Akibatnya, besaran utang pemerintah daerah mulai menggunung dan menimbulkan masalah besar karena tidak sedikit proyek yang gagal memberikan pendapatan kepada daerah sebagaimana yang diharapkan.Â
Masalah-masalah ini berkontribusi membawa China mengalami krisis keuangan di pada akhir dekade 90-an, dimana pemerintah daerah China berhutang sekitar 5,6 triliun yuan diakhir tahun 2008 dan delapan tahun kemudian jumlahnya meningkat tiga kali lipat menjadi 16,2 triliun yuan, atau US$2,5 triliun.
Banyak pemerintah lokal China tidak memiliki sumber daya untuk membayar kembali apa yang telah mereka pinjam, dan banyak juga yang perlu meminjam lebih banyak lagi untuk mendukung pertumbuhan dengan menciptakan proyek-proyek lanjutan.
"Utang pemerintah daerah adalah krisis kami," kata ekonom China Cheng Siwei sebagaimana dikutip dari Financial Review.Â
"Bank memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah yang tidak memenuhi standar pinjaman, pemerintah daerah kemudian mengalami kesulitan membayar utang, dan bank akan menggulirkannya atau berakhir dengan kredit macet."
Pada tahun 2014 pemerintah pusat China di Beijing mengambil langkah awal pemulihan ekonomi dengan merevisi undang-undang anggaran.Â
Setahun kemudian di 2015 Beijing tampaknya berhasil mengendalikan perekonomian mereka setelah membatalkan moratorium pinjaman langsung pemerintah daerah, memungkinkan beberapa dearah menjual obligasi dalam upaya memperkenalkan tingkat transparansi di seluruh proses.
Lalu memberlakukan batasan tegas tentang berapa banyak yang dapat dipinjam oleh otoritas lokal, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Public Private Partnership (PPP) dan Krisis Evergrande
Revisi undang-undang anggaran China di tahun 2014 adalah pintu masuk penting bagi kebangkitan PPP (di Indonesia kita kenal dengan nama KPBU - Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) walaupun konsep PPP sendiri sudah dijalankan sejak tahun 1990-an.
Beijing mendorong kerjasama yang lebih luas dengan pihak swasta untuk mencapai tiga tujuan utama : (1) mempercepat reformasi pemerintah sendiri, yang akan mengurangi peran pemerintah dalam ekonomi mikro tetapi meningkatkan kapasitas regulasi pasarnya; (2) menghapus birokrasi dan mendorong modal swasta untuk menyediakan layanan publik; (3) meningkatkan pengelolaan fiskal dan efisiensi belanja anggaran.