Mohon tunggu...
Hendri Ma'ruf
Hendri Ma'ruf Mohon Tunggu... lainnya -

Hobi "candid photo," suka traveling, dan senang membaca plus menulis. Pernah bekerja di perusahaan, sekarang berkarya mandiri. Meminati masalah kepemimpinan, manajemen, dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hai Para Alumni Kembalilah Ke Sekolahmu!

31 Juli 2015   10:59 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:43 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(2) Semua Menteri dan kementerian yang ada kaitannya dengan perploncoan (termasuk Kementerian Dalam Negeri dengan IPDN-nya) bukan cuma Kementerian P&K, mengeluarkan peraturan melarang perploncoan dalam bentuk apa pun sekaligus membuat peraturan yang memberi sanksi atas pelanggaran. Dan pihak yang paling bertanggung jawab di sekolah, kampus, akademi, pusat pendidikan (spt IPDN) harus dihukum termasuk dimutasikan atau di-staf-kan jika melanggar peraturan. 

(3) Masyarakat diberi saluran telpon/email/SMS/WA untuk melaporkan kejadian perploncoan termasuk seperti contoh yang dialami anak bu Aisah dengan bukti foto jika mungkin. Jika tidak mungkin asalkan laporannya diperkuat oleh beberapa orang saksi yang bersedia disumpah untuk memberi kesaksian. 

Begitu sih yang saya pikir.”

Lalu teman saya itu menulis lagi, begini: “Sayangnya itu mereka pada takut untuk melapor pak, walaupun mereka tahu anaknya pada mengeluh.”

Saya jawab: “Karena tidak disediakan sarananya (no telpon, alamat email, atau kotak pos). Juga karena syarat nomor 1 dan nomor 2 tidak dijalankan.”

Namun, setelah saya pikirkan kembali, jawaban saya sebaiknya begini: “Karena tidak disediakan sarananya (no telpon, alamat email, atau kotak pos) untuk melapor. Juga karena syarat nomor 2 tidak dijalankan.” Nomor 1 itu sulit dilaksanakan serentak saat ini. Tetapi upayanya harus dimulai dari sekarang.

Di luar gagasan di atas, ada sebuah cara lain yang saya pikir cukup efektif dikerjakan. Ini semata-mata opini. Jika ada sanggahan atas opini tentu akan saya terima, baca, dan cerna. Siapa tahu memang bakal menyempurnakan opini saya ini.

Semua pejabat, politikus, pemimpin perusahaan, manajer, perwira TNI dan Polri, pengusaha (baik besar maupun kecil), dan lain-lainnya, adalah pihak yang saya sebut dalam judul artikel sebagai alumni sekolahnya masing-masing. Apa pun sekolah mereka (SMP dan SMA), mereka harus mengunjungi kembali sekolah mereka masing-masing. Mereka harus kunjungi dua kali. Kontak dan koordinasi dengan kepala sekolah harus dilakukan dalam tujuan kedatangan alumni dua kali ini.

Pertama saat menjelang libur sekolah, libur kenaikan. Pada pertemuan ini, para alumni bersama Kepala Sekolah akan bicara kepada para pengurus OSIS dan para Pengurus Kelas (seperti Ketua Kelas berikut Sekretaris dan Bendahara jika ada). Cukup dua tiga orang alumni yang bicara, meski alumni yang hadir banyak. Intinya adalah pesan tentang tidak perlunya mengadakan perpeloncoan, apa pun nama dan bentuknya.

Ceritakan situasi di negri lain khususnya negara-negara maju yang tidak mengadakan perpeloncoan. Tekankan pesan bahwa sebagai kakak kelas, hormat adik kelas bukan dari hasil perpeloncoan. Untuk itu, penting bagi para alumni agar mereka sendiri menjauhi sikap arogansi, sikap merasa sukses, sikap bossy, dan lain-lain sikap negatif. Mereka harus datang dengan rendah hati, bersikap sopan, dan sudi mendengarkan.

Katakan kepada pengurus OSIS dan pengurus Kelas bahwa dalam masa MOPD nanti di tahun ajaran baru, akan hadir beberapa orang alumni yang akan turut menyambut kedatangan adik-adik kelas. (Tentu saja, tujuan utama yang tersembunyi adalah memastikan bahwa perpeloncoan tidak terjadi. Dan tentu ini semua dengan izin Kepala Sekolah dan koordinasi dengan Wakil Kepala Sekolah bidang kesiswaan dan para Wali Kelas.)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun