Mohon tunggu...
Hendra Josuf
Hendra Josuf Mohon Tunggu... Lainnya - berdiam di new york city, usa

sekolah tinggi bahasa asing di tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Banjir

12 Juli 2022   00:11 Diperbarui: 12 Juli 2022   20:29 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok: Pinterest/towardsdatascience.com


Mobil berplat nomor BALI  terus meliuk -liuk  di highway 95 menuju New York City. Mobil yang hanya terisi 4 orang itu terdiri dari Erwin dan Etty istrinya di kursi depan, sedang  Deddy dan Siera, istrinya di kursi bagian tengah. Kedua pasang lansia ini adalah kawan lama sejak mereka di bangku SMA dan hanya nasib baik bisa mempertemukan mereka  kembali di NYC.

Perjalanan dari kota Philadelphia  sedikit tersendat di karenakan  adanya pelebaran jalan ditambah cuaca yang agak mendung. Gumpalan2 awan hitam nampak menggantung rendah  di atas perbukitan di sisi kanan jalan. Bila lalu lintas sedang macet  mereka isi dengan percakapan2 kecil, seperti  inflasi yang melanda AS, berita2 hangat di tanah air, atau kelanjutan ceritera cinetron yang telah mereka ikuti. Namun begitu jalan mulai lancar, mobilpun mulai juga melompat ugal2an. Rupanya Erwin  belum bisa  menyesuaikan diri berkendaraan seperti ke banyakan orang Amerika. Dia masih terbiasa ganti lajur,rem mendadak, atau menyalip. Mungkin dia  tak tahu jika di pelototi sesama pengendara. Kadang juga di omelin ama istrinya. Satu dua kali mah dia nurut, sedikit pelan, setelah  itu  dia  tancap lagi. Kalau di tegur, dia bilang sorry. Pasti kebiasaan buruk dia bawa dari Indo.

"Sorry Er, aku tidak bisa bantu nyetir, soalnya udah puluhan tahun aku quit," kata Deddy memecah keheningan

"Tak apa, santai aja bro.I can do it," balas Erwin.Istrinya tiba2 nimbrung:

"Yah, tapi tak usah ngebut toh, we still get time.Acaranya di mulai jam 7.30,"

Erwin tidak komen, cuman utak atik cell phone lalu  berkata lagi;

"Yuk, kita dengar lagu dandut,"

Suasana yang tadinya murung  berubah jadi ceria.Speaker mobilpun berkoar-koar di tengah kencangnya mobil van melaju di toll lebar berlajur 6.

Mendekati "pintu" Lincol Tunnel, jalan mulai beringsut lagi, langit yang tadinya hitam, tiba2  menjatuhkan butir2 hujan deras.Pemandangan berangsur  gelap di saat  mobil satu per satu "menyelam" di bawah permukaan sungai Hudson.Begitu  muncul di pulau Manhattan, hujan di sertai angin keras menerpa kaca mobil. Gedung2 raksasa berbaris kaku menyambut kedatangan  mobil2  pendatang.Nampak puncak Imperial building  berselimuti kabut tebal menutupi cahaya lampu yang di pancarnya.

Ditengah terpaan angin topan, mobil pada berbaris pelan di 7th avenue  bersiap menunggu signal  dari ratusan traffic light di depan. Keadaan semakin  ruwet  di perapatan  Times Square, pusat kota Manhattan yang tak pernah tidur.Keramaian,kemacetan,dan ke bisingan semakin menjadi di bawah guyuran hujan dan hempasan angin keras membuat mobil oleng.

Kemacetan yang berkepanjangan membuat waktu berjalan lambat dan membosankan .Lagu dandutpun Erwin telah matikan. Dari balik kaca mobil, Deddy mebuang pandangannya keluar.Dan tanpa dia sadari dirinya "terseret" kemasa lampau.Dia sudah lupa kapan persisnya, mungkin  telah lewat 2 atau 3 dasawarsa.Dia pijat keningnya berharap gambar2 itu berangsur sirna.Namun dia lengket disana semakin jelas.Sebuah pemandangan seram, ada banjir,ada kegelapan, ada juga kecemasan di dalam sebuah mobil sedan buntut.Diluar tidak seorangpun  yang datang menolong.Seorang perempuan muda menyandarkan kepala  dipundaknya sementara  hujan dan banjir masih berkecamuk.Dari jauh samar2 sebuah papan bengkok  bergoyang keras di hajar angin bertuliskan Jalan Kebayoran Lama.

"Sorry, Linda, mobil macet, aku tak bisa apa2.Kita tunggu saja  ada orang yang bisa bantu,"

Perempuan yang di panggil Linda tidak menyahut, hanya mengulum senyum kecil lalu mengangat kedua kakinya begitu  air mulai menerobos pintu mobil.Kembali dia sandarkan kepalanya di pundah Deddy, lalu berkata pelan;

"Tadi sore Budi  telah berangkat sama anak2,"

"Semuanya,"

Linda mengangguk.

"Yah, tiga orang.Dia mau sekolahkan mereka di Singapura."

Sesudah itu mereka terdiam, hanya rintik2 hujan terdengar berdentum  menimpa kaca.

"Kejam amat," Deddy berguman

Dari sudut matanya  dia lihat Linda menitikkan air mata.Dalam hati dia mengumpat hujan yang tegah  membuyarkan date yang telah dia susun rapih.Keduanya tahu mereka tidak seyogyanya curi2 kesempatan buat melakukan itu.Linda sobat karib istrinya, sedang Deddy tahu Linda juga sudah berkeluarga.Hanya karena ada chemistry yang kuat membuat keduanya saling lengket.Mungkin timingnya  salah.Linda berantakan keluarganya, sedang Deddy cuman mau iseng saja.Namun apa mau di kata, lebatnya hujan, dan tingginya banjir telah membuyarkan acara One- Night Stand, kata orang Amerika.

Ketika hujan mulai reda, dan banjirpun telah mulai surut, Deddy coba lagi utak atik mobilnya.Eh, puji Tuhan, nyala.Dengan cepat mereka tancap gas dan setelah ngantar Linda pulang, dia juga langsung pulang.Takut si buntut ngadat lagi.

Sampai disini, Deddy tersenyum mengambang. Sayup2 dia dengar namanya di panggil

"Pa..........Pa.....Dengar ndak?"

"Sorry Ma, ada apa?"

"Dari tadi aku panggil,lu cengengesan melulu.Malu dong di lihat orang,"

Merasa bersalah Deddy tidak menyahut.Pandangannya di buang kedepan.

Pikirnya "Seandainya kalian tahu  ada apa di benakku,"

Dengan tidak sadar dia berkata pelan:

"Orang makin tua, makin ceriwis dan ceplas ceplos,”

perjalanan jauh dan melelahkan akhirnya berakhir juga on time hingga mereka dapat mengikuti pesta dengan sajian masakan Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun