"Apa dia tidak apa-apa?" ujar si lipan yang warna tabuhnya tampak pucat.
Dan banyak lagi hewan-hewan hutan yang berceratuk tentang kondisi si siput Joni. Sepertinya perginya mereka yang diam-diam dan juga perjalanan yang menghindari jalur utama itu sia-sia. Mereka baru menyadari bahwa di rumah sang dokter akan banyak hewan yang berobat. Hal itu membuat keduanya bersungut-sungut kesal saat bergerak di batang pohon itu.
Hari sudah hampir sore ketika mereka tiba di dalam rumah sang dokter. Para pasien sudah mulai pergi karena jam praktik kerja hanya sampai pukul 4, sebelum mulai lagi pukul 7 malam.Â
"Astaga! Apa yang terjadi padamu, Pak Tua." Samuel si burung kakak tua yang melayani mereka bercanda. Rupanya, Dr. Richard sedang tidur dan akan melayani pasien di jam malam.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. Kau seharusnya lebih tahu!" ucap Joni geram.Â
"Kaok! Bercanda, beeercandaaaa," ucap si burung kakak tua. Entah dari mana dia tahu kata-kata itu yang membuat Margaret keheranan.Â
Kemudian sang kakak tua menyuruh si siput Joni melepas cangkangnya dan berbaring di atas tempat tidur. Dengan telaten sang dokter memotong semua daun dan akar yang ada di tubuhnya hingga tak bersisa. Namun, Joni masih merasa sakit kepala.Â
Kemudian Tina si burung nuri yang merupakan asisten sang dokter masuk dan melihat daun-daun dan akar-akar itu. Dia mengamati baik-baik. "Hei. Bukankah ini tanaman yang langka itu?" tanya sang asisten. Dia terbang menghampiri sang dokter. "Ya, kan? Ini tanaman penambah daya ingat itu."
"Penambah daya ingat?" tanya sang dokter bereaksi. "Bukan, ini tanaman pemulih ingatan. Masih sekeluarga dengan curcuma. Dan ya, ini memang langka. Katanya, akarnya bisa menyembuhkan ingatan yang hilang."
"Apa benar begitu? Lantas kenapa bisa tumbuh di kepala suami saya?" Margaret penasaran.Â
"Tanaman ini bisa tumbuh di mana saja asalkan tempat yang basah," lanjut sang dokter.