Implikasi Sukuk Hijau
Mengutip Katadata, dari tiga penerbitan suku hijau pada tahun 2019 -- 2021 saja, pemerintah telah berhasil menghimpun dana dari investor ritel domestik hingga mencapai Rp11,8 triliun.
Tentu bukanlah nominal yang kecil. Dana yang terkumpul selanjutnya digunakan untuk membangun infrastruktur yang ramah lingkungan, termasuk energi terbarukan seperti panas bumi, tenaga surya, dan tenaga air, serta transportasi publik yang berkelanjutan.
Bilamana proyek hijau dan investasi hijau terus ditingkatkan, setidaknya memberikan dua dampak terhadap pengendalian inflasi. Pertama, Indonesia memiliki diversifikasi sumber pembiayaan, sehingga tak hanya bergantung pada pembiayaan konvensional saja.
Pada saat yang sama, menjadi 'game-changer' dalam meningkatkan kesadaran negara lain untuk membuka mata terhadap sukuk hijau sebagai alternatif sumber pembiayaan yang sustainable.
Kedua, dalam mendukung pembiayaan pembangunan proyek-proyek hijau di Indonesia, kita bisa berdiri di kaki sendiri. Tidak perlu bertumpu pada utang luar negeri.
Adanya 'dana segar' dari para investor hijau tentu akan berimbas pada daya saing ekonomi yang terjaga dan nilai tukar rupiah yang menguat.
Ibarat kata pepatah, belajarlah dari manapun, walaupun dari kejadian buruk sekalipun. Dari 'kemarau' yang menimpa Argentina, kita dapat mengambil hikmah terutama dalam memperkuat ekonomi kita.
Selayaknya tema Presidensi G20 Indonesia "Recover Together Recover Stronger", sudah saatnya dilakukan sinergi dan kolaborasi untuk melesatkan amunisi "sukuk hijau" agar semakin berkilau.
Fokus utamanya hanya satu. Makroprudensial aman terjaga, sehingga menciptakan stabilitas sistem keuangan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI