Dalam dunia sales, ada pelajaran yang disebut 'questioning skill'. Keterampilan bertanya ini penting terutama dalam tahap 'qualifying' atau memahami minat utama pelanggan dalam membeli sehingga memudahkan para sales untuk meyakinkan prospek mereka. Meskipun demikian, aku pikir keterampilan ini juga berguna kalau dipraktikkan di keseharian.
Pelajaran itu mengatakan paling tidak ada 5 jenis pertanyaan yang bisa diajukan. Apakah sajakah mereka?
Pertama adalah close-ended questions, yang secara simple didefinisikan sebagai pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban pendek seperti "ya" dan "tidak" atau jawaban yang tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Beberapa contoh pertanyaan yang masuk kategori ini seperti, "Mami, boleh beli permen gak?" atau "Puaskah Anda dengan gadget yang dipakai sekarang?"; atau "Mau makan sekarang atau nanti?"
Kedua adalah open-ended questions. Kebalikan dari yang pertama, open-ended question adalah pertanyaan yang meminta pendapat serta membutuhkan penjelasan yang lebih detil. Contohnya, "Mami, kenapa aku tidak boleh beli permen ini?' atau "Bagaimana pengalaman Anda mengenai gadget yang sedang Anda pakai saat ini?"; atau "kenapa kamu tidak mau makan durian?"
Pertanyaan ketiga adalah Alternatif of Choice Question. Pertanyaan jenis ini adalah pertanyaan yang sudah mengerucut pada sejumlah pilihan yang 'memaksa' orang untuk memutuskan sesuatu. Dalam kejadian di atas, pertanyaan anakku aku golongkan ke jenis ini. Untuk konteks lain, pertanyaan seperti 'Ibu mau bayar pakai cash atau kredit?' atau 'Mau makan siang di warteg atau soto mie' adalah contoh lain.
Tie Down Question adalah jenis keempat. Pertanyaan ini adalah serangkaian pertanyaan yang mengklarifikasi dan membimbing orang yang kita tanyai sampai memutuskan sesuatu yang sebenarnya sudah kita rencanakan/inginkan. Pertanyaan ini sesekali merupakan kombinasi dari ke-3 pertanyaan di atas. Berikut contoh tie down question dalam konteks seorang jurujual ingin menjual kaos kaki kepada pelanggannya yang sudah memutuskan untuk membeli sepatu.
'Wah. Sepatu ini cocok dengan Bapak. Kita bungkus ya' (dijawab: baik)
'Apakah Bapak ingin membeli kaos kaki juga?' --> ini pertanyaan normal yang resiko tinggi karena bisa dijawab Ya atau Tidak.
Nah, kalau kita mengubah pertanyaan ini menjadi...
'Kaos kaki ini sangat matching kalau dipakai bersama sepatu baru Bapak. Setuju Pak?'
Dengan mengubah pertanyaan di atas, kemungkinan selling akan lebih besar. Bisa dicoba :)
Terakhir Smoke Out Questions. Ini pertanyaan level tinggi karena perlu menggali sampai ke akar-akarnya kenapa seseorang memutuskan sesuatu. Sebagai contoh (lagi-lagi dalam konteks sales), ada prospek yang kelihatan berminat dengan produk kita tetapi tidak beli-beli juga.
Prospek: sebenarnya saya sangat berminat dengan produk Anda, tetapi harganya masih terlalu tinggi untuk kami.
Jurujual: Baik pak. Itu bisa dimengerti. Disamping soal harga, apakah masih ada soal lain?
Prospek: Tidak sih. Hanya harga.
Jurujual: Artinya, jika soal harga ini bisa kita sepakati, apakah Anda akan memesannya hari ini?
Prospek: Hmmm nggak juga.
Jurujual: Berarti masih ada hal lain ya. Kalau bapak bersedia terbuka, mungkin bisa kita bicarakan pak. Intinya saya senang kalau bisa melayani bapak.
Prospek: Begini ya. Bisakah ______________ dipastikan, sebab ______ (keberatan sebenarnya).
Jurujual : Baik pak. Bila soal ____________________bisa kita sepakati, apakah soal harga tadi bisa kita lupakan?
Prospek : Ya.
Jurujual : Baik. bla bla bla .....