Para menteri pun sudah presiden intruksikan agar bisa menindaklanjuti regulasi ini pada setiap pelayanan publik yang dilakukan, seperti pada Kementrian Agama yang mana BPJS kesehatan menjadi syarat bagi para calon jemaah umroh dan haji.Â
Bagi mereka yang ingin menyelenggarakan ibadah haji, maka harus menjadi peserta aktif dalam program JKN. Bukan hanya itu, syarat yang sama pula diperlakukan kepada peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan baik formal maupun nonformal di lingkungan Kementerian Agama.
Kementerian lain yang kemudian ditekankan untuk menerapkan regulasi ini adalah Kementerian ATR/BPN dengan salah satu tupoksinya mengurusi perizinan di pertanahan. Bagi masyarakat yang ingin mengurusi dan melakukan transaksi jual beli tanah maupun bangunan, maka perlu menjadi anggota aktif BPJS dengan menyertakan bukti fotokopinya.Â
Yang mana nantinya, dalam pelayanan hak atas tanah atau hak atas milik atas satuan rumah susun karena diperjual belikan, maka saat pengurusan nantinya perlu melampirkan fotokopi Kartu Peserta BPJS Kesehatan.
Kebijakan ini kemudian menimbulkan polemik di tengah kehidupan masyarakat. Akan tetapi, pemerintah beralasan dikeluarkan kebijakan tersebut sebagai suatu upaya dalam mengoptimalisasi kesehatan nasional supaya masyarakat 100% bisa mengikuti BPJS.Â
Menyertakan BPJS ketika melakukan pelayanan publik merupakan suatu upaya pemerintah dalam membangun kesadaran masyarakat lewat cara sosiologis agar masyarakat mengikuti BPJS.
 Jika kita melihat RPJM 2020-2024, kepesertaan BPJS Kesehatan di tahun 2024 harus mencapai minimal 98%. Sedangkan, hingga saat ini kepesertaan masyarakat baru mencapai 85% dari total penduduk Indonesia.Â
Makanya, Inpres tersebut dikeluarkan agar bisa mencapai target yang sudah disepakati bukan untuk mengatur publik.
Diyakini oleh pemerintah dengan  adanya kebijakan tersebut akan mendorong masyarakat berbondong-bondong membuat BPJS kesehatan, karena jika kembali kita lihat pada landasan undang-undang BPJS itu wajib harus digunakan oleh masyarakat.Â
Menurut pemerintah, Inpres yang dibuat untuk nantinya mengatur bawahan presiden termasuk kepala daerah agar menjalankan apa yang sudah diamanatkan pada Undang-Undang.Â
Kepesertaan masyarakat dalam program JKN sejatinya bersifat wajib, sejalan dengan mandat dalam Undang-Undang. Amanat Undang-Undang telah mewajibkan masyarakat agar menjadi peserta program JKN yang mana  merujuk pada UU SJSN pada 2004 dan juga UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.Â