Setelah Amira duduk, Rendra membawa secangkir teh untuknya. Dia duduk di seberang putrinya, berusaha terlihat tenang meskipun hatinya terus berdebar. "Jadi, ada apa, Amira? Ada yang kamu ingin bicarakan?"
Amira menarik napas dalam, menatap cangkir tehnya untuk beberapa saat sebelum akhirnya berbicara. "Aku ingin tahu... apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini."
Pertanyaan itu membuat suasana semakin tegang. Winda menatap Amira dengan tajam, sementara Rendra terdiam. "Apa maksudmu, Amira?" tanya Winda akhirnya, suaranya lebih tegas dari biasanya.
"Aku tahu ada sesuatu yang tidak beres antara Papa dan Mama," kata Amira, suaranya terdengar serius. "Aku sudah merasakannya sejak beberapa bulan lalu, tapi tidak ada yang pernah bilang apa-apa padaku. Jadi, aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Rendra merasa terjebak. Dia ingin melindungi Amira dari masalah ini, tetapi dia tahu bahwa putrinya sudah cukup dewasa untuk memahami situasi. "Amira, kami sedang mencoba mencari jalan keluar," katanya, berusaha terdengar meyakinkan. "Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."
"Benarkah, Pa?" Amira menatapnya dengan mata yang penuh keraguan. "Karena dari apa yang aku lihat sekarang, kalian berdua seperti orang asing di rumah ini."
Winda menghela napas panjang, menaruh cangkir tehnya di meja dengan sedikit kasar. "Ini bukan urusanmu, Amira. Mama dan Papa akan menyelesaikannya sendiri," katanya, suaranya tegas tetapi penuh dengan ketegangan yang jelas.
"Tapi ini rumahku juga, Ma," jawab Amira dengan suara yang sedikit gemetar. "Aku berhak tahu apa yang terjadi. Aku tidak mau hanya pulang ke rumah untuk menemukan semuanya sudah berantakan."
Rendra ingin menyela, tetapi kata-kata itu tidak keluar. Dia hanya bisa melihat percakapan itu berlanjut, ketegangan antara ibu dan anak yang semakin memanas.
"Amira, ini lebih rumit dari yang kamu kira," kata Rendra akhirnya, suaranya penuh dengan rasa bersalah. "Kami sedang mencoba memperbaikinya, tapi... ini tidak mudah."
Amira menatap mereka berdua dengan tatapan penuh emosi. "Aku hanya ingin kalian jujur, Papa, Mama. Kalau ada sesuatu yang salah, aku ingin tahu. Karena aku tidak bisa pura-pura semuanya baik-baik saja ketika jelas-jelas tidak."