Lalu apa yang menjadi pelajarannya?
Kata “Cina” dalam enam bulan terakhir ini pemakaiannya dalam obrolan dan perdebatan meningkat pesat. Itu disertai rasa jijik, atau benci, pada sebagian orang. Apalagi ditambah isu kedatangan 10 juta orang warga RRC ke Tanah Air, isu Sembilan Naga yang akan menguasai negeri ini, plus berita tertangkapnya penduduk WN Cina yang bekerja di sawah atau di pabrik tanpa izin kerja. Rasa benci itu bertambah dan bahkan bercampur dengan rasa takut dan rasa marah.
Itu semua bisa dihindari jika kita memandang Cina, baik WNI keturunan Cina maupun RRC secara wajar; secara proporsional. Lebih banyak jumlah WNI keturunan Cina yang berjasa dibandingkan dengan jumlah WNI keturunan yang jadi penjahat. Kalau pun ada konglomerat WNI keturunan Cina yang ngemplang uang negara, jangan lupa banyak pejabat yang ngemplang uang negara. Bertepuk tangan tak pernah sebelah tangan, selalu dua tangan. Kejadian kolusi itu karena kedua pihak bersepakat mencuri uang negara.
Bahaya RRC di Laut Cina Selatan, ya sebaiknya kita serahkan kepada negara untuk mengurusnya. Begitu juga dengan bahaya lainnya terhadap negara. Tak perlu kita menghabiskan waktu dalam diskusi dan perdebatan yang tidak perlu dan dalam debat yang menjadikan kita emosi.
Lebih baik kita berkarya sebaik mungkin—supaya produktivitas nasional meningkat. Lebih baik kita tingkatkan gotong-royong kita—supaya kita menjadi bangsa yang dapat bergerak maju.
(Sumber foto: http://www.ragamseni.com/tarian-tradisional-dari-betawi-yang-wajib-kamu-ketahui/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H