Sementara itu, Kawasan Perdesaan Prioritas Daerah memiliki status IPKP konsolidasi dan mandiri dengan rincian 12 Kawasan Perdesaan Prioritas Daerah dengan status mandiri atau sebesar 80%, dan sisanya 3 Kawasan Perdesaan Prioritas Daerah memiliki status konsolidasi atau sebesar 20%.
Bila digabungkan jumlah status yang diperoleh lokasi KPPN dengan lokasi KPPD maka status Mandiri mendominasi yakni sebanyak 38 Kawasan Perdesaan, disusul dengan status Konsolidasi 35 Kawasan Perdesaan, status Inisiasi dan Berdaya Saing masing-masing 1 Kawasan Perdesaan. Artinya ini menunjukkan bahwa sebagian besar Kawasan Perdesaan berstatus Mandiri.
3. BUM Desa Bersama Kelembagaan Ekonomi Antar Desa di Kawasan Perdesaan
Di tataran kawasan perdesaan terdapat kerjasama desa-desa dengan kelembagaan ekonominya yang diwujudkan dalam bentuk Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUM Desa Bersama). BUM Desa Bersama merupakan pelaku utama dalam penyelenggaraan pembangunan kawasan perdesaan. Hal ini disebabkan karena pengembangan potensi ekonomi Kawasan Perdesaan roh utamanya adalah kerjasama antar-desa. Dalam proses kerjasama, masing-masing desa melakukan pemetaan potensi di wilayahnya. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh agar potensi yang ada akan menjadi sumber-sumber penghidupan masyarakat desa dan Kawasan Perdesaan secara berkelanjutan.
Kesejahteraan serta kemandirian bukanlah hal yang serta-merta terjadi begitu saja, dibutuhkan langkah dan tahapan dalam proses pencapaiannya. BUM Desa Bersama sebagai perwujudan pelembagaan ekonomi Antar-Desa dalam rangka perluasan skala ekonomi yang terintegrasi, saling mendukung dan saling menguatkan yang bermuara pada kesejahteraan dan kemandirian masyarakat desa. BUM Desa Bersama merupakan wujud kehadiran negara dalam bentuk penciptaan kondisi yang bersifat inklusif, artinya melayani seluruh elemen masyarakat desa dengan misi utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat daya saing desa.
Pengembangan BUM Desa Bersama juga menjadi kebijakan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, yakni Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) dengan turut mendorong pengembangan BUM Desa Bersama di sejumlah kawasan perdesaan melalui berbagai kegiatan yang terintegrasi.
4. Tantangan BUM Desa Bersama dalam Pengembangan Ekonomi Kaawasan
Dalam perjalanannya, saat ini BUM Desa Bersama sebagai basis pengembangan ekonomi antar desa di kawasan perdesaan masih menghadapi berbagai tantangan. Di Jawa Tengah misalnya, dana yang terbatas menjadi salah satu sebab BUM Desa/BUM Desa Bersama tak bergerak. Inisiatif pemberian modal dari pemerintah pusat bahkan bagi sebagian besar desa, dana yang mereka alokasikan untuk mendirikan BUM Desa Bersama masih terlalu kecil sebagai modal bagi lahirnya sebuah usaha yang sustain dan produktif (http://lamonganberdesa.blogspot.com).
Lain lagi di Kabupaten Gunungkidul, Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Gunungkidul mencatat dari 12 desa yang memproklamirkan diri sebagai desa wisata, hanya sekitar 60 persen yang bertahan dan itupun tidak menghasilkan income yang bisa menghidupi aktivitas usahanya.
Berbeda dengan Jawa Tengah, di Kutai Timur bukan hanya masalah dana yang menjerat manajemen BUM Desa/BUM Desa Bersama hingga sulit bernafas tetapi juga karena keterbatasan Sumber Daya Manusia. BUM Desa Bersama yang seharusnya dikelola orang-orang desa yang memiliki kapabilitas mengelola usaha, karena keterbatasan SDM di desa sehingga sulit mencarinya. Dengan demikian pengurus BUM Desa/BUM Desa Bersama harus memiliki kapabilitas untuk mengelola usaha dengan perhitungan atau memiliki perencanaan bisnis yang jelas, mengenai apa dan bagaimana unit usaha akan dikelola.
Selain persoalan tersebut diatas, masih banyak persoalan yang menjadi tantangan bagi BUM Desa Bersama seperti:
- Pengembangan produk dan pemasaran