Populasi awal yang membentuk cikal bakal masyarakat kota  IKN tidak hanya dijadikan sebagai "objek" edukasi bagi sebuah tatanan sosial yang baru, tapi juga merupakan objek riset dan kajian ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan dengan menjadikannya sebagai sebuah laboratorium raksasa agar visi pembentukan kota baru bisa diimpleentasikan secara maksimal.
Kekurangannya:Â pembangunan IKN pada tahap awal ini ditandai dengan kentalnya peran dan pertisipasi pemerintah pusat (pendekatan top down) sehingga melahirkan ketergantungan yang sangat tinggi pada APBN.
Praktis hampir keseluruhan kebutuhan biaya pembangunan tahap pertama hingga tahun 2024 sebagaimana tertuang dalam dokumen Rencana Induk IKN akan dipenuhi melalui skema pendanaan dari APBN (silakan dikoreksi jika analisa ini tidak akurat).
Menurutku, inilah yang melahirkan perdepatan beberapa hari belakangan tentang itung-itungan kebutuhan dana pembangunan IKN Nusantara yang akan dipenuhi oleh APBN.
Tahap pertama pengembangan IKN yang dituangkan dalam Rencana Induk IKN lebih banyak menekankan tentang pembangunan asset berbentuk Barang Milik Negara, sama sekali belum menyentuh pendekatan business as usual dimana komponen-komponen real estat yang menyusun sebuah kota dijalankan dengan prinsip-prinsip bisnis yang lebih menekankan pada mekanisme pasar.
***
Tulisan ini dimaksudkan hanya untuk memberikan gambaran tentang potensi resiko yang harus diminimalisir dalam pembangunan sebuah kota baru, dan lebih jauh bisa menimbulkan diskusi-diskusi yang lebih detail dan konstruktif tentang bagaimana cara menghadapinya.
Semoga bermanfaat.
Sumber bacaan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H