Nah kalau yg ini pengawal Anwar Sadat tentu sulit melindungi sebab kejadiannya tak terduga. Bukti tak terbantahkan lagi adalah kenapa Sayidina Ali tak memenuhi tuntutan Aisah (Janda Nabi) dan Muawiyah agar menghukum pemberontak tsb. Keputusan tsb menyebabkan perang saudara pertama dan kedua, yakni perang Jamal (perang Onta) antara pasukan Ali melawan pasukan Aisah. Kemudian disusul perang Siffin melawan pasukan Muawiyah. Kedua perang tsb merupakan perang yg terbesar ditinjau dari jatuhnya korban sebab siapapun yg menang atau kalah, keduanya tetap kaum muslim juga meski mereka saling menuding pihak lawan sebagai kafir atau murtadin.
Apakah cukup sampai disitu saja teka teki yg timbul saat Agama “dikawinkan” dengan Politik. Hingga kini tak seorangpun tahu dimana Fatimah yg merupakan putri kesayangan Nabi, dimakamkan ?” Kenapa Fatimah Zahra wafat ? wikipedia menulis “Shia believe that Fatima died as a result of injuries sustained after her house was raided by XXxxXX (maaf penulis sensor) who shi'a accuse of 'threatening to set fire to the house'. The door was rammed open by one of the assailants knocking Fatimah to the ground. This attack is said to have cracked her rib-cage whilst she was pregnant, causing her to miscarry”. Bagi pembaca yg mayoritas suni mungkin mengira suksesi setelah Nabi berjalan amat sangat mulus. Pertanyaan yg timbul adalah “bila suksesi betul2 mulus kenapa penguburan putri nabi harus amat sangat rahasia & tertutup, tak diketahui khalayak ramai dan hingga kini tak seorangpun tahu dimana beliau dikuburkan. Begini wikipedia menulis “He buried her during the night on 13 Jumada al-awwal 11 AH (632 AD), also making three false graves to ensure her real grave could not be identified. With him were his family and a few of his close companions”. Ternyata bukan hanya disembunyikan kuburnya tapi bahkan harus dibuatkan 3 kuburan palsu agar tak terlacak.
Lantas dimana Khalifah Ali dikuburkan ? Sebelum wafat dibunuh beliau berpesan bahwa beliau tak ingin kuburnya dinodai maka penguburannyapun dirahasiakan, begini kata wikipedia “According to Al-Shaykh Al-Mufid, Ali did not want his grave to be desecrated by his enemies and consequently asked his friends and family to bury him secretly. This secret gravesite was revealed later during the Abbasid caliphate by Imam Ja'far al-Sadiq, his descendant and the sixth Shia Imam. Most Shias accept that Ali is buried at the Tomb of Imam Ali in the Imam AliMosqueat what is now the city of Najaf, which grew around the mosque and shrine called Masjid Ali. However another story, usually maintained by some Afghans, notes that his body was taken and buried in the Afghan city of Mazar-E-Sharifat the famous Blue Mosque or Rawze-e-Sharif.
Kekisruhan tsb terus berlanjut, bahkan hingga ke cucu Nabi, yakni Husein. Beliau tewas sebagai syuhada di tangan pasukan Jazid, padahal keduanya tsb masih berasal dari 1 kakek moyang yakni Abd Manaf ibn Qusai. Kepala Husein dipenggal dijadikan bola mainan, badannya dimutilasi hingga jadi serpihan bahkan puteranya yg masih bocah (Zain al-Abidin) hampir dibunuh, syukur dicegah oleh saudara perempuanya. Wikipedia menulis “Once the Umayyad troops had mass murdered Husayn and his male followers, they looted the tents, stripped the women of their jewellery, and took the skin upon which Zain al-Abidinwas prostrate. It is said that Shemr was about to kill him but Husayn’s sister Zaynab was able to make Umar ibn Sa'ad, the Umayyad commander to let him alive. He was taken along with the enslaved women to the caliph in Damascus, and eventually he was allowed to return toMedina”.
Kalau pembaca membuka Wikipedia Indonesia, jangan kaget…. Bukan sulap bukan sihir… seluruh kutipan di atas yg penulis sengaja copy paste tsb sama sekali tak ada. Padahal yg penulis kutipkan disini hanya sebagian kecil saja (Tak tega rasanya mengutip semua kebobrokan Theokrasi Palsu tsb). Kenapa ? Ahh gitu aja masa gak tahu sikh, self censorship… gitu lho. Tingkah laku Agamawan yg telah dipolitisasi benar2 membuat umat merasa malu & risih sehingga terpaksa harus melakukan sensor terhadap realita sejarah.
Memang kisah2 tsb bisa berbeda-beda versi tergantung dari sudut pandang pihak yg mana, ini adalah typical dari suatu kejadian politis yg berlaku universal. Dalam politik selalu sulit untuk mencari kebenaran hakiki, masing2 pihak mencari pembenarannya masing2. Misal untuk peristiwa kerusuhan 1998, minimal ada 2 versi, mana yg benar ? tergantung kita tanya pada pihak yg mana. Pertanyaan sederhana…. Semua kerumitan tsb karena murni faktor Agama atau Politik atau…. Agama yg mengalami politisasi. Padahal dalam agama itu berlaku ketentuan “All Truth is God’s Truth” (Semua Kebenaran adalah Kebenaran Milik Tuhan”. Jadi sekalipun yg ucapkan suatu Kebenaran itu adalah bandit, ya tetap ucapan tsb benar. Sekalipun yg ucapkan Dusta itu Agamawan ya ucapan tsb tetap Dusta.
Dahulu kala, di Indonesia lazim terjadi “Perang Ayat”, masing2 agamawan mengutip ayat kitab suci untuk menghantam partai lain, begitu pula sebaliknya. Tapi sesungguhnya ribuan tahun silam lebih parah, ada yg namanya Hadist Pesanan, mirip dengan Survey Pesanan parpol yg lazim di Indonesia modern ini. Penulis pernah membaca buku terjemahan “Islam Tanpa Mazhab”. Dahulu kala di Timur Tengah, saat orang akan memasuki gerbang kota ditanyai agamanya apa, saat dijawab Kristen, Hindu atau Budha, langsung dipersilahkan masuk, namun bila dijawab islam… nah disini problem mulai muncul karena akan muncul pertanyaan kedua, pertanyaan genting yakni mahzabmu apa ? Maksud penulis Timur Tengah tsb baik yakni janganlah Islam terkotak kotak dalam mahzab2 seperti itu. Menurut penulis Harapan Mulia tsb mustahil terealisasi selama agama masih dapat diinfiltrasi oleh politik.
Awalnya sejarahwan barat beranggapan hubungan antara Nabi dengan Ali mirip dengan hubungan Yesus dengan Yohanes. Namun kaum muslim menolak analogi seperti itu, mereka mengibaratkan hubungan tsb mirip dengan hubungan Musa dengan Harun. Sungguh… penulis bengong membaca analogi tsb. Lho ngomong begitu namun kenapa justru pola tsb tidak diwujutkan ? Mungkin ada pembaca yg bingung… apa maksud penulis, sebelum bingung berlanjut, baiklah penulis jelaskan. Saat Musa memimpin, umat berada dalam Theokrasi murni sejati dan sukses sebab Musa memang adalah seorang Nabi.
Sebagai Nabi, selain MA’SUM (dijauhkan dari dosa) beliau juga dapat “berkomunikasi” dengan Tuhan, itulah sebabnya beliau layak mewakili Tuhan. Beliau menyadari hal tsb dan mempersiapkan Harun untuk posisi Imam dan Yoshua untuk posisi pemimpin politik / pemerintahan. Hal tsb melembaga terus, makanya kita dapat melihat meski para politisi Israel acapkali bertikai (dimanapun & kapanpun para politisi akan selalu bertikai) namun lembaga agama (para Imam) tak terlibat dalam pertikaian konyol tsb. Itu yg menjaga kesakralan lembaga Agama. Ribuan tahun silam, tak ada seorangpun politisi israel berani menggunakan tempat ibadah untuk memojokkan rival politiknya.
Karena memang sudah ditata & dilembagakan demikian oleh Nabi Musa. Coba kita tengok sekeliling kita, pernahkah pembaca lihat atau dengar ada politisi yg tega hati menggunakan tempat ibadah yg sakral tsb untuk tujuan politisnya ? Bandingkan dengan tempat ibadah umat Israel, yakni Bait Suci. Bait Suci terdiri dari beberapa ruang, misal pelataran, ruang Kudus dan ruang Maha Kudus. Seorang Raja sekalipun tak boleh memasuki ruang Kudus apalagi ruang Maha Kudus. Bisa dihukum mati raja tsb bila dia nekat masuk kesitu. Bahkan ruang Maha Kudus tak boleh dimasuki oleh para Imam, hanya Imam Kepala yg boleh masuk, itupun sebelumnya dia harus menyucikan diri dengan berpuasa lebih dulu.
Bisa jadi kaum Theokrasi Lovers akan berdalih bahwa masuknya unsur politik berguna untuk penyebaran agama itu sendiri, artinya Agama & Politik dapat bersinergie secara positip alias bahwa hal2 negatip yg penulis sebutkan di atas tsb hanyalah sekedar efek samping semata. Betulkah bahwa agama harus disokong oleh politik agar dapat berkembang ? Mari kita lihat faktanya. Pada awal munculnya agama kristen di Eropa, agama kristen difitnah habis-habisan sebagai agama iblis karena diisukan minum darah dan makan tubuh manusia yg dikorbankan. Maka tak pelak, penganiayaan bertubi tubi mendera agama baru tsb. Bahwa agama baru tsb tidak musnah karena kejamnya penindasan merupakan keajaiban tersendiri. Kaisar berganti-ganti namun penindasan tak pernah surut.