Mohon tunggu...
Henie Kurniawati
Henie Kurniawati Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog dan Dosen Psikologi

Psikolog Biro Psikologi Proaktif | Dosen Psikologi UIN Saizu Purwokerto | Pengurus HIMPSI Wilayah Jateng | Pengurus API Wilayah Jateng

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Siapkah Anda Bersikap Baik-baik Saja Saat Situasi Tidak Baik?

21 Juli 2021   17:33 Diperbarui: 22 Juli 2021   03:17 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merasa gelisah dan cemas layak kok. Namun di balik itu tetap mengupayakan terbaik untuk menghargai diri.
Sedih dan kecewa itu datang silih berganti. Kita tidak harus menjadi sempurna sebagai manusia. 

***

"Klien" demikian sebutan orang yang secara sengaja meminta bantuan untuk melakukan proses konseling kepada psikolog atau konselor.

Klien dan kita semua dihadapkan pada tantangan untuk menjalani kehidupan, baik itu positif atau negatif, ringan atau berat, bahkan kondisi terpuruk atau bangkit dari keadaan. Klien terkadang nampak penuh keluhan, letih, tertekan, dan terbebani. 

Hadirnya masalah pun juga dianggap sulit untuk diatasi. Namun keoptimisan klien dan kita semua terbentuk saat mampu berkomitmen menjalani kehidupan dengan penuh keyakinan diri, bukan bersantai, inginnya serba nyaman, enak-enak semaunya tanpa aturan, atau bahkan mudah tertekan menghadapi berbagai permasalahan kehidupan.

Adanya wabah Virus Corona-19 menurut World Health Organization (WHO) sebagai problem yang berdampak serius pada kesehatan karena penyebaran yang cukup pesat di seluruh dunia. 

Berbagai aspek kehidupan, termasuk fisik, emosi, mental, sosial, dan spiritual, perlu didukung oleh tenaga kesehatan, diantaranya psikolog untuk lebih fokus terutama pada masalah perilaku manusia. 

Sebagian besar orang sudah terbebani dengan permasalahan hidup, namun saat wabah ini terjadi, semakin pula dihadapkan pada persoalan yang penuh ketidakpastian dan tekanan mental yang cukup berat (Roman, Hossen, & Mthembu, 2020).

Institute Health Metrics and Evaluation (IHME) (2017) menyebutkan beban penyakit di Indonesia terutama pada gangguan mental, dalam tiga dekade menduduki rangking pertama adalah depresi. 

Jenis gangguan mental lainnya, yaitu cemas, skizofrenia, bipolar, gangguan perilaku, autis, gangguan perilaku makan, Attention Deficit Hiperactive Disorder (ADHD) yang dialami oleh penduduk di Indonesia. Sedangkan di dunia sejumlah 450 juta orang mengalami gangguan jiwa (Kemenkes, 2019).

Oleh karena itu, keterlibatan psikolog perlu untuk menyuarakan keprihatinan klien atau bahkan kita semua yang mengalami problem mental, termasuk pula dampak yang muncul dari wabah corona ini. 

Psikolog menjadi terkondisikan sebagai figure yang arif, bijak, dan tulus sebagai penolong dan pemberi solusi. Proses menjadi baik-baik saja tidaklah mudah, apalagi menghadapi situasi yang tidak baik-baik seperti sekarang ini. 

Selanjutnya, benarkah sejuta nasihat psikolog itu efektif?. Ternyata "tidak", klien yang datang ke psikolog bukan untuk di beri solusi, bukan pula untuk di diberi ucapan berbunga-bunga, dan kata-kata manis untuk memenuhi semua keinginannya. Lantas apa sebenarnya yang diharapkan klien? Mari kita simak satu ilustrasi klien yang datang ke psikolog.

Ilustrasi klien

Klien sebut saja bernama Budi, laki-laki separuh baya dengan sikapnya yang sangat sayang kepada keluarganya, istrinya seorang yang setia dengan empat orang anak, dua laki-laki dan dua perempuan. 

Budi berprofesi sebagai kontraktor, menekuni usahanya ditemani istri tercinta. Setelah membina rumah tangga yang cukup harmonis selama 25 tahun, tahun 2020 istrinya meninggal dunia karena Covid-19 disertai komorbid leukimia. 

Berselang satu bulan kepergian istrinya, laki-laki ini mengalami depres. Atas rekomendasi psikolog disarankan menjalani pengobatan psikiater dan tiap dua minggu sekali datang ke psikolog untuk menjalani psikoterapi.

Pertemuan online pertama dengan psikolog, Budi mengutarakan rasa sedih, merasa sendiri, resah, dan tidak bisa melupakan istrinya. Saat berusaha ingin bangkit, tetap saja ada rasa tertekan memikirkan masa depan keempat anaknya tanpa ibu.

Teman-teman Budi memintanya untuk mengikhlaskan, dan merelakan kepergian istri, serta didorong untuk membuka diri mencari ibu baru untuk ke empat anaknya.

Psikolog mencoba menanyakan satu hal ke Budi, apakah ada cara yang paling efektif untuk kondisi Budi saat ini?, Budi menjawab: Berilah kesempatan pada saya, dua minggu lagi untuk mencerna proses psikoterapi ini, berilah kesempatan saya untuk menata perasaan ini, saya yakin Tuhan akan memberi kekuatan. 

So, artinya tidak apa-apa apabila untuk sementara waktu klien masih merasa sedih dengan kehilangan orang yang dicintainya, klien lebih memerlukan penerimaan orang-orang disekitar untuk "empati" yaitu keadaan untuk dimengerti dan dipahami perasaannya. 

Ketika lingkungan atau orang-orang disekitar meminta dengan kata "harus" melupakan, melepaskan, bangkit dari kenangan justru akan semakin sulit klien mencerna dan menata perasaannya. Jadi ketika klien diminta untuk yang ikhlas, sabar, kuat, empatilah bahwa pada akhirnya di waktu yang tepat, klien bisa bersikap optimis untuk baik-baik saja.

Seni bersikap baik-baik saja

Semua orang memiliki perjuangan masing-masing dalam hidupnya dan tidak bisa sempurna mendapat semua yang diinginkan. Tetap baik-baik saja untuk berjiwa besar menerima kekecewaan, ketakutan, kesedihan, dan perasaan negatif lainnya adalah pribadi yang bijak dan mulia. 

Letih adalah kode untuk sementara waktu "jeda" dari situasi yang ada, bukan untuk menyerah terhadap keadaan tetapi keyakinan diri bahwa situasi ini melibatkan perasaan wajar tentang tidak baik- baik saja, pada akhirnya nanti di waktu terbaik dan upaya yang benar semua akan menjadi baik-baik saja.

Pertama, seni bersikap baik-baik saja, yakni semua makhluk diberi akal untuk mengambil langkah mana yang benar atas ijin Tuhan. 

Termasuk menghadapi berbagai problem kehidupan, kita perlu berlatih bersikap baik-baik saja menerima keadaan, namun tetap penuh upaya dengan cara yang mencerminkan ketaatan pada-Nya. Namun tidak sesederhana itu apabila menyarankan seseorang untuk kembali pada Sang Kuasa, terutama saat dalam situasi sedang tidak baik-baik saja. 

Terkadang orang-orang di sekitar lebih mengingatkan untuk rajin beribadah karena ini ujian, terkesan positif namun justru ini diterima negatif untuk orang yang sedang tertahan dengan problem hidupnya, ini yang dalam istilah psikologi disebut toxic positivity. 

Keadaan menyemangati secara positif pada diri atau orang lain namun justru memberi dampak negatif pada diri atau orang lain tersebut. Beri kesempatan pribadi kita untuk manage diri terlebih dahulu. Meski awalnya berat, perlahan akan ringan karena kesiapan kita mengelola diri.

Selanjutnya seni bersikap baik-baik saja yang kedua, yaitu keseimbangan hidup.

Artikel bertema a deeper immunity menemukan kekebalan paling dalam diri manusia, yaitu menguatkan spiritual care tidak hanya untuk dirinya namun juga berlimpah kebaikan untuk orang-orang sekitar secara seimbang. 

Faktor terpenting saat menghadapi tekanan hidup, menderita penyakit, kesulitan ekonomi, kehilangan orang-orang yang disayangi, dan bahkan kehilangan pendapatan/pekerjaan. 

Bukan pada keyakinan agama atau tebalnya iman saja, namun lebih pada overall well-being, yaitu kesejahteraan dari berbagai faktor, baik spiritual, sosial, psikologis, dan fisik. Baik kesejahteraan untuk dirinya sendiri, keluarga, lingkungan sosial, dan terutama kesejahteraan untuk dekat dengan Tuhan.

Berdasarkan telaah literatur, terdapat tiga point penting hasil group concept mapping saat kondisi sedang tidak baik- baik, yakni kualitas diri, keterhubungan, dan dukungan. Partisipan dalam riset ini melibatkan professional, terdiri dari dokter, perawat, mahasiswa bergelar master, dan praktisi kesehatan mental (Hvidt et al., 2020).

