Kasus ratusan siswa hamil sebelum nikah di Ponorogo rupanya menjadi fenomena gunung es. Data dari pengadilan Tinggi Agama Surabaya mencatat angka permohonan dispensasi nikah di Provinsi Jawa Timur pada 2022 mencapai angka 15.212 kasus.
Ada 80 persen di antaranya telah hamil. Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur Maria Ernawati menyebutkan kasus pernikahan  anak atau pernikahan dini di provinsi ini masih sangat tinggi.
Dilansir dari detikjatim.com terdapat 191 permohonan anak menikah dini yang diterima oleh pengadilan Agama (PA) selama 2022.Â
Alasan mayoritas yang ingin mengajukan dispensasi nikah lantaran anak hamil duluan dan melahirkan, sisanya lantaran sudah berpacaran dan lebih memilih untuk menikah ketimbang melanjutkan sekolah.
Rentang umur terbanyak yang mengajukan dispensasi nikah adalah 15-19 tahun. Jumlah ini mencapai 184 perkara. Sisanya adalah pemohon dispensasi nikah di bawah 15 tahun dengan 7 perkara.
Anak dengan jenjang pendidian terakhir SMP menjadi yang paling banyak melakukan dispensasi nikah. Jumlahnya mencapai 106 perkarya. Sisanya berpendidikan terakhir SD sebanyak 54 perkara, SMA 25 perkara, dan tidak sekolah 6 perkara.Â
Jumlahnya sebanyak 105 perkara. Sisanya, sebanyak 79 perkara adalah anak-anak yang sudah bekerja di perusahaan swasta. Tercatat ada 115 perkara dispensasi nikah dengan alasan hamil, 10 perkara karena melahirkan.
Yang lebih mengejutkannya lagi, ada sebanyak 66 permohonan dispensasi nikah yang diterima Pengadilan Agama Ponorogo menyertakan alasan bahwa anak-anak itu ingin menikah dini karena sudah berpacaran.
Melihat kasus ini Bupati Ponorogo Sugiri Sancok angkat bicara, kasus ini kemudian ikut diselediki dalam rapat koordinasi (rakor) lintas sektoral.Â
Menurutnya problem pernikahan dini tidak serta merta karena pergaulan bebas namun permasalahan ekonomi dan tradisi menjadi penyumbang hingga seorang terpaksa menikah meski belum cukup umur.Â
Apalagi, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mensyaratkan pendewasaan usia perkawinan dari semula 16 tahun menjadi 19 tahun.
 "Kita memiliki PR (pekerjaan rumah) besar. Selain sosialisasi UU Perkawinan juga memetakan sebaran dan penyebab pernikahan dini,'' kata Bupati Sugiri Sancoko, dalam rakor di aula Bappeda Litbang Ponorogo, Senin (16/1/2023)
Pada beberapa tempat ditemukan adanya persoalan ekonomi yang menjadi penyebab utama keingan orang tua ingin agar anak mereka cepat menikah agar mengurangi beban ekonomi keluarga.Â
Selain itu, muncul kebiasaan anak perempuan yang tidak ingin lagi sekolah sebaiknya lekas untuk menikah.
"Dua faktor ini ikut menjadi penyumbang angka pernikahan dini di Ponorogo,'' terang  Sugiri
Persoalan ini kemudian harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah setempat, mengingat pernikahan anak di usia dini begitu berdampak terhadap keluarga anak tersebut.Â
Lantaran belum siap untuk membangun rumah tangga akibatnya akan muncul masalah-masalah sosial lainya.
Jika di lihat kenyataanya masi banyak masyarakat di negara kita yang menikah di bawa aturan usia yang ditetapkan pemerintah.Â
Akibatnya Indonesia menjadi negara dengan posisi 10 besar angka perkawinan anak tertinggi di Dunia (UNICEF, 2020). Tercatat  bahwa perempuan umur 20-24 tahun di Indonesia yang menikah sebelum berusia 18 tahun mencapai 1.220.900 pada tahun 2018.
Akibat yang ditimbulkan dari pernikahan dini menyebabkan timbul masalah kependudukan. Dikarenakan pernikahan dini memberi dampak negatif bagi aspek kehidupan.Â
Jika dilihat pada apsek pendidikan, anak yang menikah dini umumnya akan berhenti melanjutkan pendidikannya. Akibat dari persoalan tersebut pernikahan dini malah menimbulkan skilus kemiskinan baru.
Selain itu, pernikahan dini lebih rentan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, dan perceraian akibat kurang matangnya psikologis anak.Â
Di sisi lain pernikahan dini menimbulkan ganguan kesehatan terhadap calon ibu karena anatomi anak belum siap untuk proses mengandung dan melahirkan.Â
Akibatnya kehamilan dapat menyebabkan komplikasi pada tubuh.Bayi yang lahir dari perkawinan usia dini pun 1,5 kali lebih rentan meninggal selama 28 hari pertama.
Adapun faktor-faktor penyebab pernikahan dini adalah ekonomi, pendidikan yang rendah, keinginan sendiri, pergaulan bebas dan adat istiadat.
Dalam mengatasi persoalan pernikahan dini sebenarnya merupakan peran utama dari orang tua sendiri dan anak. Sedangkan pemerintah mempunyai tangung jawab yang besar dalam menyadarkan masyarakat mengenai bahayanya pernikahan anak di usia dini.
Faktor tradisi yang mengharuskan anak perempuan menikah lebih dini haruslah diberantas lantaran sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman saat ini.
Sedangkan orang tua perluh memperhatikan anak dalam proses pergaulan, perkembangan teknologi yang semakin cepat membuat anak mudah mengakses konten di internet hal ini dapat berdampak negatif terhadap pemikiran anak yang membuat pergaulan bebas dan sex bebas terjadi akibatnya kehamilan di luar nikah pun terjadi.
Selain orang tua peran aktif sekolah juga perluh berkontribusi positif dalam upaya pencegahan terjadinya perkawinan anak. Perhatian para pendidik melalui guru di sekolah sangat penting melalui edukasi bahaya perkawinan anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H