Untuk dapat melakukan revaluasi, perusahaan harus mengajukan terlebih dahulu permohonan revaluasi tersebut kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak. Setelah mengajukan permohonan, Direjen Pajak berwenang untuk menerbitkan surat keputusan penilaian kembali aktiva tetap wajib pajak berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak.Â
Revaluasi aset tetap dapat dilakukan atas seluruh aset tetap berwujud, termasuk atas tanah yang berstatus hak milik maupun hak guna bangunan yang berada di wilayah Indonesia yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara (3M) penghasilan yang meruapakan objek pajak di Indonesia.
- Revaluasi aset tetap perusahaan harus dinilai berdasarkan nilai wajarnya, yang dapat diketahui dari harga pasarnya di luar yang berlaku saat revaluasi itu dilakukan. Penetapan nilai wajar harus dilakukan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli di dalam bidang penilaian, yang tentunya yang telah memperoleh izin atau pengakuan dari pihak pemerintah. Penilaian aset kembali ini harus segera dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun dari tanggal pelaporan perusahaan atau ahli penilaian tersebut.
- Terkait petunjuk teknis dari metode dan pendekatan yang dipakai dalam melakukan penilaian, memang tidak ditetapkan secara rinci oleh pemerintah, semuanya murni dari kondisi perusahaan yang dinilai dan penilaian professional dari perusahaan penilai tersebut. Apabila nanti ditemukan fakta bahwa nilai yang telah ditetapkan oleh perusahaan penilai dianggap jauh dari nilai wajarnya, DJP dapat menetapkan kembali nilai wajar yang bersangkutan dengan kuasa pasal 10 ayat (3) UU PPh.
- Â
- Apabila nantinya setelah dilakukan revaluasi didapatkan fakta bahwa nilai revaluasi lebih besar dari nilai sisa buku, maka selisih lebih tersebut dianggap sebagai keuntungan dan menjadi objek PPh Final atas revaluasi sebesar 10%. Namun, jika Wajib pajak sedang mengalami keuangan yang tidak bagus saat ditemukanya keuntungan tersebut, maka PPh Final dapat diajukan permohonan unutk dilakukan pembayaran secara berangsur, paling lama 12 (dua belas) bulan sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (4) UU KUP.
Penggolongan Aset Tetap sesuai dengan PMK 96
Sebelum melakukan revaluasi aset tetap, sebaiknya perusahaan mengetahui aset tetap berwujudnya masuk di kelompok aset yang mana. Ada perbedaan antara PSAK dan aturan pajak terkait penggolongan aset tetap berwujud ini.Â- Apabila mengacu PSAK, maka penggolongan aset tetap berwujud adalah didasarkan penilaian atas masa manfaat aset tetap berwujud dengan masa manfaatnya tidak dibatasi tahunya (bisa 3 tahun, 5 tahun atau tahun-tahun ganjil sesuai dengan peniliaian dari pembuat aset tersebut). Namun apabila mengacu aturan pajak, khusunya aturan di PMK 96 Tahun 2009, penggolongan aset hanya ditetapkan menjadi 4 (empat) jenis kelompok barang.Â
- Ketika penggolongan aset tetap berwujud yang dilakukan oleh perusahaan berdasarkan PSAK ternyata berbeda dengan apa yang sudah ditetapkan oleh aturan pajak di dalam PMK 96 Tahun 2009, maka harus dilakukan rekonsiliasi fiscal agar nilai penyusutan aset berwujud oleh wajib pajak tidak dikoreksi oleh pihak DJP di kemudian hari.
Contoh Sengketa perpajakan terkait PMK 96 di Pengadilan Pajak
Penggolongan aset tetap berwujud sebagai dasar koreksi fiscal yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri sebelum melaporkan nilai PPh Badanya adalah salah satu hal yang sangat penting. - Apabila Wajib Pajak tidak merekoniliasi sperbedaan golongan aset ini atau salah menggolongkan asetnya maka akan terjadi koreksi ketika nanti dilakukan pemeriksaan oleh pihak DJP. Ada beberapa kasus terkait kesalahan penggolongan aset tetap berwujud yang dilakukan oleh perusahaan atau wajib pajak yang menyebabkan koreksi di saat pemeriksaan. Contoh kasus terkait kesalahan penggolongan aset tetap berwujud dapat dicontohkan sebagai berikut :
- PT M3K adalah sebuah perusahaan yang menyewakan berbagai jenis kapal, khususnya kapal yang berkaitan dengan penunjang kegiatan penambangan minyak di lepas pantai. PT M3K adalah perusahaan yang sebagian besar kepemilikan sahamnya dimiliki oleh perusahaan dari negara Malaysia.Â
- PT M3K mempunyai sebuah kapal FPSO yang digunakan sebagai kapal eksplorasi dan produksi minyak mentah di lepas pantai, kapal ini sangat besar dan mirip dengan kapal tangker namun mesin dan kemudinya sudah dilepaskan semuanya sehingga kapal tidak bisa jalan sendiri, tapi harus ditarik oleh kapal kecil lainya.Â
- PT M3K mengelompokkan kapal FPSO miliknya ke kelompok II karena menganggap kapal tersebut bukan berbentuk kapal tangker yang utuh, namun hanya sebuah mesin eksplorasi dan produksi minyak mentah karena mesin kapal dan alat kemudinya sudah dihilangkan. Atas kelompok II ini, PT M3K melakukan penyusutan atas kapal FPSO miliknya dengan metode garis lurus dan disusutkan selama 8 tahun.Â
- Ketika dilakukan pemeriksaan oleh pihak DJP, kapal FPSO dilakukan koreksi kelompok penyusutanya menjadi kelompok IV. Pihak DJP beralasan bahwa kapal FPSO adalah sebuah kapal tangker yang hanya dimodifikasi saja walaupun telah kehilangan fungsi kemudi dan mesinya. Selain itu, kapal FPSO berbobot 180.000 dwt atau lebih dari 10.000 dwt yang menjadi syarat suatu aset dikelompokkan ke dalam kelompok IV PMK 96 Tahun 2009.Â
- Penghitungan koreksi yang dilakukan oleh pihak DJP adalah sebagai berikut :
Penyusutan yang dilakukan oleh PT M3K sebelum dilakukan koreksi
Harga Perolehan kapal FPSO adalah sebesar Rp 120.000.000.000 (120 miliyar rupiah)
Masa manfaat sesuai pemahaman PT M3K adalah sebesar 8 tahun masa manfaat
Penyusutan yang dibebankan setiap tahunya : Rp 120.000.000.000/8 tahun = Rp 15.000.000.000
Koreksi yang dilakukan oleh pihak DJP menjadikan masa manfaatnya adalah 20 tahun
Penyusutan versi pihak DJP : Rp 120.000.000.000/20 tahun = Rp 6.000.000.000
Koreksi fiscal positif saat tahun sengketa adalah sebagai berikut : Rp 15.000.000.000-Rp 6.000.000.000
= Rp 9.000.000.000
Dengan adanya koreksi fiscal positif sebesar Rp 9.000.000.000, maka PT M3K harus menambah PPh Badanya sebesar : 25% x Rp 9.000.000.000 = Rp 2.250.000.000Manfaat Revaluasi Aset Tetap Berwujud
Salah satu keuntungan dilakukanya revaluasi atas aset tetap berwujud adalah dapat menambah beban penyusutan dari aset tersebut yang pada akhirnya mengurangi nilai PPh Badan yang harus dibayar oleh Perusahaan. Walaupun atas revaluasi aset tetap ada biaya yang harus dibayar, antara lain membayar perusahaan penilai untuk merevaluasi aset dan membayar PPh final apabila terjadi selisih nilai yang lebih besar dari nilai buku, namun hal itu terbukti masih lebih kecil nilainya daripada nilai pengurangan PPh Badan yang nantinya akan didapatkan oleh perusahaan (Yuliza, 2015).
       - Beberapa keuntungan dari dilakukanya revaluasi aset tetap adalah sebagai berikut :
- Dapat menunjukkan posisi aset perusahaan dengan nilai wajar dan tepat waktu sesuai dengan nilai pasar. Apabila perusahaan akan go public maka peningkatan nilai aset akan lebih daoat menarik minat dari para calon investor;
- Menaikkan nilai aset akanj mempercantik Laporan Keuangan sehingga pihak calon kreditur, terutama BANK akan lebih mudah untuk memberikan kredit pinjamanya;
- Mernaikkan nilai aset juga akan mempercantik Laporan Keuangan perusahaan sehingga akan dapat membantu ketika akan dilakukan proses merger, peleburan atau pelepasan saham mayoritas (Prabandaru, 2018)
Hal-hal yang harus diperhatikan saat revaluasi aset tetap
Sebelum meutuskan untuk melakukan revaluasi aset tetap berwujud, berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh setiap Wajib Pajak yang akan melakukan revaluasi aset tetap berwujud :
- Wajib Pajak terlebih dahulu harus menghitung dan memperhitungkan kondisi keuanganya, terutama cash flow dari perusahaan. Hal ini sangat penting karena revaluasi aset tetap membutuhkan biaya untuk membayar jasa penilai dan membayar PPh Final jika revaluasi menyebabkan nilai aset menjadi lebih besar dari nilai buku sisa (Jefriyanto, 2021);
- Perusahaan harus melakukan simulasi terlebih dahulu dari nilai biaya yang dikeluarkan dan penghitungan PPh Badan agar dapat diketahui dari awal apakah revaluasi ini akan menguntungkan perusahaan atau malah merugikan atau membebani keuangan perusahaan pada akhirnya;
- Mencari perusahaan penilai yang baik karena apabila nilai wajar yang dihasilkan ternyata jauh dari nilai wajar pasar, maka nantinya permohonan revaluasi akan ditolak oleh pihak DJP dan akan ditetapkan secara jabatan oleh DJP;
- Mengetahui tujuan akhir dari dilakukanya revaluasi aset, apakah hanya ingin memperkecil PPh Badan saja atau ada tujuan lain semisal akan menjual aset tersebut ke pihak yang mempunyai hubungan istimewa atau akan go public. DJP mempunyai kemampuan untuk mengetahui tujuan akhir dari revaluasi aset yang dilakukan oleh setiap Wajib Paja, sehingga percobaan untuk mengecilkan atau meninggikan nilai revaluasi dari niai wajar pasar akan sangat berdampak dengan tindakan pemeriksa dari DJP nantinya.
Referensi :
Jefriyanto, J. (2021). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Merevaluasi Aset Tetap. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan, 9(2), 245-254.
Junaedi, D., & Salistia, F. (2020). Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Terdampak. Simposium Nasional Keuangan Negara, 2(1), 995-1013.
Prabandaru, A. 2018. Pentingnya Perencanaan Pajak Terhadap Revaluasi Aset Tetap Perusahaan. Diakses pada tanggal 26 Juli 2021 dari https://klikpajak.id/blog/berita-pajak/perencanaan-pajak-revaluasi-aset-tetap/
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!