Pernah penulis kirim artikel ke blog tersebut hari Jum’at pagi, terbitnya hari Senin siang. Ini tentu saja terlalu lama bagi pemula, karena “waiting is a boring thing” lagipula penulis pemula rasanya tak mungkin berpikir karyanya sebagai “maha karya tulis” yang butuh berhari-hari diteliti / disensor lebih dulu sebelum diterbitkan.
Meski di Kompasiana artikel langsung diterbitkan, namun penulis tetap ingatkan pemula untuk tidak menulis hal-hal SARA atau hal lain yang melukai perasaan pembaca.
Kalau ada maksud semacam itu, lebih baik seumur hidup tak usah menulis saja. Nah kalau menulis di Blog luar semacam Wordpres atau Blogspot memang artikel langsung terbit namun perkawanan / komunitas agak kurang, jadi jangan kaget kalau kemudian ternyata yang membaca tak sebanyak di Kompasiana. Hemat penulis, Kompasiana merupakan wadah paling tepat bagi pemula sekaligus bagi senior.
Mungkin pembaca kritis akan bertanya, “Lho bukannya penulis ngaku bahwa dirinya adalah seorang penulis pemula, kenapa kok berani buat artikel ngomporin silent reader agar menjadi active writer ?” Betul pembaca, anda memang 100% benar namun untuk memberi semangat kepada silent reader agar meningkatkan diri apakah diperlukan seorang pemenang Nobel Sastra, atau untuk mengajar seseorang baca tulis apakah perlu di datangkan Alber Enstein.
Ingat, bisa jadi pembaca sekarang ini, jauh lebih pintar dari guru yang mengajar pembaca di waktu SD. Betulkan? Dengan semangat berbagi tak masalah bila kemudian sang silent reader yang terinspirasi oleh tulisan ini menjadi active writer yang 1000 kali lipat lebih bagus dari penulis. Penulis justru bangga dan merasa berguna, bukankah demikian yang disebut semagat berbagi itu. Selamat menulis “para Silent Reader”. Tuhan menyertai, Amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H