Mohon tunggu...
Hendri Bun
Hendri Bun Mohon Tunggu... karyawan swasta -

www.bunhendri.com; Co-founder PT Mitra Pembelajar; Berpengalaman 15 tahun di industri pelatihan; Points of You Practitioner Certification by POY Singapore; Training for Trainer MBTI by Edutraco; Becoming an Excellent Trainer by PT Mitra Pembelajar; Author ‘505 Game: Dinamika Kelompok untuk Membangun dan Membentuk Tim yang Solid’; Berpengalaman melakukan berbagai pelatihan dengan sejumlah tema: team building, supervisory-leadership, communication, coaching, dan writing; Introvert EKSTRIM yang sukses beradaptasi menjadi Ekstrovert

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ayo, Asah "Questioning Skill" Kita!

6 November 2015   13:23 Diperbarui: 6 November 2015   22:05 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Keluarga kecil kami sedang belanja kecil-kecilan di sebuah mart kompleks rumahku. Si kecil dikawal kokonya mendatangi maminya sambil membawa 2 bungkus cemilan.

'Mami ... boleh beli 1 atau 2?'

Aku yang berdiri sekitar 3 meter dari mereka memperhatikan seraya penasaran apa jawaban istriku, karena cemilan yang diajukan termasuk cemilan yang tidak rekomen untuk sering dikonsumsi. Aku lihat kedua anakku, mereka juga harap-harap cemas.

'Beli aja 2'

Seketika kedua anakku tersenyum puas.

* * *

Mungkin bagi kebanyakan orang, kejadian di atas adalah sepele. Seorang anak minta dibelikan cemilan, dan diiyakan oleh ibunya. Tetapi tidak bagiku. Apa pasal? Karena aku melihat ada yang istimewa dalam hal cara anakku bertanya.

Selama ini kalau anakku meminta jajan/cemilan, mereka akan bertanya, 'boleh beli ini gak?'. Nah, menurut hukum pertanyaan yang dikaitkan dengan cara kerja otak --ditambah yang diminta adalah cemilan yang masuk gray-list-- maka kecenderungan jawabannya adalah GAK BOLEH.

Di sinilah aku merasa surprise. Anak-anakku rupanya belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya yang sering ditolak. Jadi aku menduga mereka berdua pasti sering berdiskusi seraya melakukan P-D-C-A atas pertanyaan mereka. Sampai akhirnya keluarlah pertanyaan: 'boleh beli 1 atau 2', sebuah pertanyaan yang memandu otak yang ditanya untuk menjawab antara 1 atau 2.

* * *

Dalam dunia sales, ada pelajaran yang disebut 'questioning skill'. Keterampilan bertanya ini penting terutama dalam tahap 'qualifying' atau memahami minat utama pelanggan dalam membeli sehingga memudahkan para sales untuk meyakinkan prospek mereka. Meskipun demikian, aku pikir keterampilan ini juga berguna kalau dipraktikkan di keseharian.

Pelajaran itu mengatakan paling tidak ada 5 jenis pertanyaan yang bisa diajukan. Apakah sajakah mereka?

Pertama adalah close-ended questions, yang secara simple didefinisikan sebagai pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban pendek seperti "ya" dan "tidak" atau jawaban yang tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Beberapa contoh pertanyaan yang masuk kategori ini seperti, "Mami, boleh beli permen gak?" atau "Puaskah Anda dengan gadget yang dipakai sekarang?"; atau "Mau makan sekarang atau nanti?"

Kedua adalah open-ended questions. Kebalikan dari yang pertama, open-ended question adalah pertanyaan yang meminta pendapat serta membutuhkan penjelasan yang lebih detil. Contohnya, "Mami, kenapa aku tidak boleh beli permen ini?' atau "Bagaimana pengalaman Anda mengenai gadget yang sedang Anda pakai saat ini?"; atau "kenapa kamu tidak mau makan durian?"

Pertanyaan ketiga adalah Alternatif of Choice Question. Pertanyaan jenis ini adalah pertanyaan yang sudah mengerucut pada sejumlah pilihan yang 'memaksa' orang untuk memutuskan sesuatu. Dalam kejadian di atas, pertanyaan anakku aku golongkan ke jenis ini. Untuk konteks lain, pertanyaan seperti 'Ibu mau bayar pakai cash atau kredit?' atau 'Mau makan siang di warteg atau soto mie' adalah contoh lain.

Tie Down Question adalah jenis keempat. Pertanyaan ini adalah serangkaian pertanyaan yang mengklarifikasi dan membimbing orang yang kita tanyai sampai memutuskan sesuatu yang sebenarnya sudah kita rencanakan/inginkan. Pertanyaan ini sesekali merupakan kombinasi dari ke-3 pertanyaan di atas. Berikut contoh tie down question dalam konteks seorang jurujual ingin menjual kaos kaki kepada pelanggannya yang sudah memutuskan untuk membeli sepatu.

'Wah. Sepatu ini cocok dengan Bapak. Kita bungkus ya' (dijawab: baik)
'Apakah Bapak ingin membeli kaos kaki juga?' --> ini pertanyaan normal yang resiko tinggi karena bisa dijawab Ya atau Tidak.

Nah, kalau kita mengubah pertanyaan ini menjadi...
'Kaos kaki ini sangat matching kalau dipakai bersama sepatu baru Bapak. Setuju Pak?'

Dengan mengubah pertanyaan di atas, kemungkinan selling akan lebih besar. Bisa dicoba :)

Terakhir Smoke Out Questions. Ini pertanyaan level tinggi karena perlu menggali sampai ke akar-akarnya kenapa seseorang memutuskan sesuatu. Sebagai contoh (lagi-lagi dalam konteks sales), ada prospek yang kelihatan berminat dengan produk kita tetapi tidak beli-beli juga.

Prospek: sebenarnya saya sangat berminat dengan produk Anda, tetapi harganya masih terlalu tinggi untuk kami.
Jurujual: Baik pak. Itu bisa dimengerti. Disamping soal harga, apakah masih ada soal lain?
Prospek: Tidak sih. Hanya harga.
Jurujual: Artinya, jika soal harga ini bisa kita sepakati, apakah Anda akan memesannya hari ini?
Prospek: Hmmm nggak juga.
Jurujual: Berarti masih ada hal lain ya. Kalau bapak bersedia terbuka, mungkin bisa kita bicarakan pak. Intinya saya senang kalau bisa melayani bapak.
Prospek: Begini  ya. Bisakah ______________ dipastikan, sebab ______ (keberatan sebenarnya).
Jurujual : Baik pak. Bila soal ____________________bisa kita sepakati, apakah soal harga tadi bisa kita lupakan?
Prospek : Ya.
Jurujual : Baik. bla bla bla .....

* * *

Pertanyaan menuntun tindakan. Jadi barang siapa yang banyak bertanya berarti dia mengendalikan keadaan. Tentunya pertanyaan yang kita ajukan harus tepat sesuai kondisi bukan? Yaksip!

 

-Hendri Bun
bun.hendri@gmail.com - www.hendribun.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun