Mohon tunggu...
Hendra Kumpul
Hendra Kumpul Mohon Tunggu... Lainnya - Ro'eng Koe

Sedang Belajar Menulis ndakumpul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selibat untuk Imam Katolik, Masihkah Mungkin?

12 Mei 2020   19:42 Diperbarui: 12 Mei 2020   19:48 1310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Fransiskus.hidupkatolik.com


Wacana penghapusan selibat santer digemakan di ruang publik sejak film spotlight (lampu sorot) mendapat publisitas yang luas setelah tayangan perdananya pada 2015. 

Film ini diinisiasi oleh tim investigasi wartawan The Boston Globe, surat kabar harian di Kota Boston, Amerika Serikat, untuk membongkar skandal-skandal seksual yang dilakukan oleh kalangan klerus Gereja Katolik. 

Secara garis besar, Spotlight bercerita tentang John Geognam, seorang imam, yang melakukan skandal seksual terhadap anak-anak (pedofilia) serta upaya Gereja yang picik untuk melindunginya dengan melakukan kerja sama yang apik bersama pihak keamanan, media, penguasa, dan pengusaha di kota Boston (John Prior, Ledalero,:2016).

Film ini pun berhasil menarik perhatian umat Katolik, Gereja, dan Media Massa untuk meneropong lebih jauh dan melakukan kajian yang komprehensif terkait skandal-skandal seksual yang melibatkan kaum klerus Gereja Katolik. 

Media Massa, dalam beberapa tahun setelah penayangan Spotlight, berlomba-lomba menginvestigasi dan memuat berita-berita skandal seksual kaum klerus untuk mendongkrak tiras penjualan.

 Alhasil skandal seksual serupa mencuat ke ruang publik, seperti di Australia yang memvonis Kardinal George Pell atas tuduhan melindungi para imam yang melakukan pelecehan seksual (detiknews.com).

 Selain itu, ada banyak skandal seksual yang dilakukan kaum klerus di Gereja-gereja lokal dan biara-biara yang masih tertutup rapi dan belum terkuak ke ruang publik. Di Flores, misalnya, hanya skandal seksual yang dilakukan RD. Herman Jumat dan Sr. Grace yang mencuat ke ruang publik dan menggegerkan umat Katolik, khususnya umat Katolik Flores.

Bukan tidak mungkin masih banyak skandal seksual serupa yang masih dibungkus apik dan sistematis.

Paus Fransiskus, melalui ensiklik Evangeli Gaudium mengajak kaum klerus dan umat Katolik seluruh dunia agar membongkar dan melihat permasalahan skandal seksual kaum klerus dengan kacamata iman.

Permasalahan skandal seksualitas di atas menyebabkan kebanyakan orang menuding "selibat" sebagai dalangnya. Karena itu, selibat dianjurkan untuk dihapus dan para imam  dibiarkan untuk menikah. Argumen seperti ini rupa-rupanya perlu ditelisik dan dikaji secara lebih mendalam agar tidak menimbulkan tuduhan secara serampangan terhadap selibat. Apakah selibat begitu tak berfaedah? Apakah selibat mesti ditiadakan?


Selibat: Melawan Kodrat?

Pada galibnya, setiap laki-laki (manusia) merupakan makhluk seksual. Beranjak dari paradigma di atas,  kita tidak dapat memungkiri bahwa laki-laki (maupun perempuan) selalu memiliki dorongan untuk melakukan aktivitas seksual, seperti masturbasi atau bersetubuh dengan orang lain. 

Hal ini didukung oleh penelitian yang menyatakan sebanyak tiga kali dalam dua puluh empat jam setiap lelaki akan memiliki keinginan dan kebutuhan untuk "mengosongkan" produksi sel sperma melalui masturbasi atau melakukan hubungan seksual (Deshi Ramadhani, 2010: 202).

 Ada juga penelitian lain yang menjelaskan  bagian otak yang bertanggungjawab atas pengalaman keagamaan merupakan bagian yang bertanggungjawab pula atas orgasme seorang laki-laki. Maka, seyogianya aktivitas seksual merupakan sesuatu yang wajar dilakukan atau bersifat kodrati. 

Bersamaan dengan anggapan seperti ini muncul pula stereotip yang melihat selibat sebagai sesuatu yang anti kodrati atau melawan kodrat. Karena itu, memilih selibat merupakan suatu cara atau panggilan hidup yang sia-sia.

Namun secara serta merta, Deshi Ramadhani, SJ melalui bukunya Adam Harus Bicara membantah argumen di atas (Deshi Ramdhani, 2010: 207-209). Ia menegaskan, selibat bukanlah sebuah cara hidup "melawan" kodrat melainkan "melampaui" kodrat. 

Pernyataan ini didasarkan pada perkataan Yesus sendiri tatkala orang-orang Saduki menanyakan kepadaNya perihal kehidupan sesudah kematian. Argumen ini berangkat dari pernyataan Yesus sendiri untuk menjawab pertanyaan orang Saduki tentang kebangkitan (Matius, 22: 23-33). Orang Saduki tak percaya akan adanya kebangkitan. Karena itu, dengan menganalogikan seorang perempuan yang telah diperistri tujuh orang, mereka menanyakan kepada Yesus "siapakah di antara ketujuh orang itu yang menjadi suami perempuan itu pada hari kebangkitan?" (Matius, 22:28). 

Yesus menjawab mereka, "kamu sesat, sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah! karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di surga" (Matius, 22:30)

Hemat saya, perkataan Yesus yang digaris miring di atas mengindikasikan dua hal. Pertama, ada kebangkitan atau kehidupan baru setelah kematian. Kedua, manusia tidak lagi kawin dan dikawinkan pada kebangkitan. Dengan demikian, realitas tidak kawin dan dikawinkan merupakan suatu kekhasan hidup setelah kematian (kebangkitan).  Secara bersamaan bisa disimpulkan bahwa selibat (demi Kerajaan Allah) merupakan cerminan hidup sesudah kematian.

 Kaum klerus yang selibat, selibater, ingin menunjukkan kepada dunia suatu kehidupan adikodrati yang ada setelah kematian. Mereka ingin menawarkan kepada manusia  yang mendewakan  seksualitas suatu cara hidup yang ditandai oleh kenikmatan surgawi, meski membutuhkan "tarak" sepanjang hidupnya.

Selibat: In Persona Christi
Efesus 5:22-23 menganalogikan hubungan Kristus dan Gereja-Nya sebagai hubungan suami-istri. Di sini, Rasul Paulus mengajak para istri untuk taat pada suaminya "karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat." (Ef. 5:23). 

Pernyataan Paulus ini mau mengindikasikan Yesus adalah suami sedangkan anggota gereja dan kaum klerus merupakan istri-Nya.

Namun di sisi lain, teologi Katolik mengajarkan ketika  seorang imam mempersembahkan misa, ia melakukan in persona Christi. Dengan demikian, seorang imam yang selibat melakukan peran sebagai istri yang dikasihi Yesus sebagai suaminya serentak sebagai suami dalam memimpin misa karena menjadi representasi Kristus yang mencintai Gereja sebagai istri-Nya.

Privilese ini hanya dimiliki oleh para imam yang menjalankan kehidupan selibat. Saat merayakan misa, seorang imam tidak hanya melakukan in persona Christi, tetapi secara lebih spesifik ia melakukannya sebagai seorang laki-laki in persona Christi dengan kesadaran mendalam bahwa Kristus juga seorang laki-laki.

Selain itu, ketika seorang imam mengucapkan "Inilah Tubuh-Ku" dalam doa syukur agung, ia sebenarnya masuk dalam hubungan yang dekat dan tak terpisahkan antara Kristus dan Gereja-Nya. Kata-kata "Inilah Tubuh-Ku" merupakan pemberian diri secara total Kristus kepada umat-Nya yang dilanjutkan oleh imam kepada umat Katolik saat misa. 

Hal ini menyebabkan seorang imam sebagai laki-laki selibat memberikan dirinya secara total kepada umat Kristus baik dalam ekaristi maupun pelayanan sakramental dan pastoral lainnya.

 Di sini, ada implikasi bahwa imam haruslah seorang laki-laki yang sudah secara biologis dan anatomis menyatakan diri sebagai pihak yang memberikan benih kehidupan baru sementara itu di pihak lain perempuan dan Gereja merupakan pihak yang menerima benih tersebut dan menyediakan tempat untuk pembuahan serta pertumbuhan benih tersebut.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, saya menyimpulkan bahwa peraturan selibat dalam Gereja Katolik mesti tetap dipertahankan karena dua alasan. 

Pertama, selibat merupakan suatu cara hidup adikodrati atau supernatural karena mencerminkan kehidupan sesudah kematian (kebangkitan). 

Kedua, selibat merupakan suatu in persona Christi imam saat melakukan ekaristi dengan menyerahkan seluruh totalitas kelelakiannya sebagaimana Kristus menyerahkan diri-Nya wafat di salib untuk menebus dosa-dosa dunia. Melalui selibat seorang imam memberikan benih kehidupan kasih kepada semua umat Kristus, bukan hanya kepada segelintir orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun