Mobil berplat nomor BALI terus meliuk -liuk di highway 95 menuju New York City. Mobil yang hanya terisi 4 orang itu terdiri dari Erwin dan Etty istrinya di kursi depan, sedang Deddy dan Siera, istrinya di kursi bagian tengah. Kedua pasang lansia ini adalah kawan lama sejak mereka di bangku SMA dan hanya nasib baik bisa mempertemukan mereka kembali di NYC.
Perjalanan dari kota Philadelphia sedikit tersendat di karenakan adanya pelebaran jalan ditambah cuaca yang agak mendung. Gumpalan2 awan hitam nampak menggantung rendah di atas perbukitan di sisi kanan jalan. Bila lalu lintas sedang macet mereka isi dengan percakapan2 kecil, seperti inflasi yang melanda AS, berita2 hangat di tanah air, atau kelanjutan ceritera cinetron yang telah mereka ikuti. Namun begitu jalan mulai lancar, mobilpun mulai juga melompat ugal2an. Rupanya Erwin belum bisa menyesuaikan diri berkendaraan seperti ke banyakan orang Amerika. Dia masih terbiasa ganti lajur,rem mendadak, atau menyalip. Mungkin dia tak tahu jika di pelototi sesama pengendara. Kadang juga di omelin ama istrinya. Satu dua kali mah dia nurut, sedikit pelan, setelah itu dia tancap lagi. Kalau di tegur, dia bilang sorry. Pasti kebiasaan buruk dia bawa dari Indo.
"Sorry Er, aku tidak bisa bantu nyetir, soalnya udah puluhan tahun aku quit," kata Deddy memecah keheningan
"Tak apa, santai aja bro.I can do it," balas Erwin.Istrinya tiba2 nimbrung:
"Yah, tapi tak usah ngebut toh, we still get time.Acaranya di mulai jam 7.30,"
Erwin tidak komen, cuman utak atik cell phone lalu berkata lagi;
"Yuk, kita dengar lagu dandut,"
Suasana yang tadinya murung berubah jadi ceria.Speaker mobilpun berkoar-koar di tengah kencangnya mobil van melaju di toll lebar berlajur 6.
Mendekati "pintu" Lincol Tunnel, jalan mulai beringsut lagi, langit yang tadinya hitam, tiba2 menjatuhkan butir2 hujan deras.Pemandangan berangsur gelap di saat mobil satu per satu "menyelam" di bawah permukaan sungai Hudson.Begitu muncul di pulau Manhattan, hujan di sertai angin keras menerpa kaca mobil. Gedung2 raksasa berbaris kaku menyambut kedatangan mobil2 pendatang.Nampak puncak Imperial building berselimuti kabut tebal menutupi cahaya lampu yang di pancarnya.
Ditengah terpaan angin topan, mobil pada berbaris pelan di 7th avenue bersiap menunggu signal dari ratusan traffic light di depan. Keadaan semakin ruwet di perapatan Times Square, pusat kota Manhattan yang tak pernah tidur.Keramaian,kemacetan,dan ke bisingan semakin menjadi di bawah guyuran hujan dan hempasan angin keras membuat mobil oleng.
Kemacetan yang berkepanjangan membuat waktu berjalan lambat dan membosankan .Lagu dandutpun Erwin telah matikan. Dari balik kaca mobil, Deddy mebuang pandangannya keluar.Dan tanpa dia sadari dirinya "terseret" kemasa lampau.Dia sudah lupa kapan persisnya, mungkin telah lewat 2 atau 3 dasawarsa.Dia pijat keningnya berharap gambar2 itu berangsur sirna.Namun dia lengket disana semakin jelas.Sebuah pemandangan seram, ada banjir,ada kegelapan, ada juga kecemasan di dalam sebuah mobil sedan buntut.Diluar tidak seorangpun yang datang menolong.Seorang perempuan muda menyandarkan kepala dipundaknya sementara hujan dan banjir masih berkecamuk.Dari jauh samar2 sebuah papan bengkok bergoyang keras di hajar angin bertuliskan Jalan Kebayoran Lama.
"Sorry, Linda, mobil macet, aku tak bisa apa2.Kita tunggu saja ada orang yang bisa bantu,"
Perempuan yang di panggil Linda tidak menyahut, hanya mengulum senyum kecil lalu mengangat kedua kakinya begitu air mulai menerobos pintu mobil.Kembali dia sandarkan kepalanya di pundah Deddy, lalu berkata pelan;
"Tadi sore Budi telah berangkat sama anak2,"
"Semuanya,"
Linda mengangguk.
"Yah, tiga orang.Dia mau sekolahkan mereka di Singapura."
Sesudah itu mereka terdiam, hanya rintik2 hujan terdengar berdentum menimpa kaca.
"Kejam amat," Deddy berguman
Dari sudut matanya dia lihat Linda menitikkan air mata.Dalam hati dia mengumpat hujan yang tegah membuyarkan date yang telah dia susun rapih.Keduanya tahu mereka tidak seyogyanya curi2 kesempatan buat melakukan itu.Linda sobat karib istrinya, sedang Deddy tahu Linda juga sudah berkeluarga.Hanya karena ada chemistry yang kuat membuat keduanya saling lengket.Mungkin timingnya salah.Linda berantakan keluarganya, sedang Deddy cuman mau iseng saja.Namun apa mau di kata, lebatnya hujan, dan tingginya banjir telah membuyarkan acara One- Night Stand, kata orang Amerika.
Ketika hujan mulai reda, dan banjirpun telah mulai surut, Deddy coba lagi utak atik mobilnya.Eh, puji Tuhan, nyala.Dengan cepat mereka tancap gas dan setelah ngantar Linda pulang, dia juga langsung pulang.Takut si buntut ngadat lagi.
Sampai disini, Deddy tersenyum mengambang. Sayup2 dia dengar namanya di panggil
"Pa..........Pa.....Dengar ndak?"
"Sorry Ma, ada apa?"
"Dari tadi aku panggil,lu cengengesan melulu.Malu dong di lihat orang,"
Merasa bersalah Deddy tidak menyahut.Pandangannya di buang kedepan.
Pikirnya "Seandainya kalian tahu ada apa di benakku,"
Dengan tidak sadar dia berkata pelan:
"Orang makin tua, makin ceriwis dan ceplas ceplos,”
perjalanan jauh dan melelahkan akhirnya berakhir juga on time hingga mereka dapat mengikuti pesta dengan sajian masakan Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H