Mohon tunggu...
Hendriko Handana
Hendriko Handana Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa, menulis suka-suka

Pria berdarah Minang. Seorang family man humble. Hobi membaca, menulis, dan berolahraga lari. "Tajamkan mata batin dengan mengasah goresan pena"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Asrama Tua Menuju Istana Merdeka (4): Modal "Bansi Palayaran"

22 Februari 2019   18:19 Diperbarui: 23 Agustus 2019   21:38 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Suatu sore di sekolah kami, jam pelajaran usai. Aku belum bergegas pulang. Masih ada keperluan. Aku duduk di lobi sekolah menghadap jalanan kecil beraspal. Jalan ini membentang memisah dua kelurahan, Balai Nan Duo dan Tanjung Gadang.


Sesosok penjual 'aia aka' bergerobak dorong berjalan perlahan. Kita Indonesia-kan 'air akar' meski tidak tepat, terasa mengganjal. Air akar adalah sejenis cincau khas berwarna hijau yang dipadu dengan air asam atau santan dengan manisan gula aren. Tentu nikmat bukan? Jenis ini adalah peringkat kedua favoritku di kala dahaga menyerang. Peringkat satu yang memikatku adalah es tebak di Pokan Sotu dan Pokan Komih, tak jauh dari rumah kami. Tapi, cerita ini bukan tentang jenis minuman itu.


Penjual air akar membawa musik berbunyi merdu. Rekaman kaset yang diputar mendendangkan suara musik bansi, sebuah alat musik tiup khas Minang sejenis seruling terbuat dari bambu berjenis khusus.


Sebagai sesama alat musik tiup, saluang tentu lebih jamak terdengar. Nah..., dua alat ini mirip berganding-ganding. Saluang memiliki empat lubang. Bambu dibuat bolong ujung ke ujung. Agar dapat menemukan bunyi, iya mesti ditiup dari ujung dengan sudut tiup yang pas sehingga menjadi booming. Eh... ngawur. 

Sedangkan bansi, bentuknya lebih pendek. Lubangnya ada tujuh. Enam di sisi atas, satu lagi di bawah. Salah satu ujung dibuat lancip. Bansi gampang ditiup, segampang seruling plastik yang dijual di pasaran. Jika Anda mengaku berdarah Minang tentunya mengetahui dua alat musik ini.

Gambar Bansi Sumber: www.silontong.com
Gambar Bansi Sumber: www.silontong.com

Gambar SaluangSumber: www.silontong.com
Gambar SaluangSumber: www.silontong.com

Suara khas musik bansi mengantarkan lamunanku agak jauh menuju pemandangan sawah menghampar luas diiringi keliling pegunungan. Terselip rumah gadang berdiri kokoh, didampingi dua bangunan rangkiang kiri kanan, penyimpan padi di kala panen. 

Tiba-tiba aku sadar tertegun. Lamunanpun buyar. Pedagang air akar berlalu. Namun alunan bansi masih terngiang di telinga, merasuk di sanubari. Ah, ngga usah lebay.


"Nah, ini petunjuk," pikirku.


Aku teringat beberapa bulan lalu. Om Ad, sapaanku terhadap penyair Adri Sandra, pernah memamerkan kemampuannya bermain bansi. Sepertinya menarik jika aku kuasai barang 1 atau 2 alunan nada untuk keperluan seleksi. Tentu aku akan raih poin bagus, terkesan menguasai alat musik Minang Kabau.


Satu hari berlalu. Aku mendatangi rumahnya, tak genap tiga menit bersepeda motor dari rumahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun