Mohon tunggu...
Hendra Josuf
Hendra Josuf Mohon Tunggu... Lainnya - berdiam di new york city, usa

sekolah tinggi bahasa asing di tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gerimis Seharian di Musim Gugur

29 Oktober 2024   10:06 Diperbarui: 29 Oktober 2024   10:06 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budi berdiri di halaman belakang rumahnya dan mendongak kelangit.Gumpalan awan2 hitam tebal perlahan terbelah membuat matahari kadang nampak, kadang tidak.Cuaca di akhir bulan Oktober dan di awal musim gugur, telah memperlihatkan keindahan alaminya ;daun2 kering berwarna kuning, hijau tua, dan merah marong, melayang  gemula di hembus angin semilir, lalu berjatuhan ke-mana, menutupi bumi seperti permadani cantik buatan parsi.Burung berwarna-warnipun satu dua berlompatan dan berayung-ayung di atas cabang yang mulai gundul.Ada juga tupai berlari cepat, melintas  di ujung pagar kayu.

Kesejukan angin sore, seketika berubah kencang di ikuti gerimis yag  berjatuhan lembut satu dua tetes. Lalu bertambah  deras membasahi  kursi2 antik yang biasa Budi  duduki di musim panas.

Disaat dia hendak beranjak dari situ, pandangan matanya sekilas tertuju pada sepasang manusia berpayung merah dan  berjalan santai  di tengah  jalan yang sepi  dan kosong.

Gadis berpayung merah berpelukan mengingatkan dia pada seseorang. Kejadiannya  telah agak lama berlalu.Mungkin sekitar sepuluh tahunan.Tapi sekali2  kenangan  itu muncul di benaknya  dan tak  bisa dia hindari.

dr.Mei, seorang counsellor  kejiwaan telah  banyak membantunya ketika berdiam di New Jersey.Telah menoreh pula sesuatu di hatinya.Di kantor yang sempit di downtown, sudah terbiasa mendengar Budi berkeluh kesah.Tapi disitulah dia  mendapatkan solusi,semangat, dan kehangatan.Mata  tajam sang dokter selalu menatapnya serius disaat mereka bercakap.Kadang dia  tahu sang dokter tersenyum di balik masker birunya. 

Dia ingin ber-lama2 disitu.Larut dalam sebuah percakapan manis  dan  belum pernah dia alami.dr.Mei, single mother, seumuran anak perempuannya, selalu berada di ruang prakteknya setiap kali dia datang therapy.Banyak yang dia peroleh darinya.Membuat persahabatan mereka bisa berlangsung bertahun-tahun

Suatu hari, disaat dia hendak pamit, Budi berkata pelan sambil memegang lengan  dr.Wei:

"Thank you for your kindness doc.I really get a good time.Everybody seems to ignore me.They're too occupied in this digital era.You're the only one who listen and understand me.I appreciate it.Thanks again,"

dr,Mei hanya menggangguk kecil.Dia perhatikan lagi  kedua  bola matanya mengecil, pasti deh dia tersenyum.Kembali dia rasakan secuil kebahagian.

Sesi demi semi mereka lalui bersama. Kehangatan pun semakin bertambah intence, membuat Budi lebih sering nongol di ruang praktenya.

Ada beberapa kesempatan bagus  membuat dia nekat menarik  bahu si dokter lalu mendekapnya sebentar.Lama2 dia mulai  heran.Kog, dokternya tidak marah yah?Ini membuatnya   semakin aggresive.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun