"Iya dek benar, Jasnya ndak hanya satu loh, ada beberapa. Mobil Oom itu juga masih ada beberapa, kemarin dia pakai yang warna putih. Minggu lalu Pakai yang merah." Ahmad menerangkan dengan logat medhoknya.
"...."
"Kamu kenapa diam dek?"
"Kapan ya bang kita punya apa yang Oom itu punya?" Udin tertunduk mengingat teman-temannya di sekolah yang sudah bawa hp. Sering Udin tidak ditemani lantaran dirinya yang tidak punya hp. Peralatan sekolah pun seadanya.
"Ndak tahulah dek-dek, Abang aja sehari ndak sampai seratus rebu, buat makan sama kebutuhan kita sehari-hari hanya bisa nabung dikit. Jas ini Abang beli sama teman Abang, dia jual murah sama Abang. Abang lihat bagus dan kepingin toh punya satu yang begini."
"Adek mau belajar pintar-pintar bang, biar nanti bisa kerja dan cari duit yang banyak."
"Iya dek, kamu harus sukses. Biar Abang seperti ini tapi adek Abang sukses ke depannya."
Kedua kakak beradik ini pun teduh sekali. Mimpi-mimpi dan pengharapan akan hari depan yang baik selalu menghiasi datang apabila kesulitan tak sengaja melamun.
Sambil menaruh Jas yang tadi dipakai ke dalam kantong kresek hitam. Ahmad mengambil botol minum dan memberikan pada adik kecilnya.
"Nih minum dulu, habis ini kamu kerjakan PR. Abang masih banyak kerjaan." Sambil berjalan ke arah datangnya mobil baru.
Udin kecil melihat Abangnya meniup peluit, dengan satu tangannya mengisyaratkan untuk maju kepada mobil yang datang untuk diparkirkan. Setiap hari seperti itu.Â