KETERPURUKAN KELAS MENENGAH DAN DAMPAKNYA
Kelas menengah cenderung menghabiskan penghasilan lebih mereka pada konsumsi dan kesenangan (leisure). Mereka berbelanja merk-merk ternama, pergi menikmati atraksi dan hiburan-hiburan yang tersedia dan bersenang-senang.Â
Kelas Menengah dapat meningkatkan penghasilan mereka melalui kenaikan karir kerja maupun melalui kenaikan gaji.Â
Saat terjadi kenaikan harga barang, misalnya akibat dipangkasnya subsidi pada bahan bakar yang menyebabkan kenaikan harga bahan bakar dan pastinya akan turut mendongkrak kenaikan harga barang lain, sementara penghasilan tidak meningkat dengan setara kenaikan harga barang, menekan Kelas Menengah.Â
Konsumsi kebutuhan pokok dan kebutuhan prestis status sosial menjadi dinamika sendir saat situasi ini terjadi.Â
Kelas Menengah yang memilih tetap menjalani hidup prestisius atau mewah di tengah kenaikan biaya kebutuhan pokok seperti biaya kesehatan dan pendidikan yang sangat tinggi, terpaksa meminjam uang dari berbagai sumber, atau terpaksa menghabiskan simpanan mereka yang semula diperuntukkan untuk masa pensiun maupun keadaan darurat.
Sementara bagi Kelas Pekerja, biaya konsumsi prestisius atau status sosial ini tidak begitu dominan, dan di lain sisi Kelas Pekerja ini mendapatkan bantuan yang cukup memadai dari Autority.
Sehingga, kenaikan biaya hidup tidak berpengaruh signifikan terhadap pola hidup mereka. Setidaknya, bantuan dari autority tersebut tidak menyebabkan timbulnya kemiskinan massal pada kelas pekerja ini.
Keterpurukan Kelas Menengah dapat pula menyebabkan pengambilan keputusan yang cukup tidak lazim seperti mencoba-coba bisnis baru, dan mencoba-coba investasi baru.Â
Investasi maupun bisnis, yang dalam prosesnya membutuhkan ketrampilan bisnis yang jauh berbeda dari keseharian pekerjaan para Kelas Menengah ini, dapat berujung pada kesuksesan (tambahan income) tidak terduga.