Kualitas diri yang dimaksud, tidak hanya tentang kekayaan materi, usia muda dan fisik yang prima, karena hal ini belum menjamin kesehatan dirinya.

Dibutuhkan kemampuan untuk mengelola kualitas emosi-mentalnya. Bapak kedokteran dunia, Ibnu Sinna pun menggunakan slogan berjaya pada saat itu bahwa kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan.

Keterhubungan merupakan power yang mendasar saat kita dihadapkan pada situasi yang menekan, bahkan orang-orang disekitar kita yang dianggap sebagai toxic karena tindakan dan sikapnya tidak selaras dengan hati kita. 

Begitu pula kemarahan, kekecewaan, dan umpatan yang tidak baik-baik saja menjadi pemicu dan aksi nyata untuk diredam dan diterima dengan lapang dada. Sumber energi positif, bukan pada egois memikirkan diri sendiri, namun lebih cara-cara menebar manfaat dan kebaikan secara sosial.

Dukungan dalam bentuk dukungan moril kemanusiaan diperlukan. Antar pribadi saling melengkapi, mendengarkan batin yang terluka, atau menguatkan orang yang sedih saat kehilangan milik berharga baik itu orang terkasih maupun ketidakmampuan secara ekonomi karena kehilangan sumber penghasilan.

Aksi kongkret

Ketidakberdayaan saat situasi kritis sekarang ini, seakan menyesakkan dada, sesaat muncul pula kekhawatiran, dan ketakutan tentang diri dan keadaan sekitar. Peristiwa dan kabar duka tidak terkendali didengar oleh telinga dan mata kita. Permintaan tolong datang silih berganti.

Rangkuman aksi konkret bahwa kita mampu mengatasi ketidakberdayaan atas situasi yang tidak baik dengan tiga tindakan nyata untuk bersikap baik-baik saja, meliputi :

  • Three good things/ blessing. Kita lakukan gratitude visit berupa kebersyukuran kecil yang kita miliki, latih untuk diucapkan, tertanam dalam pikiran, dan bisa pula dikomunikasikan pada orang lain, tiga hal baik-baik saja yang kita alami, dalam kurun waktu satu hari di keseharian kita.
  • Using your strength in right time. Saat kondisi tidak baik, tidak perlu memaksakan diri untuk segera berubah dan mengganti dengan hal positif. Rencanakan waktu yang tepat sesuai dengan kesiapan kita, yakinkan untuk menggunakan kemampuan dalam waktu tiga jam kedepan, tiga hari kedepan, atau tiga minggu kedepan untuk melakukan adaptasi dan aktualisasi kelebihan diri.
  • Open action to others. Boleh saja orang memiliki masa lalu yang tidak oke, namun menjadi oke saat kita membuka diri. Ada proses baik-baik saja secara perlahan untuk menyembuhkan luka emosional satu sama lain. Lakukan tiga tindakan kebaikan nyata untuk orang lain per harinya, misalnya sigap menolong, memberi tanpa diminta, dan aksi tulus meringankan beban orang lain.

Yuk Melatih Diri, Bersikap Baik-Baik Saja Saat Situasi Tidak Baik.

Everything Gonna Be OK.

***

Referensi :

Afzan, (2020). Strong and Happy in the Time of Crisis. Kiat Bertahan di Tengah Badai Persoalan. Jakarta: Logos Village Publishing.

Cherry, K. (2020). What is learned helplessness and why does it happen. Very well mind.

Hvidt, N.C., Nielsen, K.T., Korup, A., Prins, C., Hansen, D.G, Viftrup, D.T, Hvidt, E.A, ... Whrens. (2020). What is spiritual care? Professional perspectives on the concept of spiritual care identified through group concept mapping. BMJ Open Journal, 10:e042142.

Kementerian Kesehatan RI. (2019). INFODATIN Pusat Data Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Jiwa di Indonesia. ISSN 2442-7659.

Neff, K. D. (2009). The role of self-compassion in development: A healthier way to relate to oneself. Human development, 52(4), 211.144.

Neff, K. D., & McGehee, P. (2010). Self-compassion and psychological resilience among adolescents and young adults. Self and Identity, 9(3), 225-240.

Roman, N.V., Hossen, M., & Mthembu, T.G. (2020). Spiritual Care -- 'A Deeper Immunity' -- A response to the Covid-19 Pandemic. African Journal of Primary Health Care & Family Medicine, 12, 2071-2928.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun