agama bertumpu pada kebenaran Kitab Sucinya, bukan pada "ketidakbenaran" Kitab Suci agama lain.

Bukankah sebaiknya setiap pembicara agama menggunakan kesempatan publikasi untuk menyampaikan isi Kitab Suci keyakinan agamanya sehingga orang yang tidak tahu menjadi tahu hal-hal apa saja yang diajarkan dalam Kitab Suci agamanya itu?

Ada banyak hal yang dapat dijadikan materi khotbah atau ceramah dari Kitab Suci masing-masing yang sampai akhir zaman tidak akan habis dibahas. Mengapa tidak membahas itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun