Sedikit pengingat, Family Scapegoat Abuse (FSA) terjadi pada sebuah keluarga yang sudah kehilangan fungsinya dan biasanya bersifat toxic bagi anak. Korban tidak bisa terhindar dari intimidasi, penolakan, bahkan penganiayaan. Rebecca C. Mandeville sebagai FSA recovery coach menyampaikan bahwa anak-anak korban FSA akan mengalami perjuangan kesehatan mental dan emotional well being sepanjang hidupnya. Anak-anak ini hidup tanpa pengakuan dan apresiasi sehingga mereka akan kesulitan mempercayai persepsi soal diri mereka saat dewasa nanti.
Dampak FSA tidak bisa dianggap angin lalu. Sebagai manusia dewasa kita perlu cermati berbagai dampak di bawah ini agar tidak terseret arus FSA entah sebagai pelaku atau korbannya.
1. Impostor Syndrome
Dikenal pula sebagai sindrom penipu. Korban FSA selalu merasa ragu dan tidak puas atas bakat, prestasi atau pencapaian lain dalam hidupnya. Ia berpikiran bahwa segala prestasinya hanya kebetulan atau keberuntungan semata. Perasaan rendah diri ini diikuti dengan ketakutan kalau suatu saat jati diri sebenarnya akan terungkap. Ia takut dianggap penipu atas segala pencapaiannya.
2. Normalisasi perilaku disfungsional
Korban seringkali merasa "normal" atas pelecehan mental dan emosional yang terjadi di sekitarnya. Sulit bagi korban untuk menetapkan batasan bahwa perilaku seseorang berpotensi merusak atau melewati batas. Mereka cenderung melabeli diri berlebihan atau terlalu sensitif. Mereka tidak tahu cara keluar dari lingkungan FSA.
3. Menjadi people pleaser
Kondisi disalahkan terus menerus dan tidak ada ruang untuk membela diri membuat korbannya selalu merasa kalah. Baginya, membahagiakan orang lain adalah jalan keluar dari pelecehan emosional selama ini. Membuat orang bahagia memberi pengalaman akan rasa diterima dan dihargai bagi korban. Rasa yang tidak ia dapatkan selama berada di lingkungan FSA bisa ia peroleh sekalipun harus mengabaikan diri sendiri.
4. Trauma dan berbagai gangguan kepribadian lainnya
Dirampasnya berbagai hak anak dalam FSA mengandung konsekuensi serangan panik, kecemasan, depresi, kesedihan yang tidak disadari dan kesulitan dalam mengelola amarah.