Mohon tunggu...
Hengky Fanggian
Hengky Fanggian Mohon Tunggu... Wiraswasta -

There Must be a Balance Between What You Read and You What Write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Theokrasi Telah Mati: Sebuah Tinjauan Historis

26 September 2016   18:16 Diperbarui: 27 September 2016   17:05 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Artikel ini adalah bagian penutup dari Trilogi “Agama & Politik”, bagian pertamanya adalah “Perkawinan Haram Agama & Politik”, bagian keduanya “Quo Vadis Partai Agama”.

Pada Trilogy pertama penulis menekankan bahwa Agama & Politik mustahil untuk “dikawinkan” sebab Agama justru harusnya menjadi juri, wasit bagi semua pemain. Kebayang gak sikh bila ternyata sang wasit bukan hanya memihak pemain tapi justru menjadi pemain itu sendiri.

Pada bagian kedua penulis menekankan bahwa sesungguhnya partai Agama hanya ingin memanipulasi impian para Theokrasi Lovers dengan janji PHP semata, mereka itu hidup hanya dari impian tidak real tsb.

Bagian penutup ini merupakan pengunci mati agar para pemimpi berhenti Day Dream (Mimpi Siang Bolong) dengan menyuguhkan bukti historis tak terbantahkan bahwa mimpi mereka itu sebetulnya hanyalah mimpi yg terlalu indah (Too Good to be True) namun tak sesuai realita sejarah. Sejuta Kata masih kalah dengan Satu Fakta yakni Realita Historis. Mari kita mulai

Mungkin Theokrasi Lovers berpikir betapa bencinya penulis sehingga tega membuat tulisan begitu panjang, bahkan bersambung untuk menyumbat mimpi indah mereka. Jujur kata, penulis mengaku bahwa sewaktu penulis masih bocah justru memimpikan Theokrasi. Penulis berpikir alangkah damainya dunia ini bila seluruh dunia dipimpin oleh Paus. Perlu pembaca ketahui bahwa seluruh anggota keluarga penulis tak ada satupun yg Katolik, termasuk penulis sendiri.

Lantas kenapa kok Paus ? ya sederhana saja, beliau itu selain pemimpin agama yg mestinya suci tapi juga hidup selibat (tak punya anak / istri alias tidak nikah). Dengan demikian tentunya beliau terbebas dari nafsu duniawi, gampang khan pemikiran penulis sewaktu bocah tsb. Berdasar asumsi tsb penulis menjadi simpatisan Katolik, namun saat majalah Tempo menerbitkan artikel tentang ke Pausan (saat masih berpolitik) … penulis terhenyak kaget. Astaga, kok tak ada keindahan, apalagi kesucian… yg ada hanyalah horor & teror… terus bertubi-tubi tak ada habisnya.

Penulis shock dan coba baca sejarah dari buku lainnya, ternyata sama. Bahkan penulis pelajari, tak pernah ada satupun Theokrasi yg benar kecuali Theokrasi yg dipimpin langsung oleh Nabi, sebab hanya nabi yg Mak’sum (terlindung dari dosa). Theokrasi itu telah selesai bersamaan dengan selesainya era kenabian, sesudah era Nabi yg ada hanyalah Theokrasi Semu (Quasi/Pseudo Theocracy).

Seluruh tulisan disini yg penulis maksud adalah Theokrasi Semu, memang sengaja penulis singkat “Theokrasi” tanpa embel-embel Semu, sebab selain lebih singkat… juga itulah yg dibayangkan oleh kaum Theokrasi Semu Lovers, mereka seolah tidak ikhlas bahwa era kenabian telah berakhir dan masih saja memimpikan Theokrasi, padahal maximal yg mungkin mereka peroleh hanyalah yg Semu.

Maafkan penulis bila penulis “terpaksa” sedikit membeberkan sepak terjang para pelaku Theokrasi Islam di masa silam, penulis memang tidak mengulas lebih lanjut Theokrasi “ala” Katolik sebab itu hanyalah lembaran kelam yg ingin dilupakan umat Katolik. Rasanya tak akan pernah ada satupun umat Katolik yg berhasrat balik ke masa horor tsb. Namun beda dengan kaum muslim, penulis mendapati ada beberapa muslim yg masih tetap ngotot ingin ber Theokrasi, bahkan setelah mereka membaca 2 artikel pendahulu dari penulis.

