Pada kesempatan ini kiranya saya dapat berbagi pengalaman. Bagaimana studi kasus bagi peserta PPG Piloting dapat tervalidasi sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu pendidik alami di lingkungan pembelajaran.
Bukan sekedar menafsirkan pemahaman imajiner dalam bentuk narasi ilmiah semata. Melainkan melalui realitas apa saja yang menjadi pengalaman pribadi sebagai pendidik ketika menghadapi peserta didik yang beragam.
Baik melalui pendekatan teaching at the right level ataupun culturally responsive teaching. Dengan metode pembelajaran berdiferensiasi yang fokus pada kebutuhan peserta didik.
Pertama
Memahami realitas pembelajaran dengan asesmen awal menjadi aspek penting dalam memahami karakteristik peserta didik. Dimana hal ini tidak harus berupa notulensi, melainkan dapat juga melalui teknik dialog (wawancara).
Dimana melalui pendekatan dialogis ini, pendidik dapat memahami bagaimana peserta didik sesuai kebiasaan pribadinya. Khususnya dalam kegiatan belajar, baik dalam pemahaman keilmuan ataupun karakter sosial-kulturalnya.
Kedua
Memahami konsep pembelajaran berdiferensiasi, tak hanya dapat dilakukan melalui pendekatan teoritis semata. Melainkan dengan aksi nyata yang memang telah direalisasikan oleh pendidik sebagai parameter yang inovatif.
Pendekatannya tak lain adalah gaya pembelajaran yang up to date atau relevan sesuai perkembangan zaman saat ini. Misal, era digital yang mau tidak mau harus juga digeluti oleh para pendidik sebagai area edukasi/materi pembelajaran.
Ketiga
Memberi ruang bagi terciptanya komunikasi inter-personal sebagai ruang edukatif. Pada beberapa kasus, peserta didik yang memiliki latar belakang budaya (minoritas) tidak mendapatkan akses pembelajaran dengan baik.
Inisiasinya tak lain dengan menerapkan pendekatan culturally responsive teaching secara aktif. Menggunakan komunikasi dialogis-budaya melalui bahasa daerah peserta didik sebagai sarana pemantik minat belajar.
Keempat
Memperkenalkan realitas multikutural kepada seluruh peserta didik, sebagai ruang edukasi anti-bullying dan transformasi pengetahuan. Dalam hal ini tentunya adalah pengetahuan budaya ataupun berbahasa daerah, dengan gaya kekinian.
Pendekatan kekinian ini bisa dicontohkan melalui aksi keseharian pendidik yang dapat didokumentasikan sebagai media pembelajaran. Misal, ketika healing ke suatu tempat, record sebagai pengalaman bermakna yang dapat disosialisasikan sebagai media kontekstual.
Kelima
Suasana pembelajaran bermakna inilah yang kemudian menjadi ruang inspirasi bagi peserta didik. Namun, tetap fokus pada materi pembelajaran yang terkonsep dengan baik.
Maka, analisis kasuistik dapat kita dapatkan sesuai dengan realitas yang tampak di lingkungan pembelajaran. Tanpa harus menarasikan secara imajiner tanpa analisis fakta dan data.
Pengalaman Bermakna
Seperti ketika (penulis) menjalankan sekolah darurat bagi anak-anak penyintas gempa di Cianjur. Dimana para pendidik (relawan) harus mempelajari bahasa komunikatif (sunda) sebagai media dialog inter-personal dengan anak-anak.
Termasuk memahami budaya setempat, yang jadi modal utama melakukan pembelajaran yang menyenangkan. Dengan tetap fokus kepada kebutuhan peserta didik, walau harus belajar di tenda-tenda pengungsian.
Pun ketika dalam ruang pembelajaran di kota, dengan ragam kultur dari peserta didik. Dimana banyak peserta didik yang berasal dari daerah. Hal inilah yang dapat menjadi perhatian khusus bagi para pendidik, demi pembelajaran berkeadilan.
...
Studi kasus dalam PPG ini, kiranya menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Fakta atau pengalaman atas apa yang kita alami secara nyata, menjadi aspek utama dalam menarasikan melalui tulisan ilmiah berbasis data.
Semoga bermanfaat, terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H