Mohon tunggu...
Henik sriwahyuni
Henik sriwahyuni Mohon Tunggu... Guru - Mengajar di SMP Swasta, Ingin belajar menulis agar tak sia-sia Tuhan memberi kecerdasan, walau cerdasku belum sepadan tuntutan Alam

Lahir di wlingi Blitar pada 13 April 1975,Istri dan ibu dari 3 Arjuna dan 1 Srikandi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Virus dari Masa Lalu

18 Desember 2021   20:40 Diperbarui: 31 Desember 2021   20:00 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam semakin larut, semua anakku sudah tertidur, namun suamiku belum pulang.  Ada yang meminta santrinya main hadroh di dusun sebelah. 

Tiba-tiba ponselku berdering. Heemm... Nomor asing ,mungkin wali murid, tapi kok selarut ini nelpon. Berbagai tanya berkecamuk dalam benakku.

"Hallo, selamat malam, ini dari siapa ya? ",Tanyaku. "Assalamualaikum, apakah ini Rara, alumni SMP BARA? ", tanya suara pria di seberang sana.  "Walaikumsalam, Benar, ada yang bisa dibantu? ", jawabku. "Aku Heri Irawan, kau masih ingat? ".

Otakku berputar sejenak, membuka memori 33 tahun yang lalu. Yaach dia, baru aku ingat. " Ya...ingat, bagaimana kabarmu? ".  "Baik, Ra bagaimana denganmu? ".  "Alhamdulillh aku baik, maaf dapat nomorku dari mana? ", tanyaku. 

Aku heran puluhan tahun tak kontak dengannya. 

 "Tak sengaja aku jumpa sepupumu, di kondangan, kamu baru pulang kampung ya? ".   "Iya,  sepupuku baru saja mantu, Seminggu aku di kampung".  "Kamu tinggal dimana? ". "Masih di tempat yang dulu, aku tinggal di rumah mamakku, sambil merawat bliau,sakit sudah struk". "Aku turut prihatin, semoga lekas sembuh, salam ya buat istrimu".  Tak ada jawaban dari sebrang sana.  "Hallo". "Hallo".

Hampir saja ku tutup, ku kira sudah tak tersambung lagi dengannya.  "Ra,...kau masih mendengarku? ". Tanyanya kelu. "Ya aku masih mendengarmu".  "Ra... Bolehkah aku minta tolong? ".  "Untuk hal apa ya? ", tanyaku heran.  "Besok sore, maukah kau ke Abdul moeloek?", Pintanya penuh harap. 

 "Ngapain? ".  Semakin heran aku.

Lama sekali dia jawabnya, ingin kuakhiri namun kasian, kurang etis rasanya.

 "Mamakku malam ini  dirujuk di RS Abdul Moeloek, Ra".  "Mamakku ingin sekali ketemu kamu, ku mohon Ra, Semoga saja bliau... Panjang umur".  Suaranya terbata-bata.  Hemm..bathinku galau.  "Besok kukabari ya, aku minta ijin suami dulu". "Baiklah,terimakasih Ra, kutunggu kabarmu".

Sebenarnya, aku enggan, aku tahu karakter Heri, aku mengenalnya sejak kecil.  Namun,  jika ibunya yang meminta, aku harus tanyakan ke suami besok. 

"Jauhi anakku, kau mengincar harta kami ya, anakku tak sepadan denganmu".  Ah... Kata itu, terlintas lagi di memoriku.  Saat itu aku dan Heri, sedang menari sambil lempar selendang.  Acara bujang gadis di Kampungku.  Acara malam pengantin Kak Mahda tetanggaku.  "Lagian anakku, anak tertua, tak sembarangan aku memilih menantu".  Untung saja, aku dididik kerja keras sejak kecil, hingga tuduhan keji itu bisa kuabaikan, walau akupun malu saat itu. 

Sejak kejadian itu, keluargaku memindahkan sekolahku.   Agar aku fokus dengan pendidikankku.  Aku juga bertekad jika belum sarjana aku tak kan pulang ke kampungku.  Aku ikut pamanku di Metro Kibang Lampung Timur. 

Tuhan punya rencana, yang tak terduga. Keluargaku buka usaha di Lampung Timur.  Akhirnya kami sekeluarga pindah. Sejak saat itu aku tak pernah kontak, Apa lagi bertukar berita. 

Namun takdirku, kembali ke Natar.  Karena jodohku orang Natar.  Tuhan mengapa setelah sekian lama aku harus terhubung dengan keluargannya lagi. 

Pagi-pagi, sambil ngeteh bareng,  ku utarakan ke suamiku.  Melalui penjelasan yang cukup panjang.  Diskusipun   cukup lama.  Akhirnya suami memberi ijin dengan berbagai syarat.  Suamiku pun menghubungi beberapa sepupuku menanyakan, kebenaran ceritaku.  Atas pertimbangan kemanusiaan,  Akhirnya ku Wa Heri,  minta info ruang dan nomor kamar.  Ternyata masih di ICU. Hal ini membuat suamiku makin merestui aksi kemanusiaanku, walau tak bisa mengantarku. 

Jarak rumahku dengan RS tidak jauh, cukup 40 menit, sampai.Kebetulan parkiran motor tepat di depan IGD.  Baru saja selesai ku lepas helmku.   "Makasih Ra, kamu benar-benar datang".   "Upps... ",  aku  terkejut ,   "Kamu Her!, banyak berubah ya kamu".  "Kamu juga,  tambah....tapi tetap cantik kok,Heeeh", Ucapnya sambil mengacak rambutnya sendiri. 

Setelah cukup basa-basi,  dia mengajakku nenuju lGD,  langsung ke  sebuah kamar, tepatnya ruang ICU.  Tampak seorang wanita, yang tak berdaya dengan berbagai selang dan peralatan medis yang tak kutahu namanya.  Pipinya sangat tirus, badannya sangat kurus, kulitnya lebih hitam dari yang kulihat 30 tahun yang lalu.

 Ku sentuh tangannya. "Ibu, ini aku Rara, benarkah ibu ingin jumpa denganku? ", bisikku.  Perlahan matanya terbuka, aku dekatkan lagi wajahku.  "Ibu ini Rara".  Bibirnya nampak bergetar, tangan kanannya menyentuh pipiku.   "Ra.. Ra.... Inikah.... benarkah? ",  tanyanya lirih, hampir tak terdengar andai wajahku tak mendekat padanya.   "Maafkan aku, aku kena karma karena menghinamu dulu",  ucapnya terbata sambil menitikan bulir-bulir bening di sudut matanya.   "Aku sakit, harta kami habis, menantuku meminta cerai, karena ngak tahan hanya di rumah merawatku".  "Jika Gusti Allah mundut, aku ikhlas setelah dengar maafmu, Nak",   dengan susah payah Bliau bercerita.   Akupun berkaca-kaca, sambil mengusap-usap punggung telapak tangannya. 

Setelah menarik napas dalam-dalam,  ku berbisik padanya.   "Ibu tak ada yang perlu di maafkan,  aku dan keluargaku tak pernah mengingat cerita masa lalu".  "Sekarang ibu istirahat, lupakan semuanya kita mulai dari Nol lagi, insyaallah aku akan membawa Bapak dan Mamak kemari",  ucapku sambil memberi senyuman termanis yang kumiliki. "Terimakasih, kau sunguh baik hati aku menyesal menyia-nyiakanmu, namun aku bersyukur Gusti Allah Paringgi kesempatan meminta maafmu".   Ku usap air matanya,  Ia ngengam erat tanganku. "Istirahatlah  Bu,   Jangan banyak bicara lagi".  Ia menganguk dan memejamkan mata. 

Setelah beberapa saat.   "Nampaknya Ibu sudah tertidur,sebaiknya aku pamit, Insyaallah akan ku bawa keluargaku mennjenguk Ibu,secepatnya",  Pamitku pada Heri.    Aku beranjak keluar ruangan, Heri mengikutiku. 

"Sebentar Ra,mohon waktu lagi, sebentar saja". Sampai di halaman IGD, Heri menghentikan langkahku. 

"Untuk hal apa? ". Tanyaku heran. 

"Ra kumohon dengarkan aku juga, biar aku lega,  sebentar saja",  pintanya memelas.   Awalnya aku ingin menolak, tetapi kwatir Ia mengira aku masih sakit hati padanya,akhirnya ku iyakan.   "Okey kita mau bicara dimanal?",   tanyaku. "Serambi masjid".  "Okey".   Kepalang basah pikirku. Kami cari tempat duduk, di pinggir taman masjid RS, yang kebetulan agak longar walau tak sepi juga sih. 

"Sambil minum Ra",  Ia mengulurkan sebotol Oriens Jus.  "Makasih, "   Ucapku sambil menerima ulurannya. 

"Ra sebelumnya ku ucapkan terimakasih, engkau mau datang".  Ia mengawali pembicaraan.  "Aku ingin kau tahu,  apa yang terjadi tak pernah ku inginkan,  aku mengangap rasaku padamu 30 tahun lalu sebagai karunia,  yang gagal ku perjuangkan".  Aku hanya diam dan berusaha tenang.   "Andai keluargamu tak menolakku dulu,  aku rela meningalkan keluargaku demi hidup bersamamu, namun Bapakmu menolakku".    "Jadi kau sempat temui,  Bapakku setelah peristiwa itu? ".    "Ya,  saat kau dipindahkan sekolah, ku beranikan diri menemui Bapakmu bersama Pamanku". "Sayangnya Bapakmu langsung menolakku",  lanjutnya.   Aku menghela napas,   karena baru ku tahu hal ini, namun tak bearti pula bagiku. 

"Percayalah padaku,  rasaku padamu tak pernah berubah".    "Whattt...",  aku terperanjat.   "Tenanglah,  aku tahu diri tak menganggu kehidupanmu, aku akan menyayanggimu dengan caraku sendiri". "Baiklah, cukup ",   pintaku tegas padanya. 

Aku tak mengerti permainan takdir apa ini.   Kau hadir saat telah tak mengingatmu.   Tak tersisa rasaku untukmu,  walau kuakui kau orang pertama yang pernah membuka pintu hatiku.   Aku tak dendam padamu, tak pernah.   Namun berbagi kasih denganmu sebagai sahabat ataupun keluarga seiman denganmu, aku tak mau.    Karena kau tak mampu berpaling pada yang lain.   Bila rasamu padaku sebagai pria dan wanita hilang.   Aku tawarkan hatiku sebagai saudarimu.  Demi sebuah hati yang mengisi penuh rongga dadaku.   Akan ku jaga selalu percayanya padaku.   Namun sebagai hamba yang hina di hadapan-Nya kupanjatkan doa, semoga kau dapatkan takdir baikmu. 

By Henik. S

Ahad, 19 Desember 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun