Mohon tunggu...
Hendra Kumpul
Hendra Kumpul Mohon Tunggu... Lainnya - Ro'eng Koe

Sedang Belajar Menulis ndakumpul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pasien Covid-19 Lari ke Dukun dan Kebiasaan Orang Manggarai yang Lari dari Dokter

20 Mei 2020   15:53 Diperbarui: 21 Mei 2020   01:48 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dukun: Tropenmuseum | Repronegatief. Een dukun (medicijman) bereid een drank

Dukun itu bukan sekadar paranormal. Ia adalah dokter ampuh bagi orang tak mampu. Ia menyembuhkan para pasiennya sekejap. Tanpa mengeluarkan biaya yang mahal. Tanpa perawatan yang bertele-tele. Tanpa administrasi yang sengkarut.

Berita tentang ibu berinisial E yang positif Covid-19 dan memilih berobat ke dukun patut ditelah secara komprehensif.

 Ibu E merupakan seorang warga Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Kompas.com). Ia telah dirawat di rumah sakit sebelumnya dan didiagnosa mengidap penyakit Tuberkolosis. Pada saat itu, dokter mengatakan ia mesti dirawat di rumah sakit pada waktu yang lama karena kemungkinan besar akan positif covid-19. 

Namun, Ia melarikan diri dan menghilang bersama keluarganya selama tiga hari. Setelah dicari-cari, ia ditemukan sedang berobat di seorang dukun. Keluarga dan dukun tersebut pun menjadi ODP karena setelah dilakukan tes SWAB, ibu E dinyatakan positif covid-19.

Jika kita menilik secara lebih detail, tentunya pelarian ibu E dilatarbelakangi oleh berupa-rupa alasan, misalnya tidak percaya kepada para dokter karena keseringan berobat ke dukun atau memikirkan biaya yang mahal jika berlama-lama di rumah sakit. Bisa juga ibu E takut akan penularan Covid-19 dari pasien lainnya atau tenaga medis di rumah sakit.

Namun, cerita tentang pelarian ibu E ke dukun bukan cerita baru. Ada banyak cerita dan kisah nyata di kampung-kampung dimana orang lebih memilih berobat ke dukun daripada ke dokter.

Saya akan berbagi kisah dari tempat saya tinggal dan berasal, yakni Manggarai, Flores, NTT. Di Manggarai, dukun biasanya disebut sebagai ata mebeko. Ata mbeko ini dibedakan menjadi dua, ata mbeko di'a (dukun penyembuh) dan ata mbeko daat dukun penghancur.

Biasanya orang akan berbondong-bondong datang ke ata mbeko di'a untuk mengobati bermacam-macam penyakit yang diderita. Ada pula yang datang ke ata mbeko daat untuk menghancurkan para pesaing atau para musuh mereka.

Ata mbeko dia rupanya lebih laris pelanggannya daripada ata mbeko daat, sebab sejak turun-temurun orang Manggarai lebih banyak berkeyakinan bahwa mereka mendapat rahmat khusus dari Mori gu Ngaran (Tuhan) untuk menyembuhkan bermacam-macam penyakit.

Mulai dari sakit ringan seperti flu atau batuk-batuk hingga sakit berat seperti patah kaki atau tangan dan bahkan kanker. Ada banyak ibu-ibu yang kanker payudara disembuhkan.

Cara para dukun di Manggarai untuk menyembuhkan orang juga sangat sederhana. Mereka hanya komat-kamit merapal mantra kemudian meniupkannya ke dalam sebuah gelas yang berisi air. 

Si penderita sakit hanya disuruh untuk meminum air tersebut. Beberapa jam atau beberapa hari kemudian sembuh total dan bisa beraktivitas lagi dengan bebas.

Pasien yang patah tangan atau kaki pun bisa dalam sekejap lekas sembuh. Para dukun hanya mengurut tangan dan kaki mereka, kemudian merapalkan sejumput mantra dan meniupkannya ke tangan atau kaki yang patah. Hal yang sama terjadi pada penderita kanker atau sakit lainnya.

Biaya yang dikeluarkan untuk ke dukun pun sangat ekonomis. Di Manggarai, Flores, si penderita dan keluarganya hanya membawakan sebungkus gula pasir atau sebungkus rokok jika dukunnya laki-laki. 

Para dukun pun tak meminta lebih. Jika penderita sakit dan keluarga berbaik hati, mereka biasanya memberikan beberapa lembaran uang. Namun, para dukun lebih banyak menolaknya.

Dengan kenyataan di atas, kebanyakan orang yang berdomisili di kampung-kampung Manggarai lebih senang berobat ke dukun daripada ke dokter atau puskesmas terdekat. 

Selain karena urusannya tidak terlalu ribet, biaya pengobatannya juga murah meriah dibanding berobat ke dokter atau ke puskesmas. Misalnya saja, jika seorang kampung yang bekerja sebagai petani menderita kanker berobat ke dokter, ia dan keluarganya pasti tak sanggup untuk membayar biaya pengobatan yang tergolong mahal. 

Meski pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk mengatasi persoalan seperti ini, misalnya melalui program BPJS, mereka tetap tak berdaya.

Kebanyakan mereka memang mempunyai BPJS, tapi tidak tahu dan tidak mampu menyimpan uang ke BPJS setiap bulannya, sehingga saldonya tetap kosong.

Mereka berpikir bahwa BPJS itu kartu jaminan gratis, yang mana kita tak perlu menyicil untuk menyimpan uang di BPJS tiap bulannya. Apalagi sekarang tunggakan BPJS dinaikkan, mereka pasti tidak pernah menggunakannya.

Permasalahan lain adalah pengobatan ke dokter atau rumah sakit membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh dan memiliki urusan administrasi, yang bagi orang kampung di Manggarai, bertele-tele.

Ada banyak kejadian, banyak penderitaan sakit meninggal dunia saat para keluarganya masih mengurus proses rujukan dari puskesmas ke Rumah Sakit.

Tragisnya, tenaga dokter dan Rumah Sakit di Manggarai sangat minim. Rumah sakit hanya dua, yakni RSUD Ben Mboi Ruteng dan RSUD Cancar. 

Sedangkan puskesmas yang tersebar di kampung-kampung masih minim dokter atau tak memiliki dokter sama sekali. Jika ada dokter, itu pun hanya berjumlah seorang. 

Bayangkan saja, untuk penduduk yang berjumlah ribuan orang Rumah Sakitnya hanya dua dan dokternya kurang. Belum lagi peralatan medisnya kurang memadai atau tidak lengkap. Pasokan obat-obatan pun sangat minim.

Menimbang berbagai permasalahan di atas, orang-orang di Manggarai lebih memilih untuk berobat ke duku daripada ke dokter. Dukun biayanya lebih murah, tanpa urusan administrasi yang bertele-tele dan cenderung sengkarut dan tanpa membutuhkan waktu yang lama untuk penyembuhan.  

Kiranya kisah yang saya bagikan ini mendapat respons yang baik dari masyarakat pembaca dan pemerintah.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun