Tepat pada tanggal 10 November 1945, usai ultimatum Sekutu tidak dihiraukan oleh para pejuang. Aksi bombardemen terhadap kota Surabaya baik dari laut, udara dan darat dilakukan sejadi-jadinya dari sektor utara. Para pejuang yang bersiaga di beberapa sektor terlihat memilih untuk berlindung dari hujan bom yang ditembakkan sejak pagi.
Sebelumnya memang, pasukan pejuang telah membagi Surabaya menjadi tiga front gelaran pertempuran. Baik di sektor tengah, timur, dan barat, semua dijaga dalam formasi garis pertahanan melintang. Kecuali dengan pasukan dari Pemuda Rakyat Indonesia dibawah komando Soemarsono, mereka lebih leluasa bergerak dari sektor satu ke sektor lainnya.
Sedangkan di pihak tentara reguler ada Soengkono sebagai komandan tempur di lapangan. Bersama dengan Bung Tomo, yang didaulat sebagai agitator pembakar semangat juang rakyat. Ada peristiwa menarik di tanggal 9 November 1945 yang mungkin luput dari perhatian, yakni adanya peristiwa pembacaan Sumpah Kebulatan Tekad Pemuda Surabaya.
Dengan isi sebagai berikut;
"Sumpah Kebulatan Tekad. Tetap Merdeka! Kedaulatan negara dan bangsa Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 akan kami pertahankan dengan sungguh-sungguh, bersatu, ikhlas berkurban dengan segala tekad MERDEKA atau MATI!".
Sejak semalam, Gubernur Soerjo, Residen Soedirman, bersama Doel Arnowo melakukan kontak dengan Bung Karno. Dengan maksud meminta arahan untuk nasib kota Surabaya pasca ultimatum Sekutu. Hingga memutuskan untuk pengambilalihan sikap terhadap kota Surabaya diserahkan sepenuhnya kepada para pejuang Republik.
Artinya, upaya Bung Karno melalui Ahmad Soebarjdo dalam melakukan mediasi dengan Sekutu pun berakhir dengan kegagalan. Gubernur Soerjo akhirnya membuat keputusan yang dibacakan melalui radio RRI Surabaya, pada pukul 23. 10, dengan kalimat berikut;
"...kita tetap menolak ultimatum! dalam menghadapi segala kemungkinan, mari kita semua memelihara persatuan yang bulat antara pemerintah, TKR, polisi, serta badan-badan perjuangan pemuda dan rakyat kita. Mari kita sekarang memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga kita sekalian mendapat kekuatan lahir batin serta rahmat dan taufik dalam perjuangan. Selamat berjuang".
Keputusan yang dimaknai sebagai perintah pertempuran itu disambut dengan suka cita. Sejak malam, parit-parit perlindungan dibangun secara gotong-royong dengan rakyat hampir di setiap lokasi pertahanan kota. Bahkan hingga tanggal 10 November 1945, menjelang waktu bombardemen oleh kapal-kapal perang Sekutu pada pukul 06.00 WIB, rakyat dan pejuang masih bahu membahu.
Ledakan dahsyat terdengar keras di setiap sudut kota Surabaya. Disertai gerakan pengungsian para penduduk yang akhirnya memilih untuk meninggalkan kota. Beberapa kantong pertahanan pejuang pun terlihat hancur lebur dihantam peluru meriam kapal perang Sekutu. Berikut dengan para korban yang mulai berjatuhan di kalangan rakyat dan pejuang.
Pada pukul 07.00 WIB, pasukan Republik yang berjaga di sektor Kalimas tidak berkutik menghadapi serangan bliztkrieg dari pasukan infanteri Sekutu. Seakan terkejut dengan tembakan-tembakan besar, kehadiran pasukan kavaleri semakin membuat para pejuang tidak dapat memilih selain melawan dan bertahan.
Dari arah pelabuhan, gerakan melingkar pasukan infanteri Sekutu ternyata berhasil menjebak para pejuang yang bertahan di sektor utara. Gerakan tank-tank kelas berat Sherman juga tidak tanggung-tanggung adanya. Beberapa aksi dari pasukan Jibakutai sudah terlihat dalam peristiwa baku tembak di sekitar Kenjeran. Mereka memburu tank musuh, seraya meledakkan dirinya!
Serangan serempak yang diikuti dengan hujan artileri hampir disetiap kantong pejuang Republik. Bahkan raid terhadap lapangan terbang Morokembangan yang sebelumnya dikuasai oleh pasukan Republik, akhirnya berhasil dikuasai kembali oleh Sekutu pada pukul 09.00 WIB. Maka praktis, konsentrasi kekuatan udara Sekutu pun dipindahkan ke lokasi tersebut.
Sesaat sebelum Morokembangan dikuasai Sekutu, pertempuran brutal terjadi bersama para pejuang yang mempertahankan hingga nyaris hancur total. Tembakan artileri berat dari arah Tanjung Perak juga menyasar hingga garis depan pertahanan pejuang di area Viaduct dan Pasar Turi pada pukul 10.00 WIB.
Alih-alih mengusir para penduduk di area utara, justru perlawanan dari laskar PRI Ambon secara beringas terjadi bersamaan dengan aksi bumi hangus kota. Sisanya, bergerak mundur dan bergabung dengan kesatuan lain secara liar hingga menyebar ke berbagai lokasi pertahanan. Peristiwa serupa pun terjadi hingga melibatkan kesatuan Tentara Pelajar.
Selama masa eksodus rakyat, aksi para pejuang perempuan yang memobilosasi diri dalam Barisan Puteri dan Pemuda Puteri Republik Indonesia sedianya tidak dapat diremehkan. Selain berjuang mengevakuasi korban, mereka pun bertaruh nyawa menghadapi tembakan gencar dari pasukan-pasukan Sekutu.
Pada pertempuran di jembatan Ferverda, pasukan Gurkha menghadapi serangan gencar dari BKR. Dimana pada pukul 10.30 WIB, tembakan meriam dari kapal destroyer Cavallier dan Carron menghujani area vital bertarget bangunan penting di sektor kota. Peluru meriam berkaliber 45 inchi pun langsung meluluhlantakkan basis-basis pertahanan dari para pejuang.
Hingga menjelang pukul 12.00 WIB, gerakan pasukan Sekutu berhasil merangsek hingga garis depan pertahanan pasukan Republik. Pada pertempuran di sektor tengah inilah, perlawanan sengit terjadi. Walau dapat dikatakan kalah persenjataan, semangat juang dan aksi nekat arek-arek Surabaya sempat membuat pasukan Gurkha stag dalam pertempuran di sekitar Viaduct.
Pasukan Gurkha yang bergerak menuju Pasar Turi pun sempat baku tembak dengan sengit dengan laskar BPRI dan Hizbullah. Maka, Soengkono selaku pimpinan perjuangan rakyat Surabaya pun mengalihkan perhatiannya terhadap Wonokromo. Sebagai area undur diri pasukan Republik, seraya mempersiapkan trap bomb di jembatan penghubung di sekitar stasiun.
Tak lama, menjelang pukul 15.00 WIB, hujan artileri pun menghantam pos-pos pertahanan di sekitar gedung Kempeitai (Tugu Pahlawan kini). Berikut kantor Gubernur dan markas PRI menjadi target penghancuran Sekutu. Tetapi pertempuran tidak berhenti sampai disitu, karena sekitar 15 kelompok pasukan yang tergabung dalam TKR ataupun BKR beserta laskar datang meleburkan diri.
Mereka yang sebelumnya terkonsentrasi dalam beberapa sektor, justru bergabung dalam satu kekuatan besar di area Tugu. Markas Kempeitai yang telah luluh lantak menjadi area baku tembak paling dahsyat yang terjadi selama hari pertama perang Surabaya berlangsung. Hingga waktu memasuki senja, sekitar pukul 17.00, baku tembak terus terjadi, walau hujan artileri tetap terjadi.
Merdeka atau Mati, sedianya sudah menjadi pilihan dari para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan Republik. Meriam-meriam penangkis serangan udara hasil rampasan Jepang pun berhasil menghalau serangan udara Sekutu yang menyasar area selatan.
Buyar! konsentrasi serangan Sekutu terhadap kota Surabaya dapat dikatakan stag. Hal ini bermula dari kekhawatiran Sekutu terhadap aksi dari para pejuang bisa jadi lebih gokil melebihi peristiwa pertempuran di akhir bulan Oktober 1945. Seperti data yang dihimpun melalui intelijen udara Sekutu yang telah mensinyalir kedatangan pasukan besar dari luar kota Surabaya.
Sekiranya demikian, kronik perang Surabaya dapat disajikan. Kemenangan pertama para pejuang dalam pertempuran yang meletus pada tanggal 10 November 1945 ini kelak diabadikan sebagai Hari Pahlawan. Berikut dengan para pahlawan yang terlibat, baik yang dikenal ataupun tak dikenal, sedianya dapat memberi inspirasi dan semangat juang bagi generasi saat ini.
Tidak peduli latar belakang agama, suku, ras, ataupun gender ataupun usia. Semua turut berjibaku dengan semangat Merdeka atau Mati di palagan Surabaya 1945. Semoga pengorbanan para pahlawan bangsa dapat senantiasa kita kenang selalu.
Selamat Hari Pahlawan 2022. Pahlawanku Teladanku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H