Mohon tunggu...
Hendy Prastyawan
Hendy Prastyawan Mohon Tunggu... Penegak Hukum - NIM 55521120029 Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M. Si. Ak. Kelas T-401

Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Manajemen Perpajakan Kelas T - 401

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Atas Revaluasi Aset Tetap Berwujud

20 September 2022   14:45 Diperbarui: 20 September 2022   14:49 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Figure 1- Skema Permohonan Revaluasi Aset Tetap/Dokpri

Manajemen Pajak atas Revaluasi Aset Tetap Berwujud

Pada tahun 2022 ini, atau 2 (dua) tahun setelah badai pandemic Covid 19 menghentakkan dan meluluh lantakkan perekonomian dunia, membuat kondisi ekonomi, khususnya di Indonesia, menjadi sangat terdampak. 

Banyak pelaku usaha mengalami kebangkrutan imbas dari adanya peraturan lockdown atau pembatasan social yang diberlakukan Pemerintah Indonesia agar korban jiwa dari pandemic Covid 19 dapat ditekan seminimal mungkin (Junaedi, 2020). 

Pembatasan social ini memaksa adanya penyesuaian yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan dunia usaha sehingga merubah perilaku ekonomi di Indonesia menjadi lebih dinamis dalam menghadapi tantangan global yang baru. 

Para pelaku usaha dituntut untuk lebih bisa berpikir zig zag atau out of the box agar bisa tetap bertahan. Lebih parahnya lagi, belum tuntas perekonomian di Indonesia ini bangkit, kondisi ekonomi global kembali terguncang dengan adanya situasi peperangan antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan harga minyak dunia menjadi jauh lebih mahal dari tahun-tahun sebelumnya.

Salah satu perubahan yang paling mencolok setelah adanya pandemic Covid 19 adalah perubahan pada perilaku konsumsi dari konsumen yang menjadi tidak terbatas jarak. 

Artinya, konsumen sekarang menjadi sangat tergantung dengan sistem informasi yang dapat memperpendek jarak dan mempersingkat waktu mereka dalam berbelanja. 

Dengan kata lain, pertemuan secara online melalui aplikasi zoom, gmeet atau belanja online di marketplace dan aplikasi lainya menjadi semakin dinikmati karena masyarakat dibatasi pergerakanya imbas dari pembatasan social selama 2 (dua) tahun ke belakang. 

Imbas dari perubahan perilaku konsumen ini menjadikan semua perusahaan di dunia menjadi dapat bebas masuk ke Indonesia asalkan sesuai dengan kebutuhan konsumen di Indonesia dengan semakin canggihnya internet maupun media social online lainya.

Selain perubahan perilaku yang sesuai dengan dunia global saat ini, dunia usaha khususnya perusahaan-perusahaan harus melakukan efisiensi agar dapat bertahan di tengah situasi ekonomi yang belum menentu setelah dihantam krisis dan adanya perang antara Rusia dan Ukraina. Salah satu efisiensi yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan sumber daya yang ada, baik itu untuk menambah penghasilanya maupun mengurangi beban perusahaan. 

Hal yang bisa dilakukan dengan efektif dan efisien adalah mengurangi beban pajak agar penghasilan bersih perusahaan dapat ditambah dengan cara instan tanpa perlu banyak usaha untuk menaikkan penghasilanya. 

Mengurangi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain menambah beban perusahaan agar pajak atas penghasilan perusahaan dapat berkurang secara instan. 

Salah satu beban yang bisa ditambah yaitu merevaluasi nilai aset berwujud perusahaan agar beban penyusutanya dapat bertambah atau dimunculkan lagi sehingga nantinya beban penyusutan aset tetap berwujud ini secara langsung dapat mengurangi pajak perusahaan (koreksi fiscal negatif).

Pajak adalah iuran wajib yang harus dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan timbal balik yang dapat dirasakan dengan cara tidak langsung. Pajak atas perusahaan disebut juga Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) yang dibayarkan dan dilaporkan oleh setiap perusahaan setahun sekali paling lambat setiap 30 April tiap tahunya. 

PPh Badan adalah Pajak atas penghasilan sebuah perusahaan yang dikurangi dengan Harga Pokok Produksi dan beban perusahaan lainya, atau Pajak atas keuntungan bersih perusahaan tiap tahunya. 

PPh Badan yang telah dihitung di tiap akhir periode pelaporan dapat dikurangi lagi dengan kredit pajak (pajak yang dipotong atau dipungut oleh lawan transaksi perusahaan) sehingga nantinya akan menjadi PPh Badan Yang Masih Harus Dibayar. 

Apabila jumlah Harga Pokok Produksi, beban perusahaan dan kredit pajak ternyata lebih besar nilainya dari penghitungan penghasilan perusahaan, maka nanti akan didapat kenyataan bahwa PPh Badan kita lebih bayar di akhir periode. 

Atas jumlah PPh Badan yang lebih bayar ini dapat diminta kembali dari kas negara dengan 2 (dua) cara, yang pertama adalah dengan permohonan pengembalian pendahuluan sesuai PMK 38 Tahun 2019 (dengan syarat nilai PPh Lebih Bayar tidak lebih dari 1 (satu) miliyar rupiah) dan dengan pemeriksaan sesuai Pasal 17B UU PPh (dengan nilai PPh Lebih Bayar lebih dari 1 (satu) miliyar rupiah).

Pemerintah telah menerbitkan UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang merubah sebagian aturan di dalam 3 (tiga) Undang-Undang Pajak sekaligus, yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN). 

Beberapa pengamat kebijakan public menyatakan bahwa UU HPP ini lebih melonggarkan aturan pajak sebelumnya agar dunia usaha dapat terdorong lebih aktif dan giat dalam berusaha. 

Salah satu poin dari kelonggaran itu adalah turunya tariff PPh Badan yang awalnya adalah sebesar 25% menjadi 22% dan akan turun lagi menjadi 20% di beberapa tahun kemudian. 

Seharusnya insentif dari Pemerintah ini dapat diusahakan oleh dunia usaha, khususnya perusahaan yang memilik untuk dikenakan PPh Badan dengan menggunakan tariff PPh Pasal 17 UU PPh untuk mengurangi beban pajaknya dan dapat lebih bersaing lagi di dunia usaha. 

Selain penurunan tariff PPh Badan, UU HPP juga menjadi landasan untuk menetapkan Nomor Induk Kependudukan (NIK di KTP) setiap warga penduduk Indonesia menjadi pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) agar tax base Indonesia dapat meningkat dari angka 12% selama ini.

Sebagai pelaku usaha yang harus memperhitungkan untung rugi dengan cermat, Perusahaan adalah murni pelaku bisnis yang sangat memberi perhatian kepada besarnya pajak yang mereka bayar, baik itu Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan Badan maupun PPh Final lainya yang pastinya akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan-perusahaan tersebut. 

Para pemilik perusahaan akan menggunakan segala cara agar pajak yang mereka bayar adalah jumlah pajak yang paling seefisien atau seminimal mungkin. Banyak perusahaan menggunakan metode tax planning agar mereka tidak salah langkah dalam menyikapi aturan perpajakan di Indonesia, dengan tujuan akhir adalah pajak yang mereka bayar adalah seminimal mungkin. 

Dalam kenyataanya, pembayaran atas Pajak Pertambahan Nilai adalah pembayaran yang sangat tergantung dengan pihak lainya (baik vendor ataupun konsumen) sehingga PPN ini tidak terlalu banyak bisa diakali oleh pelaku usaha. Perusahaan dapat mengatur sendiri PPh Badan yang akan mereka bayar karena dasar pengenaan PPh Badan ini adalah Laporan Keuangan yang dibuat sendiri oleh perusahaan-perusahaan tersebut. 

Laporan Keuangan perusahaan menjadi sangat penting sebagai instrument utama dalam menghitung besarnya PPh Badan Perusahaan. Perusahaan yang belum go public dan belum diaudit oleh KAP yang terpercaya tentu akan lebih berpeluang besar untuk membuat Laporan Keuangan mereka menjadi tidak benar agar PPh Badan mereka menjadi lebih kecil daripada perusahaan yang sudah go public ataupun yang sudah diaudit oleh KAP yang terpercaya.

Pengertian Revaluasi aset Tetap Berwujud

Salah satu efisiensi yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan revaluasi aset tetap berwujudnya agar nilai penyusutanya menjadi slebih besar atau memunculkan kembali biaya penyusutan yang sudah habis masa manfaatnya. 

Aset menurut FASB adalah masa manfaat yang akan terjadi di masa datang yang dapat dikendalikan oleh suatu perusahaan, akibat dari suatu peristiwa yang terjadi di masa lalu. 

Umumnya aset ini disebut sebagai aktiva atau harta, dan aktiva ini dapat berupa harta berwujud maupun harta yang tidak berwujud. Sedang menurut PSAK 16, aset tetap adalah harta berwujud yang dapat dimanfaatkan oleh suatu perusahaan untuk tujuan administrasi atau operasional, dan masa manfaatnya dapat digunakan lebih dari 1 (satu) tahun.

Penyusutan atau amortisasi adalah alokasi sistematis (berdasarkan penghitungan yang sudah ditetapkan baik secara akuntansi maupun aturan perpajakan) jumlah yang dapat dikurangkan dari nilai manfaat aset itu sendiri. Aset tetap akan disusutkan setiap tahun dengan cara mengurangi nilai buku sisa manfaatnya. Beberapa metode penyusutan yang dapat dimanfaatkan adalah sebagai berikut :

  • Metode Penyusutan Garis Lurus

Metode penyusutan ini adalah metode yang paling umum dan banyak digunakan oleh suatu perusahaan. Penghitungan biaya penyusutan adalah dengan membagi nilai harga perlohan suatu aset dengan total masa manfaatnya. Besarnya biaya penyusutan akan tetap sama di setiap tahunya, hal inilah yang memudahkan perusahaan dalam menghitung besarnya biaya penyusutanya.

Metode penyusutan ini dapat dilakukan dengan 2 (cara), dengan menggunakan nilai sisa dan tidak menggunakan nilai sisa

Tanpa menggunakan nilai sisa = harga perolehan/ masa manfaat

Menggunakan nilai sisa = (harga perolehan-nilai sisa)/masa manfaat

Contoh :

Perusahaan X membeli sebuah mobil yang memiliki masa manfaat adalah 8 tahun. Besarnya harga perolehan mobil tersebut adalah sebesar Rp 160 juta. Penyusutan tanpa adanya nilai sisa di akhir periode.

Maka besarnya biaya penyusutan per tahun atas mobil tersebut adalah sebagai berikut:

Rp 160.000.000  = Rp 20.000.000 / tahun

         8 tahun

  • Metode Penyusutan Saldo Menurun

Metode penyusutan ini menggunakan penghitungan dengan cara berdasarkan persentase dari nilai buku pada saat itu. Besaran persentasenya adalah sebesar 2x dari metode garis lurus

Penyusutan saldo menurun = 2x(100%/masa manfaat) x nilai sisa harga perolehan pada awal tahun

           

Setelah mengetahui aset tetap berwujud yang dimiliki dan besarnya nilai sisa manfaat dari aset-aset tersebut setelah dilakukan penyusutan bertahun-tahun, langkah selanjutnya adalah melakukan revaluasi atau penilaian kembali aset-aset tersebut. 

Tentunya, revaluasi aset tetap berwujud tersebut tidak bisa dilakukan sembarangan. Aturan terkait revaluasi ini telah ada di PSAK maupun peraturan perpajakan. Aturan pajak terkait revaluasi aset tetap berwujud adalah Pasal 19 ayat (1) UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktive Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan.

Revaluasi aset sendiri dapat dilakukan terhadap aset tetap berwujud yang tidak wajar nilainya karena adanya kenaikan harga atas aset tersebut ataupun penurunan harga. 

Revaluasi ini dilakukan agar aset tersebut mendekati nilai wajarnya. Revaluasi ini sangat penting dilakukan oleh perusahaan atau Wajib Pajak yang nantinya akan berpengaruh kepada nilai aset, besarnya penyusutan dan tentunya Laporan Keuangan perusahaan yang pastinya berhubungan dengan pelaporan PPh Badanya. 

Hal ini sangat penting dilakukan agar tejadi kesesuaian antara penghasilan dan besarnya biaya untuk mendapatkanya. Revaluasi aset tidak dapat dilakukan terhadap aset yang tidak berwujud karena aset tidak berwujud tidak dapat dilakukan penyusutan.

Aturan atas Revaluasi sesuai Pajak

Pasal 19 ayat (1) UU PPh menyatakan bahwa Menteri Keuangan mempunyai wewenang untuk menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aset dan factor penyesuaian atas aset tersebut apabila telah terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan perusahaan karena adanya perkembangan harga atas aktiva tersebut. 

Adanya perkembangan harga (baik itu menyebabkan harga aset menjadi lebih mahal atau lebih murah) dan adanya kejadian moneter yang dapat menyebabkan timbulnya beban pajak yang menjadi tidak wajar. Atas hal ini, Menteri Keuangan dapat menetapkan aturan terkait penilaian kembali nilai wajar atas aktiva tersebut agar terjadi matching cost againt revenue.

Lebih lanjut, di dalam PMK 79 Tahun 2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan memang memberi kesesmpatan bagi perusahaan atau Wajib Pajak untuk melakukan penilaian kembali untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah melaksanakan semua kewajibanya, terutama sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukanya penilaian kembali. 

Selain itu, perusahaan yang diizinkan untuk melakukan revaluasi adalah perusahaan dalam negeri dengan bentuk badan maupun Bentu Usaha Tetap (BUT) yang menggunakan Bahasa Indonesia dan menggunakan mata uang Rupiah dalam melakukan pembukuanya.

Persyaratan Revaluasi Aset Tetap menurut Pajak

Untuk dapat melakukan revaluasi, perusahaan harus mengajukan terlebih dahulu permohonan revaluasi tersebut kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak. Setelah mengajukan permohonan, Direjen Pajak berwenang untuk menerbitkan surat keputusan penilaian kembali aktiva tetap wajib pajak berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 

Revaluasi aset tetap dapat dilakukan atas seluruh aset tetap berwujud, termasuk atas tanah yang berstatus hak milik maupun hak guna bangunan yang berada di wilayah Indonesia yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara (3M) penghasilan yang meruapakan objek pajak di Indonesia.

  • Revaluasi aset tetap perusahaan harus dinilai berdasarkan nilai wajarnya, yang dapat diketahui dari harga pasarnya di luar yang berlaku saat revaluasi itu dilakukan. Penetapan nilai wajar harus dilakukan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli di dalam bidang penilaian, yang tentunya yang telah memperoleh izin atau pengakuan dari pihak pemerintah. Penilaian aset kembali ini harus segera dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun dari tanggal pelaporan perusahaan atau ahli penilaian tersebut.

  • Terkait petunjuk teknis dari metode dan pendekatan yang dipakai dalam melakukan penilaian, memang tidak ditetapkan secara rinci oleh pemerintah, semuanya murni dari kondisi perusahaan yang dinilai dan penilaian professional dari perusahaan penilai tersebut. Apabila nanti ditemukan fakta bahwa nilai yang telah ditetapkan oleh perusahaan penilai dianggap jauh dari nilai wajarnya, DJP dapat menetapkan kembali nilai wajar yang bersangkutan dengan kuasa pasal 10 ayat (3) UU PPh.
  •  
  • Apabila nantinya setelah dilakukan revaluasi didapatkan fakta bahwa nilai revaluasi lebih besar dari nilai sisa buku, maka selisih lebih tersebut dianggap sebagai keuntungan dan menjadi objek PPh Final atas revaluasi sebesar 10%. Namun, jika Wajib pajak sedang mengalami keuangan yang tidak bagus saat ditemukanya keuntungan tersebut, maka PPh Final dapat diajukan permohonan unutk dilakukan pembayaran secara berangsur, paling lama 12 (dua belas) bulan sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (4) UU KUP.
  • Penggolongan Aset Tetap sesuai dengan PMK 96
    Sebelum melakukan revaluasi aset tetap, sebaiknya perusahaan mengetahui aset tetap berwujudnya masuk di kelompok aset yang mana. Ada perbedaan antara PSAK dan aturan pajak terkait penggolongan aset tetap berwujud ini. 


  • Apabila mengacu PSAK, maka penggolongan aset tetap berwujud adalah didasarkan penilaian atas masa manfaat aset tetap berwujud dengan masa manfaatnya tidak dibatasi tahunya (bisa 3 tahun, 5 tahun atau tahun-tahun ganjil sesuai dengan peniliaian dari pembuat aset tersebut). Namun apabila mengacu aturan pajak, khusunya aturan di PMK 96 Tahun 2009, penggolongan aset hanya ditetapkan menjadi 4 (empat) jenis kelompok barang. 

  • Ketika penggolongan aset tetap berwujud yang dilakukan oleh perusahaan berdasarkan PSAK ternyata berbeda dengan apa yang sudah ditetapkan oleh aturan pajak di dalam PMK 96 Tahun 2009, maka harus dilakukan rekonsiliasi fiscal agar nilai penyusutan aset berwujud oleh wajib pajak tidak dikoreksi oleh pihak DJP di kemudian hari.
    Table 1- Tabel Penggolongan aset sesuai dengan PMK 96 Tahun 2009/dok pribadi
    Table 1- Tabel Penggolongan aset sesuai dengan PMK 96 Tahun 2009/dok pribadi

    Contoh Sengketa perpajakan terkait PMK 96 di Pengadilan Pajak
    Penggolongan aset tetap berwujud sebagai dasar koreksi fiscal yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri sebelum melaporkan nilai PPh Badanya adalah salah satu hal yang sangat penting. 


  • Apabila Wajib Pajak tidak merekoniliasi sperbedaan golongan aset ini atau salah menggolongkan asetnya maka akan terjadi koreksi ketika nanti dilakukan pemeriksaan oleh pihak DJP. Ada beberapa kasus terkait kesalahan penggolongan aset tetap berwujud yang dilakukan oleh perusahaan atau wajib pajak yang menyebabkan koreksi di saat pemeriksaan. Contoh kasus terkait kesalahan penggolongan aset tetap berwujud dapat dicontohkan sebagai berikut :

  • PT M3K adalah sebuah perusahaan yang menyewakan berbagai jenis kapal, khususnya kapal yang berkaitan dengan penunjang kegiatan penambangan minyak di lepas pantai. PT M3K adalah perusahaan yang sebagian besar kepemilikan sahamnya dimiliki oleh perusahaan dari negara Malaysia. 

  • PT M3K mempunyai sebuah kapal FPSO yang digunakan sebagai kapal eksplorasi dan produksi minyak mentah di lepas pantai, kapal ini sangat besar dan mirip dengan kapal tangker namun mesin dan kemudinya sudah dilepaskan semuanya sehingga kapal tidak bisa jalan sendiri, tapi harus ditarik oleh kapal kecil lainya. 

  • PT M3K mengelompokkan kapal FPSO miliknya ke kelompok II karena menganggap kapal tersebut bukan berbentuk kapal tangker yang utuh, namun hanya sebuah mesin eksplorasi dan produksi minyak mentah karena mesin kapal dan alat kemudinya sudah dihilangkan. Atas kelompok II ini, PT M3K melakukan penyusutan atas kapal FPSO miliknya dengan metode garis lurus dan disusutkan selama 8 tahun. 

  • Ketika dilakukan pemeriksaan oleh pihak DJP, kapal FPSO dilakukan koreksi kelompok penyusutanya menjadi kelompok IV. Pihak DJP beralasan bahwa kapal FPSO adalah sebuah kapal tangker yang hanya dimodifikasi saja walaupun telah kehilangan fungsi kemudi dan mesinya. Selain itu, kapal FPSO berbobot 180.000 dwt atau lebih dari 10.000 dwt yang menjadi syarat suatu aset dikelompokkan ke dalam kelompok IV PMK 96 Tahun 2009. 

  • Penghitungan koreksi yang dilakukan oleh pihak DJP adalah sebagai berikut :
    Penyusutan yang dilakukan oleh PT M3K sebelum dilakukan koreksi
    Harga Perolehan kapal FPSO adalah sebesar Rp 120.000.000.000 (120 miliyar rupiah)
    Masa manfaat sesuai pemahaman PT M3K adalah sebesar 8 tahun masa manfaat
    Penyusutan yang dibebankan setiap tahunya : Rp 120.000.000.000/8 tahun = Rp 15.000.000.000
    Koreksi yang dilakukan oleh pihak DJP menjadikan masa manfaatnya adalah 20 tahun
    Penyusutan versi pihak DJP : Rp 120.000.000.000/20 tahun = Rp 6.000.000.000
    Koreksi fiscal positif saat tahun sengketa adalah sebagai berikut : Rp 15.000.000.000-Rp 6.000.000.000
    = Rp 9.000.000.000
    Dengan adanya koreksi fiscal positif sebesar Rp 9.000.000.000, maka PT M3K harus menambah PPh Badanya sebesar : 25% x Rp 9.000.000.000 = Rp 2.250.000.000

    Manfaat Revaluasi Aset Tetap Berwujud
    Salah satu keuntungan dilakukanya revaluasi atas aset tetap berwujud adalah dapat menambah beban penyusutan dari aset tersebut yang pada akhirnya mengurangi nilai PPh Badan yang harus dibayar oleh Perusahaan. Walaupun atas revaluasi aset tetap ada biaya yang harus dibayar, antara lain membayar perusahaan penilai untuk merevaluasi aset dan membayar PPh final apabila terjadi selisih nilai yang lebih besar dari nilai buku, namun hal itu terbukti masih lebih kecil nilainya daripada nilai pengurangan PPh Badan yang nantinya akan didapatkan oleh perusahaan (Yuliza, 2015).
                

  • Beberapa keuntungan dari dilakukanya revaluasi aset tetap adalah sebagai berikut :
    • Dapat menunjukkan posisi aset perusahaan dengan nilai wajar dan tepat waktu sesuai dengan nilai pasar. Apabila perusahaan akan go public maka peningkatan nilai aset akan lebih daoat menarik minat dari para calon investor;
    • Menaikkan nilai aset akanj mempercantik Laporan Keuangan sehingga pihak calon kreditur, terutama BANK akan lebih mudah untuk memberikan kredit pinjamanya;
    • Mernaikkan nilai aset juga akan mempercantik Laporan Keuangan perusahaan sehingga akan dapat membantu ketika akan dilakukan proses merger, peleburan atau pelepasan saham mayoritas (Prabandaru, 2018)
  • Hal-hal yang harus diperhatikan saat revaluasi aset tetap

    Sebelum meutuskan untuk melakukan revaluasi aset tetap berwujud, berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh setiap Wajib Pajak yang akan melakukan revaluasi aset tetap berwujud :

    • Wajib Pajak terlebih dahulu harus menghitung dan memperhitungkan kondisi keuanganya, terutama cash flow dari perusahaan. Hal ini sangat penting karena revaluasi aset tetap membutuhkan biaya untuk membayar jasa penilai dan membayar PPh Final jika revaluasi menyebabkan nilai aset menjadi lebih besar dari nilai buku sisa (Jefriyanto, 2021);
    • Perusahaan harus melakukan simulasi terlebih dahulu dari nilai biaya yang dikeluarkan dan penghitungan PPh Badan agar dapat diketahui dari awal apakah revaluasi ini akan menguntungkan perusahaan atau malah merugikan atau membebani keuangan perusahaan pada akhirnya;
    • Mencari perusahaan penilai yang baik karena apabila nilai wajar yang dihasilkan ternyata jauh dari nilai wajar pasar, maka nantinya permohonan revaluasi akan ditolak oleh pihak DJP dan akan ditetapkan secara jabatan oleh DJP;
    • Mengetahui tujuan akhir dari dilakukanya revaluasi aset, apakah hanya ingin memperkecil PPh Badan saja atau ada tujuan lain semisal akan menjual aset tersebut ke pihak yang mempunyai hubungan istimewa atau akan go public. DJP mempunyai kemampuan untuk mengetahui tujuan akhir dari revaluasi aset yang dilakukan oleh setiap Wajib Paja, sehingga percobaan untuk mengecilkan atau meninggikan nilai revaluasi dari niai wajar pasar akan sangat berdampak dengan tindakan pemeriksa dari DJP nantinya.
  • Referensi :

    Jefriyanto, J. (2021). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Merevaluasi Aset Tetap. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan, 9(2), 245-254.

    Junaedi, D., & Salistia, F. (2020). Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Terdampak. Simposium Nasional Keuangan Negara, 2(1), 995-1013.

    Prabandaru, A. 2018. Pentingnya Perencanaan Pajak Terhadap Revaluasi Aset Tetap Perusahaan. Diakses pada tanggal 26 Juli 2021 dari https://klikpajak.id/blog/berita-pajak/perencanaan-pajak-revaluasi-aset-tetap/

    Yuliza Rischa Farery, Devy Pusposari. 2015. Analisis Perencanaan Pajak Melalui Revaluasi Aset Tetap untuk Mengurangi Beban Pajak Penghasilan Perusahaan (Studi Kasus pada Unit Industri X PT ABC (Persero) Pulau Jawa). Malang, Jawa Timur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun