Mungkin ada baiknya kita mengingat kembali krisis global pada tahun 2008 yang awalnya dipicu permasalahan subprime mortgage dalam industri properti di Amerika Serikat. Berdasarkan pelajaran dari pengalaman krisis global tersebut, ada beberapa poin yang bisa dijadikan tanda-tanda terjadinya property bubble sebagaimana yang dirangkum dari forbes.com sebagai berikut:
Utang-utang beresiko tinggi menjadi hal yang biasa
Fenomena booming properti periode 2009 - 2014 masih meninggalkan cerita tentang utang-utang beresiko tinggi ini. Saat itu, ketentuan DP rumah adalah 10% tapi pada prakteknya di lapangan bahkan jauh di bawah itu.
Bank Indonesia sempat prihatin dengan lonjakan harga rumah dan menggelembungnya kredit properti, lalu pada tahun 2013 mengeluarkan aturan baru untuk mengurangi sepak terjang para spekulan properti dengan aturan uang muka 40% saat membeli rumah atau apartemen kedua.
Terlalu banyak laverage
Ini sudah menjadi hal yang biasa diterapkan dalam sistem keuangan, termasuk Indonesia, sebagai salah satu cara memperbesar potensi imbal hasil aset untuk menambah modal dengan cara pinjaman. Sederhananya, laverage dalam properti di Indonesia biasa kita konsumsi dari isu-isu DP perumahan yang kecil, sekuritisasi asset perbankan, dan lain sebagainya.
Kenaikan harga hunian yang jauh lebih cepat daripada peningkatan pendapatan
Problem harga hunian di Indonesia sudah sering kali di bahas, apalagi kalau melihat ironi yang terjadi dimana Indonesia saat ini berada pada situasi backlog (kekurangan supply) 11 juta unit rumah, sementara disisi lain, terutama di Jakarta, harga unit hunian sudah berada diluar jangkauan daya beli sebagian besar warga.
Solusi yang masih tersedia saat ini adalah membeli unit di pinggiran kawasan pendukung Jakarta, Bodetabek, dengan segala keterbatasannya, seperti kondisi infrastruktur, keterbatasan akses ke transportasi massal, belum lagi problem kemacetan yang membuat waktu tempu ke tempat mereka bekerja yang sudah tidak rasional, serta beban biaya transportasi yang membengkak.
Malah dalam 5 - 10 tahun ke depan, jika tidak segera disikapi dengan serius, tidak akan ada developer yang mampu mensupply kebutuhan unit hunian yang berada dalam jangkauan daya beli warga yang bekerja di Jakarta.
***