Padahal sebabnya di dia sendiri, yakni di pikirannya. Dia yang berpikir pengemis itu penipu, oleh karena itu dia tidak mau memberi. Jadi, bukan karena pengemis itu benar-benar penipu, tapi pikirannya yang mengatakan pengemis itu adalah penipu.
Demikianlah seringkali kita menaruh sebab pada orang lain, padahal sebab itu ada pada kita sendiri.
Kita tidak menyadari bahwa dosa bukan saja perkara-perkara besar yang terlihat mata, tapi justru dosa lebih banyak mengambil tempatnya di dalam hati dan di pikiran kita.
Gambar II. Kucing Tapi "Singa".
Ada manusia yang dari tampilan fisik tampak "tidak berbahaya". Hanya "seekor kucing", tapi ternyata ia tidak "sejinak kucing". Ia bahkan jauh lebih berbahaya dari "seekor anjing", sebab ia bisa menjadi seperti "seekor singa".
Penampilan bisa menipu. Oleh sebab itu, janganlah kita menilai orang hanya dari luar saja. Yang kelihatan jahat, tidak berarti jahat; yang kelihatan baik tidak berarti baik, sebab itu baru pada tahap "kelihatan".
Hindarkanlah diri kita dari menilai seseorang itu jahat atau orang itu tidak baik, atau sebaliknya, hanya dari penampilannya atau dari luar saja atau dari kelihatannya.
Tahu dulu dan kenali dulu. Itupun baru tahap awal. Sebab, selain tahu dan kenal, masih ada tahap pahami dulu maka mengerti. Dan, semua itu harus melalui tahap kebersamaan .
Tahap-tahap untuk bisa disebut punya dasar menilai seseorang cenderung tidak dilalui. Sama seperti hal bicara. Ada prosedur bicara, tapi itu juga seringkali tidak dilakukan, sehingga mulut terkadang mendahului telinga, mata dan otak.
Lihat juga: Prosedur Bicara.Â
Salam. HEP.-