Mohon tunggu...
Henik sriwahyuni
Henik sriwahyuni Mohon Tunggu... Guru - Mengajar di SMP Swasta, Ingin belajar menulis agar tak sia-sia Tuhan memberi kecerdasan, walau cerdasku belum sepadan tuntutan Alam

Lahir di wlingi Blitar pada 13 April 1975,Istri dan ibu dari 3 Arjuna dan 1 Srikandi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Virus dari Masa Lalu

18 Desember 2021   20:40 Diperbarui: 31 Desember 2021   20:00 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Untuk hal apa? ". Tanyaku heran. 

"Ra kumohon dengarkan aku juga, biar aku lega,  sebentar saja",  pintanya memelas.   Awalnya aku ingin menolak, tetapi kwatir Ia mengira aku masih sakit hati padanya,akhirnya ku iyakan.   "Okey kita mau bicara dimanal?",   tanyaku. "Serambi masjid".  "Okey".   Kepalang basah pikirku. Kami cari tempat duduk, di pinggir taman masjid RS, yang kebetulan agak longar walau tak sepi juga sih. 

"Sambil minum Ra",  Ia mengulurkan sebotol Oriens Jus.  "Makasih, "   Ucapku sambil menerima ulurannya. 

"Ra sebelumnya ku ucapkan terimakasih, engkau mau datang".  Ia mengawali pembicaraan.  "Aku ingin kau tahu,  apa yang terjadi tak pernah ku inginkan,  aku mengangap rasaku padamu 30 tahun lalu sebagai karunia,  yang gagal ku perjuangkan".  Aku hanya diam dan berusaha tenang.   "Andai keluargamu tak menolakku dulu,  aku rela meningalkan keluargaku demi hidup bersamamu, namun Bapakmu menolakku".    "Jadi kau sempat temui,  Bapakku setelah peristiwa itu? ".    "Ya,  saat kau dipindahkan sekolah, ku beranikan diri menemui Bapakmu bersama Pamanku". "Sayangnya Bapakmu langsung menolakku",  lanjutnya.   Aku menghela napas,   karena baru ku tahu hal ini, namun tak bearti pula bagiku. 

"Percayalah padaku,  rasaku padamu tak pernah berubah".    "Whattt...",  aku terperanjat.   "Tenanglah,  aku tahu diri tak menganggu kehidupanmu, aku akan menyayanggimu dengan caraku sendiri". "Baiklah, cukup ",   pintaku tegas padanya. 

Aku tak mengerti permainan takdir apa ini.   Kau hadir saat telah tak mengingatmu.   Tak tersisa rasaku untukmu,  walau kuakui kau orang pertama yang pernah membuka pintu hatiku.   Aku tak dendam padamu, tak pernah.   Namun berbagi kasih denganmu sebagai sahabat ataupun keluarga seiman denganmu, aku tak mau.    Karena kau tak mampu berpaling pada yang lain.   Bila rasamu padaku sebagai pria dan wanita hilang.   Aku tawarkan hatiku sebagai saudarimu.  Demi sebuah hati yang mengisi penuh rongga dadaku.   Akan ku jaga selalu percayanya padaku.   Namun sebagai hamba yang hina di hadapan-Nya kupanjatkan doa, semoga kau dapatkan takdir baikmu. 

By Henik. S

Ahad, 19 Desember 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun