Mohon tunggu...
Heni Pristianingsih
Heni Pristianingsih Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Mencari inspirasi hidup melalui kisah dan pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Pembawa Secawan Madu

8 Agustus 2021   01:59 Diperbarui: 8 Agustus 2021   02:00 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar (sumber WallpaperBetter.com) 

Senja mengembang di sudut kerapuhan yang menyeruak dalam bayang-bayang hitam kala itu. Nyaris tanpa suara, di atas balkon, sesosok wanita berdiri mematung dan memandang jalan raya yang seakan tidak pernah berhenti arus lalu lintasnya bagaikan detak suara jam dinding.

Baginya, seolah kaki tak lagi menjejak bumi. Antara khayal dan fakta bergulat mencari kemenangan. "Bukankah aku telah tahu hal ini akan terjadi?"serunya tertahan di dalam kerongkongan yang kian mengering.

"Sherlyn...." Daniel yang tiba-tiba datang dan memeluk dan mencium lehernya dari belakang membuat wanita berparas manis itu terkejut bukan kepalang. Gaun malam yang sekali waktu tersingkap ditiup angin, semakin menambah kesyahduan malam yang dingin menggigit.

Sejurus kemudian, kedua pasangan yang dilanda asmara itupun masuk dan bersiap menyantap jamuan malam yang telah tersedia di atas meja makan bundar disinari lampu temaram. Sherlyn memandang wajah laki-laki yang ada di depannya dengan penuh saksama. Untuk kesekian kali, dia merasakan tatapan mata yang hangat dan menyimpan keteduhan di sana.

Sherlyn menggenggam tangan Daniel seakan enggan untuk melepaskan. Kedekatan hati yang telah terjalin beberapa tahun terakhir ini telah membangun sebuah rasa cinta yang semakin kokoh. "Apa engkau ingin kembali bersamanya ?"terdengar suara serak menahan tangis yang tertahan keluar dari bibirnya yang tipis. 

Daniel hanya menghela napas panjang. Baginya masa lalu itu telah berakhir sebagaimana buku harian yang telah terkunci dan kuncinya juga kini menghilang. "Dia yang telah ingkar dan meninggalkan aku," ucapan Daniel berusaha meyakinkan hati kekasihnya yang tengah gundah. 

Diam-diam, ada rasa cemburu yang kian menggelitik pada perasaan Sherlyn. Kepalanya seakan dipenuhi berbagai pertanyaan yang hendak dia korek langsung dari seseorang yang ada di hatinya itu. Mereka pasti telah berasumsi negatif terhadap dirinya. Cinta? Mungkinkah Tuhan memberikan sebuah cinta yang sejati pada manusia seperti dirinya ?

Cinta atau sekedar pelarian semata bukan lagi menjadi pertimbangan bagi seorang Sherlyn. Faktanya, dia telah merelakan semua kehormatan yang dimiliki atas nama cinta. Cinta yang tanpa syarat. Sementara, bayangan bocah laki-laki dan perempuan seakan terus membayanginya. Seolah mereka hendak mengatakan agar Sherlyn membiarkan orang tuanya bersatu kembali.

"Kenapa aku harus melepaskan, sementara perempuan itu telah mencampakkan sesuatu yang telah dimilikinya dengan begitu mudah? " Jari-jemari ramping Sherlyn menari memainkan pena untuk meluapkan segala perasaan yang bergemuruh memenuhi ruang hatinya. Usianya kini tidak lagi muda. Pencarian tentang satu cinta sejati bagaikan mencari jarum di antara tumpukan jerami. 

Merelakan seorang kekasih hati untuk hidup bersama dengan orang lain itu tidak lebih dari ungkapan kebohongan belaka. Di sisi lain, apa yang disatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Hubungan Sherlyn dan Daniel kian terasa rumit. Bagaimana mungkin Sherlyn menjalani sebuah hubungan tanpa status ? 

Manakah yang lebih baik, hidup berpoligami dengan dua istri yang sama-sama sah secara perkawinan atau hanya memiliki satu istri namun memiliki hubungan gelap dengan wanita lain? "Tuhan, aku mohon, berikan keadilan-Mu kepadaku. " Sherlyn merenungi kehidupan yang saat ini dijalaninya. 

Sesekali pandangan Sherlyn tertuju pada Daniel yang tengah tertidur dengan lelap malam ini. Tampak raut bahagia menghiasi wajahnya yang seakan sedang bermimpi indah. Setiap langkah pasti akan mencapai tujuan. Begitu pula dengan Sherlyn. 

Malam terasa panjang. Pertarungan emosi dan logika membuatnya bertahan dari rasa kantuk yang seharusnya datang. Dia mencebir sehelai kertas yang sedari tadi tidak pernah lepas dari tatapannya. Sesekali Sherlyn menghela napas seakan hendak melepaskan sebongkah batu yang menekan rongga dadanya. 

Waktu kian berjalan begitu cepat, tanpa disadari, Sherlyn tertidur di atas meja hingga pagi menjelang. Dengan sedikit terkejut, dia segera bangkit dari tempat duduknya. Perlahan dia melangkah dan duduk di tepi ranjang.

Daniel masih belum bangun. Diciumnya kening lelaki yang sangat dia cintai itu sebelum dia berangkat. Sengaja Sherlyn meninggalkan secarik kertas yang diletakkan di atas meja rias agar tidak mengganggu tidak kekasihnya. Hari ini Sherlyn tampak terburu-buru karena telah membuat janji dengan seseorang. 

***

Seorang wanita berambut pirang dan berkulit putih telah menunggunya. Dengan sedikit ragu, dia menyapa Sherlyn. Tampak seulas senyum yang dipaksakan menghiasi wajahnya yang ayu. Jantung Sherlyn seakan berdegup kencang namun dia berusaha untuk menguasai keadaan. 

Wanita itu bernama Yuletha, istri Daniel. Diam-diam, ada rasa cemburu menyeruak dari hati Sherlyn yang paling dalam. Bagaimanapun, Yuletha jauh lebih beruntung dibandingkan dengan dirinya. Setidaknya dia memiliki status pernikahan. Sebesar apapun cinta Daniel terhadap Sherlyn dan begitu juga sebaliknya, Daniel masih milik perempuan lain. 

"Jika saja aku tidak melihat anak kalian maka aku tidak akan melepaskan Daniel, "suara Sherlyn tertahan. Kali ini dia tidak mampu lagi menahan air bening yang mengalir dari ke dua sudut matanya. " Jaga dia baik-baik. Kamu seharusnya lebih memahami tentang suamimu dibandingkan wanita lain karena kamu istrinya. " 

Yuletha hanya diam tanpa tahu harus berkata apa. Mulutnya seolah terkunci rapat. Hanya satu harapan yang dia punya bahwa Daniel akan kembali dalam pelukannya seperti dulu lagi. Yuletha menyadari jika selama ini sikapnya terlalu menuntut yang berlebihan terhadap Daniel. 

Sherlyn segera pergi meninggalkan Yuletha yang tidak terlalu banyak bicara pada pertemuan tadi. Hatinya hancur dan sangat kehilangan. Separuh hatinya kini telah hilang. Dengan segera dia mempercepat langkah kakinya. Dia harus bangkit dan mengubur semua kenangan masa lalu yang indah bersama Daniel. 

***

Hari menjelang siang ketika Daniel terbangun dari tidurnya. Pekerjaan kantor membuatnya terasa sangat lelah tadi malam. Hingga dia tidak sempat berbincang tentang berbagai hal kepada Sherlyn pada saat makan malam. 

"Sherlyn.... Sherlyn.... "Daniel agak bingung karena tidak menemukan perempuan yang telah membuatnya sadar akan ketulusan. Semua hidangan makan telah tersedia di atas meja. Sherlyn sangat mengerti apa yang dibutuhkan oleh Daniel bahkan dari hal yang kecilpun. Meskipun seorang wanita karier, Sherlyn mau melakukan pekerjaan rumah dengan terampil. 

Daniel berputar mengelilingi setiap ruangan dalam rumahnya namun wanita yang kini ada di hatinya itu telah pergi. Tanpa sengaja dia melihat secarik kertas yang tergeletak di atas meja rias. "Jika belahan hati yang satu terluka maka sisi belahan hati yang lain pasti akan terluka juga. With love.....Sherlyn "

Daniel sangat menyesal mengapa dia tadi bangun kesiangan. Apakah Sherlyn pergi karena merasa terabaikan oleh sikapnya? Mengapa tidak mau berbicara secara terus-terang jika ada permasalahan antara merela berdua? Berbagai pertanyaan memenuhi kepala Daniel sekarang. 

Tiba-tiba suara bel rumah berbunyi. Masih dengan seribu pertanyaan yang berputar di kepala, Daniel segera membukakan pintu. Dia agak terkejut melihat tamu yang ada di hadapannya. "Yuletha.... ", sapanya kepada wanita yang menjadi ibu dari kedua anaknya. 

" Maafkan aku, Mas. " Perempuan itu segera menghambur dan menangis dalam pelukan suami yang telah sekian lama dia tinggalkan. Daniel hanya terdiam menahan rasa amarah dan kecewa. "Papa.... kita semua kangen, " Daniel dikejutkan dengan kedatangan anak-anak mereka yang berlari dan tertawa bahagia mendekatinya. "Yusvan.....Alea...." Danielpun memeluk erat dan mencium kedua buah hati mereka dengan penuh kerinduan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun