Pelaku KKN yang kecil-kecilan banyak yang tertanggap oleh KPK, namun pelaku KKN yang kelas besar masih sulit untuk dijerat karena permainan mereka terlalu bagus. Mereka merupakan orang-orang berintelektual tinggi yang licin. Abdi negara yang sebenarnya bukanlah pengabdi negara. Mereka adalah pengabdi uang dan tidak melayani sepenuh hati. Mereka adalah mafia-mafia bertopeng birokrat.
Pelaku KKN kelas besar masih bisa bergerak, namun pelaku semi KKN adalah bagian yang sampai saat ini masih sangat leluasa dalam bergerak.
Selain KKN, praktek 'ngebos' oleh pimpinan yang tidak bisa bekerja namun punya jabatan masih sangat sering ditemui. Memiliki penyakit berat namun masih dipertahankan. Untuk yang satu ini penulis sangat terganggu, harusnya orang-orang yang menempati posisi strategis adalah mereka yang bisa bekerja, bukan mereka yang tidak bisa bekerja dan hadir di sana untuk mengamankan sebuah kepentingan!
Rekrutmen pimpinan dan staf haruslah bermartabat, bila sejak rekrutmen saja sudah tidak berasaskan jujur dan adil, bagaimana bisa berbicara bekerja untuk rakyat? Apakah rakyat bisa percaya dengan kata-kata pimpinan yang lahir dari rekrutmen yang tidak jujur? Kita akan menjawab tidak, namun siapa berani?
Bila bangsa ini ingin merdeka, maka setiap birokrasi harus lepas dari penjajahan.
Kelima, bangsa ini belum terlepas dari kebodohan.
Pemerintah berkata ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, namun perpustakaan di daerah tingkat kabupaten saja tidak terurus. Bangunan yang tidak terurus, tampilannya buruk, koleksi buku di dalam sana yang masih minim, pengurus di sana sendiri tidak melakukan banyak hal untuk menularkan minat baca kepada masyarakat selain mengoperasikan kendaraan bertuliskan 'Perpustakaan Keliling'. Miris memang, ingin mencerdaskan manusia yang banyak, namun satu bangunan perpustakaan saja tidak mencerminkan satu bangunan yang bila orang masuk ke dalamnya akan bertambah wawasannya.
Bagaimana masyarakat dapat lepas dari belenggu kebodohan, selamanya mereka akan terjajah dengan wawasan yang dangkal. Peran serta masyarakat (civil society) dalam roda pemerintahan masih minim karena masyarakat kurang terdidik wawasan kebangsaannya, yang terdidik adalah wawasan untuk menghasilkan uang.
Keenam, bangsa ini masih belum merdeka walau sudah banyak sarjana.
Rumah-rumah terpagar tinggi, masing-masing orang mengamankan diri dan harta bendanya karena belum aman dan belum terlindung.
Banyak lulusan perguruan tinggi tidak mencerminkan diri sebagai seorang sarjana, tidak mampu menulis dan memberi opini. Perkotaan dengan bangunan-bangunan yang buruk secara tampilan, seperti di sana tidak ada sarjana arsitek. Murid-murid sekolah tidak suka belajar dan membaca seperti di sekolah-sekolah tidak ada sarjana pendidikan (penulis ambil contoh dua saja).
Di Jakarta dan daerah lainnya banjir masih terjadi, padahal sudah banyak sarjana dan lulusan prodi penataan kota.
Mereka yang mahir dan punya kualitas sebaliknya menjadi blunder bagi negara. Para ahli hukum bermain menjadi mafia hukum dan tidak menjalankan fungsi pro bono (fungsi edukasi dan bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu dengan tidak memungut biaya dari klien/dengan biaya pribadi). Akibatnya masyarakat takut mencari advokat, karena belum-belum sudah berpikir harus bayar mahal.