Disini penulis tidak bermimpi untuk mengubah pemikiran “kaum cinta mati” terhadap Theokrasi apalagi terhadap para Agamawannya yg jelas2 ada Vested Interest terhadap ajaran ganjil tsb. Penulis hanyalah berharap bahwa “kaum simpatisan” Theokrasi sadar. Meskipun statusnya hanya simpatisan namun penulis yakin justru kaum simpatisan inilah yg merupakan mayoritas terbanyak. Penulis merasa berhutang penjelasan, agar tak hanya penulis semata yg sadar akan buruknya Theokrasi Semu tsb.

Saat film serial “Abad Kejayaan” tayang di TV, beberapa Theokrasi Lovers protes agar tayangan tsb dihentikan, bahkan ada satu partai Agama yg keras suarakan protes tsb. Aneh …film tsb hanyalah paparan sejarah Kekhalifahan Ottoman Turki dan itupun sudah mengalami sensor super ketat dari studio TV tsb. 

Tak terbayang betapa akan marahnya kaum Theokrasi Lovers bila tayangan tsb tidak disensor. Aneh khan …padahal Napoleon Bonaparte pernah ngomong bahwa dia ingin agar keturunannya mengutamakan belajar dari sejarah. Pelajaran sejarah adalah CERMIN sebab disitu kita semua dapat berkaca, berinterospeksi dan mengambil Hikmah.

Kaum Lovers tsb ingin agar sejarah dihambat agar tak nyebar sehingga kaum simpatisannya berhenti bersimpati terhadap ideologi ganjil tsb. Bp Buya Ahmad Syafeei Maarif pernah menulis kolom di Tempo yg menceritakan riwayat kelam dari kekhalifahan masa silam. Tulisan beliau tsb merupakan ringkasan dari rencana penerjemahan buku sejarah Kelam kekhalifahan yg hingga kini penulis tak tahu kelanjutannya karena nampaknya ditentang keras sekali, padahal itu sejarah real, bukan hisapan jempol, sumbernyapun asli dari penulis sejarah muslim terpercaya bukan kaum Orientalis. Karena itu adalah sejarah real maka penulisnya tak dapat dibawa ke meja hijau, satu-satunya yg dapat dilakukan adalah dengan menusuk mati penulis tsb.

Rasanya di era digital ini banyak yg tahu bahwa perang antar khalifah itu bukan hanya sekedar berdarah-darah tapi tak terbayangkan dapat dilakukan oleh manusia normal. Betapa tidak, mereka bukan hanya hancurkan manusia hidup, bahkan yg sudah matipun digali dari kubur kemudian disiksa, dianiya, disalib… entah apalagi. 

Terhadap yg mati saja bisa begitu dahsyatnya apalagi terhadap yg hidup (itu adalah kutipan kalimat yg masih penulis ingat dari kolom Buya Syafei tsb). Ada bonus informasi yg penulis dapatkan dari Wikipedia bahwa ternyata khalifah Umayyah & Abassiah yg saling ingin memusnahkan keturunan tsb ternyata berasal dari 1 kakek moyang yakni Abd Manaf ibn Qusai, bahkan Nabipun berasal kakek buyut tsb juga, begitu pula Sayidina Ali. 

Meski masih dari satu kakek buyut namun mereka ingin saling memusnahkan keturunannya, karena masing2 merasa lebih berhak menjadi khalifah. Sekedar info gelar dari pendiri khalifah Abbasiah adalah Abdulla Alsaffah (Abdulla Sang Pembantai), apakah gelar tsb terkesan agamis ? Kalau ngomong era sesudah Khulaufur Rasyidin mungkin kaum lovers akan berkelit bahwa itu bukan merupakan “role model” mereka.

Bagaimana dengan era Khulafur Rasyidin, betulkah jauh lebih baik. Mohon diingat bahwa dari ke 4 khalifah hanya 1 yg wafat secara alami, yakni Abubakar As Shiddiq. 

Namun itupun sesungguhnya tak semua ulama sepakat. Media Inilah.com di kolom mozaik menulis sbb “Untuk menguatkan riwayat ini, as-Suyuthi menukil pernyataan ulama ternama asy-Syabi. As-Suyuthi berkata: Al-Hakim meriwayatkan dari Syabi, dia berkata, "Apa yang kita harapkan dari dunia yang hina ini. Telah diracun Rasulullah, demikian pula Abu Bakar." Ok anggaplah beliau wafat secara alami karena penyebab kematiannya masih jadi selisih pendapat diantara para ulama. 

Coba tengok yg sudah jelas caranya meninggal, yakni khalifah Ustman bin Affan. Berikut kutipan wikipedia “The rebels entered his room and struck blows at his head. Naila, the wife of Uthman, threw herself on his body to protect him, raising her hand to protect him she had her fingers chopped off and was pushed aside, and further blows were struck until he was dead”. Apakah para pembunuh puas dengan aksi mereka, nampaknya mereka ingin memutilasi jenasah sang Khalifah agar penguburannya gagal terealisasi “The rioters wanted to mutilate his body and were keen that he be denied burial. When some of the rioters came forward to mutilate the body of Uthman, his two widows, Nailah and Ramlah bint Sheibah, covered him, and raised loud cries which deterred the rioters”

Sebagai khalifah apakah beliau dimakamkan di samping Nabi atau di makam khusus bagi para Pahlawan Iman, bolehkah jenasah dibiarkan membusuk selama 3 hari tanpa dikubur, begini tulis wikipedia “After the body of Uthman had been in the house for three days, Naila, Uthman's wife, approached some of his supporters to help in his burial, but only about a dozen people responded. The body was lifted at dusk, and because of the blockade, no coffin could be procured.The body was carried to Jannat al-Baqi, the Muslim graveyard, It appears that some people gathered there, and they resisted the burial of Uthman in the graveyard of the Muslims. The supporters of Uthman insisted that the body should be buried in Jannat al-Baqi. They later buried him in the Jewish graveyard behind Jannat al-Baqi”. 

Hingga kini kelompok shiah & suni berselisih tentang siapa para pembunuh khalifah, yg suni bilang  “dalangnya adalah seorang yahudi bernama Abdullah bin Sabah” sedang shiah bilang “Abdullah bin Sabah hanyalah tokoh fiktip yg ujug2 dimunculkan” padahal sesungguhnya semua orang tahu dalang dari semua itu. Lantasi siapa sang dalangnya ?, coba baca buku Al-Tabakat Alkubra yang ditulis oleh Ibn Sa’ad, Perlu pula diketahui bahwa buku Ibn Sa’ad ini ditulis dari sudut pandang Muslim Sunni.

Apa isinya ? Maaf penulis tak dapat ungkapkan. Terlalu sensitip. Namun satu fakta TAK terbantahkan yakni kaum anti Usman tsb bukan orang sembarang alias orang SUPER kuat, buktinya gampang, kenapa pasukan dan pengawal Usman seolah mandul sehingga yang menjagai khalifah Usman di ring terakhir cuma para istrinya dan di ring luar Sayidina Ali dan para puteranya. Kemana itu pasukan & para pengawal khalifah Usman? Proses menuju pembantaian khalifah Usman berlangsung berhari-hari beda halnya dengan pembunuhan Anwar Sadat yg ditembak oleh salah satu tentara yg sedang berdefile saat parade di depan Anwar Sadat.

Nah kalau yg ini pengawal Anwar Sadat tentu sulit melindungi sebab kejadiannya tak terduga. Bukti tak terbantahkan lagi adalah kenapa Sayidina Ali tak memenuhi tuntutan Aisah (Janda Nabi) dan Muawiyah agar menghukum pemberontak tsb. Keputusan tsb menyebabkan perang saudara pertama dan kedua, yakni perang  Jamal (perang Onta) antara pasukan Ali melawan pasukan Aisah. Kemudian disusul perang Siffin melawan pasukan Muawiyah. Kedua perang tsb merupakan perang yg terbesar ditinjau dari jatuhnya korban sebab siapapun yg menang atau kalah, keduanya tetap kaum muslim juga meski mereka saling menuding pihak lawan sebagai kafir atau murtadin.

Apakah cukup sampai disitu saja teka teki yg timbul saat Agama “dikawinkan” dengan Politik. Hingga kini tak seorangpun tahu dimana Fatimah yg merupakan putri kesayangan Nabi, dimakamkan ?” Kenapa Fatimah Zahra wafat ? wikipedia menulis “Shia believe that Fatima died as a result of injuries sustained after her house was raided by XXxxXX (maaf penulis sensor) who shi'a accuse of 'threatening to set fire to the house'. The door was rammed open by one of the assailants knocking Fatimah to the ground. This attack is said to have cracked her rib-cage whilst she was pregnant, causing her to miscarry”. Bagi pembaca yg mayoritas suni mungkin mengira suksesi setelah Nabi berjalan amat sangat mulus. Pertanyaan yg timbul adalah “bila suksesi betul2 mulus kenapa penguburan putri nabi harus amat sangat rahasia & tertutup, tak diketahui khalayak ramai dan hingga kini tak seorangpun tahu dimana beliau dikuburkan. Begini wikipedia menulis “He buried her during the night on 13 Jumada al-awwal 11 AH (632 AD), also making three false graves to ensure her real grave could not be identified. With him were his family and a few of his close companions”. Ternyata bukan hanya disembunyikan kuburnya tapi bahkan harus dibuatkan 3 kuburan palsu agar tak terlacak.

Lantas dimana Khalifah Ali dikuburkan ? Sebelum wafat dibunuh beliau berpesan bahwa beliau tak ingin kuburnya dinodai maka penguburannyapun dirahasiakan, begini kata wikipedia “According to Al-Shaykh Al-Mufid, Ali did not want his grave to be desecrated by his enemies and consequently asked his friends and family to bury him secretly. This secret gravesite was revealed later during the Abbasid caliphate by Imam Ja'far al-Sadiq, his descendant and the sixth Shia Imam. Most Shias accept that Ali is buried at the Tomb of Imam Ali in the Imam AliMosqueat what is now the city of Najaf, which grew around the mosque and shrine called Masjid Ali. However another story, usually maintained by some Afghans, notes that his body was taken and buried in the Afghan city of Mazar-E-Sharifat the famous Blue Mosque or Rawze-e-Sharif.

Kekisruhan tsb terus berlanjut, bahkan hingga ke cucu Nabi, yakni Husein. Beliau tewas sebagai syuhada di tangan pasukan Jazid, padahal keduanya tsb masih berasal dari 1 kakek moyang yakni Abd Manaf ibn Qusai. Kepala Husein dipenggal dijadikan bola mainan, badannya dimutilasi hingga jadi serpihan bahkan puteranya yg masih bocah (Zain al-Abidin) hampir dibunuh, syukur dicegah oleh saudara perempuanya. Wikipedia menulis “Once the Umayyad troops had mass murdered Husayn and his male followers, they looted the tents, stripped the women of their jewellery, and took the skin upon which Zain al-Abidinwas prostrate. It is said that Shemr was about to kill him but Husayn’s sister Zaynab was able to make Umar ibn Sa'ad, the Umayyad commander to let him alive. He was taken along with the enslaved women to the caliph in Damascus, and eventually he was allowed to return toMedina”.

Kalau pembaca membuka Wikipedia Indonesia, jangan kaget…. Bukan sulap bukan sihir… seluruh kutipan di atas yg penulis sengaja copy paste tsb sama sekali tak ada. Padahal yg penulis kutipkan disini hanya sebagian kecil saja (Tak tega rasanya mengutip semua kebobrokan Theokrasi Palsu tsb). Kenapa ? Ahh gitu aja masa gak tahu sikh, self censorship… gitu lho. Tingkah laku Agamawan yg telah dipolitisasi benar2 membuat umat merasa malu & risih sehingga terpaksa harus melakukan sensor terhadap realita sejarah.

Memang kisah2 tsb bisa berbeda-beda versi tergantung dari sudut pandang pihak yg mana, ini adalah typical dari suatu kejadian politis yg berlaku universal. Dalam politik selalu sulit untuk mencari kebenaran hakiki, masing2 pihak mencari pembenarannya masing2. Misal untuk peristiwa kerusuhan 1998, minimal ada 2 versi, mana yg benar ? tergantung kita tanya pada pihak yg mana. Pertanyaan sederhana…. Semua kerumitan tsb karena murni faktor Agama atau Politik atau…. Agama yg mengalami politisasi. Padahal dalam agama itu berlaku ketentuan “All Truth is God’s Truth” (Semua Kebenaran adalah Kebenaran Milik Tuhan”. Jadi sekalipun yg ucapkan suatu Kebenaran itu adalah bandit, ya tetap ucapan tsb benar. Sekalipun yg ucapkan Dusta itu Agamawan ya ucapan tsb tetap Dusta.

Dahulu kala, di Indonesia lazim terjadi “Perang Ayat”, masing2 agamawan mengutip ayat kitab suci untuk menghantam partai lain, begitu pula sebaliknya. Tapi sesungguhnya ribuan tahun silam lebih parah, ada yg namanya Hadist Pesanan, mirip dengan Survey Pesanan parpol yg lazim di Indonesia modern ini. Penulis pernah membaca buku terjemahan “Islam Tanpa Mazhab”. Dahulu kala di Timur Tengah, saat orang akan memasuki gerbang kota ditanyai agamanya apa, saat dijawab Kristen, Hindu atau Budha, langsung dipersilahkan masuk, namun bila dijawab islam… nah disini problem mulai muncul karena akan muncul pertanyaan kedua, pertanyaan genting yakni mahzabmu apa ? Maksud penulis Timur Tengah tsb baik yakni janganlah Islam terkotak kotak dalam mahzab2 seperti itu. Menurut penulis Harapan Mulia tsb mustahil terealisasi selama agama masih dapat diinfiltrasi oleh politik.

Awalnya sejarahwan barat beranggapan hubungan antara Nabi dengan Ali mirip dengan hubungan Yesus dengan Yohanes. Namun kaum muslim menolak analogi seperti itu, mereka mengibaratkan hubungan tsb mirip dengan hubungan Musa dengan Harun. Sungguh… penulis bengong membaca analogi tsb. Lho ngomong begitu namun kenapa justru pola tsb tidak diwujutkan ? Mungkin ada pembaca yg bingung… apa maksud penulis, sebelum bingung berlanjut, baiklah penulis jelaskan. Saat Musa memimpin, umat berada dalam Theokrasi murni sejati dan sukses sebab Musa memang adalah seorang Nabi.

Sebagai Nabi, selain MA’SUM (dijauhkan dari dosa) beliau juga dapat “berkomunikasi” dengan Tuhan, itulah sebabnya beliau layak mewakili Tuhan. Beliau menyadari hal tsb dan mempersiapkan Harun untuk posisi Imam dan Yoshua untuk posisi pemimpin politik / pemerintahan. Hal tsb melembaga terus, makanya kita dapat melihat meski para politisi Israel acapkali bertikai (dimanapun & kapanpun para politisi akan selalu bertikai) namun lembaga agama (para Imam) tak terlibat dalam pertikaian konyol tsb. Itu yg menjaga kesakralan lembaga Agama. Ribuan tahun silam, tak ada seorangpun politisi israel berani menggunakan tempat ibadah untuk memojokkan rival politiknya. 

Karena memang sudah ditata & dilembagakan demikian oleh Nabi Musa. Coba kita tengok sekeliling kita, pernahkah pembaca lihat atau dengar ada politisi yg tega hati menggunakan tempat ibadah yg sakral tsb untuk tujuan politisnya ? Bandingkan dengan tempat ibadah umat Israel, yakni Bait Suci. Bait Suci terdiri dari beberapa ruang, misal pelataran, ruang Kudus dan ruang Maha Kudus. Seorang Raja sekalipun tak boleh memasuki ruang Kudus apalagi ruang Maha Kudus. Bisa dihukum mati raja tsb bila dia nekat masuk kesitu. Bahkan ruang Maha Kudus tak boleh dimasuki oleh para Imam, hanya Imam Kepala yg boleh masuk, itupun sebelumnya dia harus menyucikan diri dengan berpuasa lebih dulu.

Bisa jadi kaum Theokrasi Lovers akan berdalih bahwa masuknya unsur politik berguna untuk penyebaran agama itu sendiri, artinya Agama & Politik dapat bersinergie secara positip alias bahwa hal2 negatip yg penulis sebutkan di atas tsb hanyalah sekedar efek samping semata. Betulkah bahwa agama harus disokong oleh politik agar dapat berkembang ? Mari kita lihat faktanya. Pada awal munculnya agama kristen di Eropa, agama kristen difitnah habis-habisan sebagai agama iblis karena diisukan minum darah dan makan tubuh manusia yg dikorbankan. Maka tak pelak, penganiayaan bertubi tubi mendera agama baru tsb. Bahwa agama baru tsb tidak musnah karena kejamnya penindasan merupakan keajaiban tersendiri. Kaisar berganti-ganti namun penindasan tak pernah surut. 

Namun umat agama baru tsb tetap tawakal & tak melakukan perlawanan bersenjata. Rupanya sifat pasifis agama tsb menarik perhatian kaisar Constatine hingga akhirnya dia menerbitkan Edict of Milan (Dekrit Milan) yang menerima agama baru tsb sejajar dengan agama lain yg telah ada sebelumnya. Bahkan diakhir hidupnya Constantine dibaptis. Prestasi tsb tak berhenti sampai disitu. Dalam puncak kejayaan Romawi masih tetap ada beberapa wilayah yg tak berhasil menjadi bagian dari Romawi misalnya Irlandia, Skotlandia dan Skandinavia. 

Akhirnya mereka semua ditaklukkan, bukan oleh Legion Romawi yg legendaris namun oleh biarawan St Patrick. Seluruh wilayah tsb menjadi penganut agama baru tsb, bahkan Irlandia dijuluki negeri para Santo & Sarjana. Perlu pembaca ketahui Skandinavia adalah wilayah bermukimnya para Perompak termasyur yakni kaum Viking, mereka merompak, memperkosa, menculik penduduk untuk dijual sebagai budak. Pasukan Romawi sangat kewalahan oleh aksi kilat mereka, perahu / kapal mereka didesign khusus sehingga dapat kabur dengan gesit setelah menjalankan aksinya. Apa yg tak berhasil dilakukan oleh Legion akhirnya berhasil dilakukan oleh Agama baru tsb, murni lewat cara2 agamis bukan politis maupun kekerasan bersenjata. 

Tentu pembaca pernah dengar istilah Vandalisme, suatu aksi destruktip yg kerap dilakukan bangsa barbar VANDAL di jaman dulu, bangsa vandal telah musnah bukan oleh pedang namun oleh pendekatan agamis oleh agama baru tsb, mereka semua telah melebur menjadi bangsa yg amat sangat tinggi peradabannya. Ada ribuan kasus serupa yg membuktikan bahwa Agama tanpa harus dibantu oleh politik tetap dapat menjalankan misi kemanusiaannya. Masyarakat awam banyak yg buta sejarah, itulah sebabnya kaum politisi berani gembar-gembor bahwa Agama haruslah bergantung pada mereka. Itu isapan jempol, Agama sejati dapat menjalankan fungsi & tugasnya tanpa harus bersekongkol dengan Politik.

Sesungguhnya hal tsb tak hanya terbukti pada agama kristen, lihatlah Wali Songo… bukankah para Wali tsb berhasil mengislamkan Nusantara dengan jalan Damai, pendekatan kultural bukan lewat kekerasan politik. Itu yg membuat Islam Nusantara terlihat beda… lebih sejuk dan cinta damai dibanding wilayah yg ditaklukkan lewat power struggle politik. Itulah yg disebut Penaklukan dengan Hati (Conquest by Heart). Penulis beranggapan Wali Songo amat sangat pantas menjadi Role Model untuk seluruh Dunia Islam, umat islam Nusantara / Indonesia harus amat sangat bangga dengan hal tsb. 

Cuma sayang, sekarang ini penulis lihat di Youtube ada usaha untuk mengeliminasi peran para Wali tsb dengan mencoba menyangkal existensi para Wali tsb dengan dalih mereka tidak mewariskan karya tulis. Wah kalau existensi semata diukur dari karya tulis maka tentu saja Charlemagne (Charles Agung) sang pendiri Kekaisaran Romawi Suci pastilah tidak exist sebab beliau itu buta huruf, mana mungkin mewariskan karya tulis, beliau “hanyalah” mewariskan kekaisaran yg sangat besar, membentang di Eropa. Pastilah Adam & Hawa juga tak pernah exist sebab mereka tak pernah membubuhkan tanda tangan pada “Akte Nikah” mereka. Ah Ada-ada saja.

Mengaduk Agama & Politik jadi satu sesungguhnya justru membuat sang Tokoh jadi berabe. Khalifah Ustman saat menghadapi desakan untuk mundur, Beliau berujar dengan sedih “Bukannya aku tidak ikhlas untuk turun tapi…. Bagaimana caranya seorang Khalifah turun dari jabatannya”. Beliau 100% benar. 

Raja, Ratu, Presiden, Perdana Menteri bahkan Kaisar dapat bebas turun / berhenti sesuka hati mereka karena itu hanyalah jabatan politik, namun dapatkah Nabi berhenti ? Tak usah ngomong pada level Nabi, coba lihat pernahkah kalian lihat ada Pastor yg berhenti, adakah bekas Pastor, bekas Ulama, bekas Pendeta ? Tentu tak ada sebab itu adalah jabatan untuk melayani Tuhan, gimana caranya kita berhenti melayani Tuhan, adakah caranya ? Tak ada khan, Melayani Tuhan itu memang sampai Hayat dikandung badan. Jabatan Agama itu adalah Sakral & Kekal, Jabatan Politik itu Profan & Temporer. 

Disitulah letak kerumitan Theokrasi, maka di Abad Kegelapan… saat Paus tak mau (atau tak mampu ?) disuruh turun maka muncul Paus tandingan. Para pengikut saling bunuh karena anggap pihak lawan sesat, kafir, bid’ah dsb dsb. Persis seperti adegan politik saja, bahkan lebih parah sebab para pengikut mengira mereka itu berperang di jalan Tuhan dan akan mati syahid (martyr). Inilah Teror bin Horor sejati. Demokrasi itu memang penuh kelemahan (apalagi Demokrasi Prosedural Kebablasan ala Indonesia sekarang ini – penulis akan bahas itu di artikel berikutnya), namun terjerambab ke dalam Theokrasi Palsu jauh lebih parah lagi dan justru merusak Kesucian Agama.

Mungkin Theokrasi Lovers ada yg kesal dan mencoba menyodok penulis, bukankah segala kekonyolan, kerumitan, kebengisan, kekejian dsb dsb itu bukan monopoli kaum muslim, kenapa kami yg disasar ? Betul pembaca, banyak yg melakukan hal tragis semacam itu di dalam sejarah yg real (tanpa ditutup tutupi)… cuma mereka tidak membawa panji2 agama. 

Jadi Agama tetap selamat di tempatnya yg sakral, memang Roma Katolik pernah melakukan tsb namun mereka telah menyesalinya, bahkan Paus Paulus Yohanes II secara terbuka meminta ampun kepada Tuhan atas horor yg pernah dilakukan oleh institusinya. Bagi kaum lovers yg tetap berdalih secara canggih, mungkin ada baiknya penulis ajukan pertanyaan sederhana “Gimana caranya agar sekaleng cat putih akan tetap putih seperti semula padahal kalian telah sengaja memasukkan sekaleng cat hitam ke dalamnya, mohon jelaskan bagaimana caranya, kiatnya agar keajaiban tsb dapat terjadi ?”

Akhir kata, penulis memohon maaf bila ada kata yg tak tepat, maksud penulis hanyalah sekedar menyadarkan semua pihak, terutama simpatisan Theokrasi untuk tak mengejar mimpi yg tak pasti. Lebih baik menerima realita apa adanya dan melangkah ke masa depan, jangan malah melangkah mundur kebelakang. Semoga ketiga artikel dari Trilogi “Agama & Politik” berfaedah bagi kita semua, Amin.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun