Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi daya tarik pariwisata internasional.
Salah satu destinasi wisata yang sangat populer di Indonesia adalah Pulau Bali, yang terkenal dengan keindahan alamnya dan keunikan budayanya.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, perilaku turis Bali dari mancanegara semakin meresahkan, mulai dari ketidaksopanan, pelanggaran aturan dan hukum, sampai soal merusak lingkungan, bahkan mengacaukan keberadaan budaya dan adat di Pulau Dewata.
Turis asing di Bali belakangan ini membuat kehebohan, karena melakukan tindakan seperti menggunakan plat nomor palsu, membuat petisi ayam berkokok, dan bekerja dengan visa wisata.
Para pelaku bisnis pariwisata dan dinas pariwisata Bali, serta polisi dan imigrasi, telah menanggapi dengan cepat dan mengambil tindakan, termasuk deportasi terhadap seorang fotografer asal Rusia.
Polisi Bali juga telah merazia turis yang mengganti nomor plat motor dengan inisial nama dan menemukan pelanggaran sebanyak 367 tilang manual.
Gubernur Bali, Wayan Koster, menegaskan bahwa wisatawan asing harus bisa beradaptasi dengan kebiasaan masyarakat Bali seperti memelihara ayam, serta mengikuti aturan lalu lintas dan hukum negara.
Selain itu, ia juga mengusulkan pencabutan layanan Visa on Arrival (VoA) bagi warga negara Rusia dan Ukraina yang kerap melakukan pelanggaran hukum di Bali.
Banyak turis asing di Bali yang bekerja secara ilegal dengan menawarkan berbagai jasa, seperti pelatihan selancar, fotografi, rental sepeda motor, dan bahkan jualan sayur.
Hal ini membuat sejumlah warga Bali khawatir ruang pendapatan mereka semakin sempit.
Ivan, seorang turis asal Rusia yang bekerja sebagai pelatih selancar, mengakui bahwa ia bekerja secara ilegal agar bisa memperoleh uang ekstra dari latihan selancar sebesar US$50 dalam sekali latihan.
Dia menggunakan VoA dan setiap dua bulan pergi ke Kuala Lumpur untuk memperpanjang visa miliknya.
Walaupun beberapa masyarakat Bali mengaku bahwa bisnis mereka belum terdampak langsung, namun mereka khawatir jika praktik-praktik ilegal tersebut dibiarkan, bisnis mereka akan tergerus oleh keberadaan layanan jasa ilegal dari turis asing.
Menurut sosiolog Universitas Udayana, Wahyu Budi Nugroho, masalah perilaku turis asing di Bali yang merugikan masyarakat setempat dan merusak citra pulau itu sebagai destinasi wisata budaya dan spiritual, terjadi karena konsentrasi mereka yang tinggi di suatu kawasan seperti Canggu.
Hal ini mengakibatkan terbentuknya kebiasaan dan preferensi tertentu pada kerumunan (crowd) tersebut, yang masih bertahan bahkan ketika individu tidak lagi menjadi bagian dari kerumunan.
Selain itu, aktivitas ekonomi ilegal yang dilakukan turis asing menunjukkan bahwa mereka telah membentuk modal ekonomi, sosial, dan kultural sendiri, yang seolah memunculkan masyarakat dalam masyarakat.
Warga lokal protes dan mengkritik perilaku turis asing ini melalui media sosial, namun masih ada yang menganggap masalah ini bersifat pribadi dan personal antara turis asing dan dirinya sendiri.
“Konflik realistis adalah konflik yang terjadi secara langsung antara WNI dengan WNA, sedangkan konflik nonrealistis adalah konflik yang terjadi antara sesama WNI, jika ditemui ada WNI yang turut bekerja bersama WNA.”
(Wahyu Budi Nugroho)
Wahyu Budi Nugroho mengingatkan bahwa kelompok semu yang muncul akibat protes warga lokal terhadap turis asing yang meresahkan di Bali dapat berubah menjadi kelompok konkret (nyata) atau kelompok konflik di masa depan, yang berpotensi menimbulkan konflik realistis maupun nonrealistis.
Dia meminta pemerintah untuk lebih tegas dalam memberlakukan sanksi bagi pelanggar aturan, terutama bagi mereka yang melakukan aktivitas ekonomi ilegal, serta membentuk satgas khusus yang mengurus persoalan turis asing.
Selain itu, perlu dibuka saluran pelaporan yang jelas bagi masyarakat terkait aktivitas turis asing yang meresahkan, sehingga masalah ini dapat ditangani dengan lebih baik.
Wahyu juga menekankan pentingnya turis asing menghormati nilai, norma, dan budaya setempat demi menjaga Pulau Bali sebagai obyek wisata budaya dan spiritual yang terkenal.
Wakil Gubernur Bali, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) mengatakan sedang giat membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani masalah turis asing yang bekerja secara ilegal di Bali.
Satgas ini akan melibatkan kepolisian dan kantor imigrasi, dan diharapkan prosesnya dapat selesai dalam waktu dekat.
Cok Ace juga mengakui bahwa masalah keberadaan turis asing yang bekerja secara ilegal di Bali sudah terjadi sebelum pandemi Covid-19, namun saat ini masalah ini semakin meluas hingga ke level lebih bawah lagi.
Menurutnya, para turis asing yang bekerja secara ilegal ini membentuk komunitas eksklusif yang hanya melibatkan warga tertentu.
Belum ada data pasti mengenai laporan dugaan turis asing yang bekerja secara ilegal, namun sejumlah temuan kasus sudah dilaporkan.
Salah satunya adalah kasus warga asal Ukraina yang memiliki KTP Indonesia ilegal bernama Alexandre Nur Rudi, 37 tahun.
Hal ini sangat merugikan Indonesia secara ekonomi maupun dari segi pencitraan, karena Alexandre diduga terkait dengan produksi film tak pantas.
Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar juga baru-baru ini mendeportasi dan menangkal seorang warga negara Rusia berinisial SZ yang menyalahgunakan izin tinggalnya untuk melakukan kegiatan sebagai seorang fotografer di Bali.
Selain mengganggu ekonomi dan pencitraan pariwisata Indonesia, masalah ini juga dapat mempengaruhi minat turis dari negara lain untuk berkunjung ke Indonesia.
Pakar hubungan internasional, Teuku Rezasyah, mengatakan bahwa Indonesia harus menyelesaikan masalah ini secara serius agar tidak mengurangi jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia.
“Bisa secara drastis mengurangi kedatangan wisatawan asing yang benar-benar ke Indonesia. Akibatnya target pariwisata kita tidak tercapai.”
(Teuku Rezasyah)
Sementara itu, peneliti senior dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Fitriani, menekankan perlunya penegakan hukum yang lebih kuat serta pengaturan yang lebih jelas terkait bisnis dan pekerjaan yang dapat dilakukan oleh orang asing di Indonesia.
Jumlah turis asal Rusia di Bali juga terus meningkat setelah invasi Moskow ke Kiev meletus, dan hal ini tak lepas dari faktor geopolitik yang berkaitan dengan perang Ukraina-Rusia.
“Mengenai orang asing yang bekerja menurunkan pendapatan warga lokal, ini menurut saya masalah pengaturan, bidang apa saja yang memperbolehkan orang asing bekerja dan memiliki bisnis, bagaimana aturannya, apakah harus bermitra dengan WNI misalnya.”
(Fitriani)
Dari berbagai informasi yang tersaji di atas, terlihat jelas bahwa kerusakan lingkungan dalam konteks kenyamanan masyarakat dan ketidaksopanan turis asing di Bali adalah masalah yang membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak.
Tingginya konsentrasi turis asing di kawasan tertentu menjadi salah satu faktor terjadinya pelanggaran aturan dan meresahkan warga lokal.
Selain itu, adanya aktivitas ekonomi ilegal turis asing juga menimbulkan protes dan kritik dari masyarakat Bali.
Oleh karena itu, diperlukan tindakan tegas dan ketegasan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.
Dalam hal ini, dibutuhkan upaya untuk lebih menghormati nilai, norma, dan budaya setempat serta memberikan sanksi tegas bagi mereka yang melanggar aturan.
Terakhir, memang perlu dibentuk satuan tugas yang secara khusus mengurus persoalan turis Bali terutama dari luar negeri, untuk mencegah konflik dan kerusakan di masa depan.
Dengan begitu, diharapkan Bali bisa tetap menjadi obyek wisata budaya dan spiritual yang indah dan lestari bagi generasi masa depan. (*)
Referensi:
- Pengakuan turis asing bekerja secara ilegal di Bali, 'ilegal, tentu saja saya mengerti'
- Mengapa Turis Asing di Bali Kini Leluasa Melanggar Aturan?
- Miris, Berbagai Tingkah Meresahkan Turis Asing di Bali
- Hadapi WNA Bandel, Gubernur Bali Wayan Koster Murka: Responsnya Soal Kokok Ayam, Sewa Motor, VoA Turis Rusia-Ukraina
~ H.J.H.J.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H