Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rahasia Tawa dan Tangis

2 September 2016   13:32 Diperbarui: 2 September 2016   23:56 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara langkah kaki...

Putri terbangun walaupun langkah kaki itu sebenarnya tidak mengganggunya sama sekali.

Sesaat kemudian ayah pun telah berada tepat di samping ranjang tidur Putri. Sambil membawa sebungkus besar belanjaan yang tak dapat diduga apa isinya selain makanan dan buah-buahan. Apalagi sebuah keajaiban!

Putri tidak penasaran karena isi kantong pun mungkin bukanlah sesuatu yang berguna bagi dirinya yang sedang terbaring lemah tanpa setitik pun semangat dalam raut wajahnya. Bahkan kantong Doraemon pun tidak dapat menjadikannya lebih baik.

"Apa kau tidak rindu ayah?" Sambil menggenggam telapak tangan remaja putrinya.

"Aku merindukan mu ayah, sama seperti aku merindukan ibu." Raut wajah itu tidak berubah sama sekali.

Ayah duduk tepat di samping ranjang Putri sambil bersandar pada tembok putih dingin.

Malam ini tepat 16 hari Putri menginap. Ruangan ber AC dengan makan teratur ternyata tidak begitu menyenangkan.

Sebuah ruangan yang hanya bersekatkan tirai hijau panjang membuat segala aktivitas di dalam ruangan itu meskipun tidak tampak tetapi kedengaran dan dapat dirasakan sangat nyata oleh siapapun juga yang hadir.

Kejadian 3 hari yang lalu masih membekas dengan nyata dibenak Putri. Ratap tangis pada ruangan sebelahnya yang hanya dibatasi oleh tirai hijau terasa sangat memilukan sekali hingga Putri pun tidak sanggup mendengarnya. Itu adalah kali kedua Putri berada pada kondisi seperti itu. Yang pertama adalah saat-saat Putri kehilangan ibunya.

"Maafkan ayah nak, ayah tidak sanggup memberikanmu sedikit keajaiban." Putri mengangguk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun