Mohon tunggu...
Hendra Wiguna
Hendra Wiguna Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausahawan

Seorang yang hobi menulis, mendaki gunung, dan nonton film. Pertama kali menulis adalah saat ingin mengabadikan momen pendakian Gunung Rinjani dalam bentuk buku yang berjudul "ITINERARY: Menggapai Rinjani" yang tayang di berbagai platform baca tulis. Sudah menerbitkan buku horor thriller dengan judul "Jalur Ilegal". Dan sering mengikuti kompetisi novel dan cerpen.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ingatan yang Berkecambah di Kepala Siput Tua

16 Desember 2023   10:32 Diperbarui: 16 Desember 2023   10:42 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari AI dan diedit di canva

Di pagi yang tidak benar-benar pagi--bahkan rasa-rasanya hanya beberapa saat setelah waktu yang disebut tengah malam--, si siput tua Joni sudah terburu-buru pergi meninggalkan perkampungan siput bersama istrinya. Sejak seminggu lalu, si siput tua itu merasa tiba-tiba saja sakit kepala. Bahkan menjadi tak tertahankan saat malam tiba, yang membuatnya uring-uringan tak jelas dan melenguh berbicara sendiri. Dia menjadi siput yang pemarah, terutama pada istrinya.

Istrinya yang diam-diam bercerita pada kumbang saat berbelanja di pasar mendapati informasi bahwa itu kemungkinan gejala siput gila yang sering para manusia sebut-sebut, yang akan menjadikan pengidapnya zombie. Margaret, nama istri si siput tua, tak menyangka jika obrolan itu akan menjadi geger di seluruh hutan, tidak hanya di perkampungan siput. Hal itu juga yang membuat si siput Joni marah kepada Margaret. 

Ketika mengetahui kalau si siput tua itu terkena siput gila, Bani si kupu-kupu menyarankan agar mereka pergi ke rumah Dr. Richard. Dia yakin kalau burung hantu bisa menyembuhkan penyakitnya karena dia terkenal pintar dan mengetahui segala jenis penyakit. 

Tepat pukul 5 pagi, Margaret dan Joni sudah berada di gerbang perkampungan siput. Mereka merasa lega karena tidak terlihat oleh para tetangganya. Selanjutnya mereka akan menelusuri hutan selama sepuluh hari untuk menuju rumah Dr. Richard. Sebenarnya mak belalang mengajukan bantuan pada Margaret dengan menyuruh suaminya yang pengendara gerobak daun mengantarnya. Tetapi Joni menolak. Selain pikun, dia memang keras kepala. 

Hari pertama. Margaret dan Joni harus melewati sungai. Sebenarnya ada jembatan yang dapat mereka gunakan untuk menyeberang, akan tetapi karena takut bertemu hewan-hewan lain, apalagi manusia, Joni memutuskan untuk menuju dinding bendungan yang tak jauh dari sana. Walau pun disebut tidak jauh, mereka harus menempuh waktu seharian untuk melewatinya, merayap di dindingnya.

Ketika tiba di tengah dinding bendungan si Joni melihat ke arah jembatan itu. Ada sesuatu yang dia pikirkan, dan tiba-tiba saja dia merasakan sakit kepala yang teramat sangat. Dia mengaduh dan berteriak-teriak. Margaret panik. Margaret melihat ada akar yang muncul di sela kulit pori-pori kulit Joni yang berlendir.

"Kau tidak apa-apa, Jon?"

Dia menatap Margaret saat sakit kepala itu hilang. 

"Margaret, tadi aku mengingat momen di mana kita pertama kali bertemu, berpapasan denganmu di jembatan itu ketika menyeberanginya dan jatuh cinta padamu," ungkapnya. 

"Apa? Jatuh cinta?" Margaret yang sama-sama sudah pikun tak mengerti apa yang diucapkan suaminya. 

"Oh. Lupakan saja." Joni tersipu malu.

"Kau tidak apa-apa? Ada akar yang muncul di belakang kepalamu." 

"Tidak. Mari kita lanjutkan."

Mereka pun melanjutkan perjalanan. Dan ketika malam tiba, mereka beristirahat di sebuah bangunan di ujung dinding bendungan itu. Margaret dan Joni memakan dedaunan yang berada di sekitar bendungan. Tak susah bagi mereka untuk mengenyangkan perut sebab segala jenis dedaunan hijau adalah makanan mereka. Waktu itu Margaret menyarankan agar kecambah di kepala suaminya itu untuk dimakan berdua. Tapi Joni melarang sebab mereka belum tahu daun beracun atau tidak. Kecurigaannya timbul karena sakit kepala yang dirasakannya. Joni tidak mau Margaret merasakan hal yang sama. 

Hari kedua. Sama seperti hari sebelumnya, mereka menghindari jalan setapak di tengah hutan itu agar terhindar bertemu dengan hewan-hewan lain. Terkadang mereka merayap pada dahan-dahan pohon, atau di tanah yang banyak sekali daun-daun kering jatuh untuk bersembunyi di baliknya.

Ketika melewati area berbatu, si siput tua itu kembali merasakan sakit kepala yang teramat sangat. Margaret panik dan merayap mendekati suaminya kemudian mengusap-usap belakang kepalanya yang kembali muncul akar. Tanpa mereka sadari daun kecambah itu sudah tambah besar sejak pergi dari perkampungan siput. 

"Kau tidak apa-apa?" Sekali lagi Margaret bertanya. 

"Sakit! Jangan kau tanya terus, Marta!"

"Marta? Siapa Marta? Namaku Margaret, Joni."

Joni masih merasakan sakit kepala itu. Dia terdiam tak menjawab pertanyaan istrinya. Sepertinya dia mengingat sesuatu lagi ketika berada di area berbatuan tengah hutan itu. Dan ketika sakit kepala itu hilang, Margaret bertanya kembali.

"Siapa yang kau sebut Marta, Joni. Rasanya aku pernah mendengar nama itu."

"Tidak. Bukan siapa-siapa. Lupakan saja!"

Seharian menelusuri hutan dan ketika hari sudah malam mereka belum menempuh setengahnya. Mereka kembali beristirahat di bawah pohon yang akar-akar sangat besar hingga mereka mampu masuk ke dalamnya dan berlindung di sana. 

Joni merenungi kejadian tadi siang di mana dirinya tiba-tiba saja sakit kepala dan mengingat saat awal menikah dia pernah berselingkuh di area berbatuan itu dengan siput betina bersama Marta. Waktu itu Margaret sangat marah dan pernah akan pergi meninggalkannya. Tetapi, Joni berhasil membujuknya dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 

Joni merayap mendekati Margaret yang sudah tertidur pulas di dalam cangkang. Dia mengusap-usap cangkangnya, membersihkannya dari kotoran yang menempel, kemudian menciumnya sebelum dia tidur tanpa masuk ke cangkang karena kecambah di kepalanya tak muat di dalam sana. 

Hari ketiga dan hari-hari selanjutnya, sepertinya si siput tua Joni sudah mulai mengerti dengan apa yang terjadi padanya. Setiap kali dia mengingat kembali suatu momen-momen di masa lalu, dirinya akan merasakan sakit kepala dan akar-akar akan muncul di belakang kepalanya. Bukan hanya momen bersama Margaret atau anak-anaknya, tetapi juga bersama kawan-kawannya yang sangat berkesan dan sudah atau hampir dilupakannya karena faktor umur. 

Di hari kesepuluh. Daun-daun kecambah sudah memenuhi kepalanya, terhitung ada sembilan kelopak dari yang lebar sampai yang baru tunas, dari yang sudah hijau tua sampai yang hijau muda. Pun akar-akar yang sudah merambat di sekujur tubuh si siput tua Joni hingga menutupi kulit berlendirnya itu. Anehnya akar itu tidak merambat ke cangkang, melainkan masuk ke dalam. 

Joni sebenarnya malu dengan kondisinya itu. Dia sempat akan pulang saja dan tidak jadi mengunjungi Dr. Richard. Akan tetapi, Margaret yang kesal tidak memperbolehkannya. Karena sudah jauh-jauh dan perjalanan yang sangat lama mereka tempuh. Sungguh sia-sia jika mereka membatalkan kunjungan itu. 

Tiba di rumah sang dokter burung hantu. Siang itu ternyata sudah banyak para hewan yang juga sedang berkunjung ke sana. Joni sempat berhenti dan ingin pergi saja dari sana, tetapi cegat istrinya dari belakang. Kemudian dengan wajah kesal sang istri menggandengnya, menyeretnya yang tak terlihat seperti seretan saking lambatnya.

Rumah sang dokter merupakan rumah pohon yang besar dan berada di atas. Ada tangga yang dapat digunakan untuk naik tetapi karena Joni dan Margaret adalah dua ekor siput, mereka memilih menuju ke sana dengan merayap di batang pohon. Tentu saja karena kondisi tubuhnya itu menjadi menarik perhatian para hewan lain yang silih berganti datang dan pergi, lalu berkomentar setiap kali berpapasan.

"Ternyata kabar itu benar, si siput Joni jadi zombie," ucap si jangkrik yang kakinya bengkok.

"Wah, ini bukan Zombie, tapi pohon berjalan," kata si katak yang sedang pilek dengan suara serak-seraknya.

"Apa dia tidak apa-apa?" ujar si lipan yang warna tabuhnya tampak pucat.

Dan banyak lagi hewan-hewan hutan yang berceratuk tentang kondisi si siput Joni. Sepertinya perginya mereka yang diam-diam dan juga perjalanan yang menghindari jalur utama itu sia-sia. Mereka baru menyadari bahwa di rumah sang dokter akan banyak hewan yang berobat. Hal itu membuat keduanya bersungut-sungut kesal saat bergerak di batang pohon itu.

Hari sudah hampir sore ketika mereka tiba di dalam rumah sang dokter. Para pasien sudah mulai pergi karena jam praktik kerja hanya sampai pukul 4, sebelum mulai lagi pukul 7 malam. 

"Astaga! Apa yang terjadi padamu, Pak Tua." Samuel si burung kakak tua yang melayani mereka bercanda. Rupanya, Dr. Richard sedang tidur dan akan melayani pasien di jam malam.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. Kau seharusnya lebih tahu!" ucap Joni geram. 

"Kaok! Bercanda, beeercandaaaa," ucap si burung kakak tua. Entah dari mana dia tahu kata-kata itu yang membuat Margaret keheranan. 

Kemudian sang kakak tua menyuruh si siput Joni melepas cangkangnya dan berbaring di atas tempat tidur. Dengan telaten sang dokter memotong semua daun dan akar yang ada di tubuhnya hingga tak bersisa. Namun, Joni masih merasa sakit kepala. 

Kemudian Tina si burung nuri yang merupakan asisten sang dokter masuk dan melihat daun-daun dan akar-akar itu. Dia mengamati baik-baik. "Hei. Bukankah ini tanaman yang langka itu?" tanya sang asisten. Dia terbang menghampiri sang dokter. "Ya, kan? Ini tanaman penambah daya ingat itu."

"Penambah daya ingat?" tanya sang dokter bereaksi. "Bukan, ini tanaman pemulih ingatan. Masih sekeluarga dengan curcuma. Dan ya, ini memang langka. Katanya, akarnya bisa menyembuhkan ingatan yang hilang."

"Apa benar begitu? Lantas kenapa bisa tumbuh di kepala suami saya?" Margaret penasaran. 

"Tanaman ini bisa tumbuh di mana saja asalkan tempat yang basah," lanjut sang dokter.

"Terus kenapa bisa ada di kepala suami saya?" lanjut Margaret bertanya dan masih penasaran. 

"Kalau itu tanya saja pada suamimu," ujar sang dokter. 

Setelah proses pengobatan dan sang dokter mengeluarkan sepotong akar mirip curcuma itu dengan peralatan yang ada, Margaret dan Joni akhirnya diperbolehkan pulang. Dia membawa pulang sepotong akar itu. Di perjalanan turun dari rumah pohon, Joni bercerita bahwa kawannya lah, si siput Toni, yang memberikannya. Dia memaksa si siput tua untuk memakannya karena kesal sebab Joni lupa pernah berselingkuh dengan Marta, istri Toni. Namun, karena itu bukan makanannya, dia langsung menelan utuh dengan paksa hingga masuk ke kepalanya.

"Dasar pejantan! Apalagi yang kau ingat?" ketus Margaret.

"Apa kau marah?"

"Tentu saja!"

"Hei, kau juga pernah berselingkuh, Margaret!"

"Hah! Kapan?"

Si siput tua Joni memandang istrinya lalu mendelik. Dia langsung saja menyuapi paksa Margaret sepotong akar itu. Istrinya yang tak siap terpaksa menelan utuh begitu saja hingga masuk ke dalam kepalanya. Joni menyungging puas. 

"Ayo, kita pulang!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun